TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
Tujuan
Pendidikan Nasional
Berkaitan
dengan tujuan pendidikan, Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan
negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan
memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.
Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia
mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan
haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula
dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama
dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia
(eudaimonia). Tujuan universitas di Eropah adalah mencari kebenaran. Pada era
Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan
negara; pendidikan dirancang adalah untuk kepentingan negara.[1] UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3
menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang".[2] Pasal
31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."[3]
Jabaran
UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003.
Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".[4]
Bila
dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang
No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4
ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan."[5] Pada
Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah
diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam
sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi."[6]
Bila
dipelajari, secara konseptual tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan
substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa. Namun, apakah tujuan pendidikan ini dijabarkan secara
konsisten di dalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran?
Jawabannya masih diragukan.
Manusia Sebagai Fokus Pendidikan
Secara
umum, alam menjadi titik sentral pendidikan; alam menjadi tujuan. Manusia
menjadi "budak" dari alam; ilmu, teknologi dan dan hal-hal yang
bersifat pragmatis termasuk uang, mengambil tempat paling penting. Pendidikan
yang berpusat pada manusia semakin tersingkir. Ini tidak lepas dari sosok yang
paling berpengaruh dalam dunia pendidikan, John Dewey. Ia tokoh pendidikan
Amerika Serikat pada awal dan pertengahan abad ke-20 dan menggulirkan konseppragmatisme. John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah penyesuaian pribadi yang
bertumbuh terhadap lingkungannya (education is " adjusment of the growing
personality to its environment). Ia membuat lingkungan menjadi pusat
pendidikan.[7] Bagi
Dewey, manusia itu harus disesuaikan terhadap lingkungannya tanpa menyebut
defenisi "lingkungan" (environment) secara jelas."
Manusia sebagai
makhluk PAEDAGOGIK
Mahluk
paedagogik ialah mahluq Alloh yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan
dapat mendidik. Mahluq itu adalah manusia. Sehingga mampu menjadi kholifah di
bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Alloh
berupa bentuk yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk
yang mulia, pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari
fitrah itu. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan mahluk yang lain dan
membuat manusia itu istimewa dan lebih mulia dan sekaligus berarti bahwa
manusia adalah mahluk paedagogik.[8]
Para elit pendidikan negeri ini menyelipkan pikiran
John Dewey dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Lebih jelas dalam pasal 15. Pada
pasal ini tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan
dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.[9] Pada
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, falsafah
pragmatisme masih kental sekalipun dalam undang-undang itu tidak disebutkan
secara vulgar.[10] Namun
dalam praktek sehari-hari,pikiran John Dewey-lah yang dominan. Manusia adalah mahluk yang paling penting
dari seluruh yang dicipta; manusia seharusnya menjadi fokus pendidikan. Ini
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bahkan dalam pandangan agama-agama dari
Timur, yang dianggap sebagi agama monoteisme, manusia merupakan sosok yang
sentral dalam penciptaan. Segala sesuatu dicipta untuk manusia. Tuhan mencipta
terang, cakrawala, laut, darat, semua jenis tumbuh-tumbuhan, matahari, bulan,
bintang, semua mahluk hidup di laut seperti ikan, dan di darat, dan segala
jenis burung di udara. Dan terakhir, Ia mencipta manusia.
Manusia
merupakan mahkota dari seluruh ciptaan. Ia menjadi pusat dari alam semesta.
Segala sesuatu sudah disediakan sebelum manusia eksis di bumi. Bahkan taman
yang indah, Taman Firdaus pun, disiapkan untuk mereka sehingga pasangan
suami-isteri itu tidak perlu bersusah payah mencari kebutuhan hidup dan
tempatnya. Bukan hanya sebagai mahkota dari seluruh ciptaan, manusia diberi
tugas untuk menguasai seluruh ciptaan- mulai dari ikan-ikan yang ada di laut
dan burung-burung di udara, dan semua mahluk yang bergerak di bumi. Seluruh
alam semesta ada dalam kekuasaan manusia. Sangat ironis melihat dunia pendidikan
kita. Manusia bukan sosok yang paling penting dalam dunia pendidikan. Manusia
bukan fokus pendidikan, tetapi yang menjadi fokusnya adalah uang, keuntungan,
kurikulum dan berbagai hal lainnya yang termasuk dalam kategori alam
Menilai Tinggi Kecerdasan Melalui Pendidikan
Ahli
pendidikan Inggris, Alfred North Whitehead, mengatakan bahwa "di
tengah-tengah suasana kehidupan modern, hukumnya mutlak. Suatu bangsa yang tidak menilai tinggi
kecerdasan yang terlatih dinasibkan tenggelam dalam sejarah.[11] Baik
segala kepahlawananya, baik semua kelincahannya, semua kemenangan yang telah
dicapai di darat ataupun di laut, akan mampu menolak balik dorongan nasib. Hari
ini bangsa itu mungkin bisa bertahan. Besok, ilmu pengetahuan akan maju lagi
satu langkah. Bagi suatu bangsa yang tidak berpendidikan, tidak ada suatu
mahkamah pun ke mana dia dapat memajukan pengaduan atas hukuman yang telah
dijatuhkan kepada bangsa yang tidak berpendidikan."
Yukichi
Fukuzawa (1835-1904) dalam bukunya berjudul Gakumon no Susume (suatu Imbauan
untuk Belajar) menulis, "Tuhan tidak menakdirkan seorang pada tempat di
atas atau di bawah seseorang yang lain. Ini berarti bahwa kalau mereka
dilahirkan, mereka sama derajatnya. Namun, kalau kita melayangkan pandangan
atas suasana manusia yang sebenarnya, kita jumpai mereka yang pandai dan yang
bodoh, mereka yang berderajat rendah. Suasana mereka sangat berbeda seakan-akan
antara awan dan lumpur. Sebab-sebab adanya suasana demikian itu jelas
sekali. Kalau seseorang tidak
menuntut ilmu, ia akan tetap dalam kegelapan, dan seseorang yang berada dalam
kegelapan adalah orang bodoh. Oleh sebab itu, perbedaan antara pandai dan
bodoh, pada hakekatnya, ditetapkan oleh pendidikan."[12]
Pentingnya
menilai tinggi kecerdasan, para pendiri republik ini telah memasukkan topik
pendidikan dalam konstitusi. UUD
1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."[13] Pasal 31, ayat 5menyebutkan,
"Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia."[14] Bahkan
dalam konsititusi yang telah diamendemen telah dicantumkan Sekilas negeri ini
menilai tinggi kecerdasan. Namun, apa yang telah dihasilkan dunia pendidikan
kita? Setelah lebih 64 tahun negeri ini merdeka, khususnya pada dua dekade
terakhir, dunia pendidikan kita hanya menghasilkan siswa tauran, mahasiwa yang
menjiplak, pejabat yang koruptor, warga yang masih percaya kepada dukun,
pekerja yang mau berpenghasilan tinggi tetapi tidak mau bekerja keras, penduduk
yang mudah emosi, dan berbagai karakter-karakter buruk lainnya. Banyak
berita-berita yang berkaitan dengan moral disajikan di publik bahkan sampai ada
yang berani melakukan hubungan seks di luar nikah dan disebarkan ke publik.
Jelaslah
bahwa pendidikan bukanlah hanya semata-mata soal anggaran. Pendidikan bukan
hanya semata-mata melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh para elit politik
dan pemerintah lewat Undang-Undang Pendidikan dan kebijakan-kebijakan
pendidikan. Pendidikan bukan hanya semata-mata melaksanakan kurikulum. Jauh
lebih penting dari itu adalah falsafah pendidikan; apa falsafah terhadap murid,
kurikulum pendidikan dan guru. Dan yang tidak bisa diabaikan juga adalah
bagaimana falsafah itu dijabarkan dalam tataran praktis.
Oleh
karena begitu pentingnya menilai tinggi kecerdasan, pada halaman ini disajikan
topik seputar pendidikan. Kita akan lihat falsafah pendidikan, tujuan pendidikan,
relasi antara pendidikan dan negara, peran pemerintah dalam menentukan
kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan dan lewat jalur apa pendidikan yang
baik diperjuangkan. Minimum 20 % dari anggaran belanja negara disisihkan untuk
pendidikan.
Tanggung Jawab dan Peran Orang Tua dalam Pendidikan
Kisruhnya
pendidikan di republik ini berkaitan dengan lemahnya peranan orang tua dan
masyarakat. Pendidikan diserahkan hampir sepenuhnya kepada pemerintah.Minim
perhatian terhadap apa yang terjadi di seputar pendidikan baik itu guru,
kurikulum dan metode pengajaran. Tidak heran pendidikan di republik ini
menghasilkan manusia-manusia yang tidak sesuai dengan harapan. Peran orang tua
dalam pendidikan tidak bisa dilepaskan dari tugas manusia secara umum. Dari
sejarah dapat dilihat bahwa tugas pokok manusia tersimpan dalam kutipan
berikut, "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap di bumi.[15]
Bila dipilah, tugas pertama manusia adalah beranak
cucu dan bertambah banyak. Manusia diberi mandat untuk mempunyai keturunan yang
berkualitas;baik rohani, intelek, emosi, kehendak dan
phisik yang sehat. Dengan kata lain, manusia diperintahkan untuk menghasilkan
manusia yang seutuhnya, yaitu manusia yang mirip dengan Penciptanya. Hati,
pikiran, emosi, kehendak dan tindakannya seirama dengan hati, pikiran, emosi,
kehendak dan tindakan Penciptanya.
Pendidikan di Rumah
Yaitu:
Pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarga
yang masih dalam usia sekolah. Sesuai dengan kebijakan Wajar Dikdas usia itu
antara 6 sampai 17 tahun.Pendidikan ini diselenggarakan atas dasar :
· Menjaga
anak-anak dari kontaminasi aliran / falsafah hidup yang bertentangan dengan
tradisi keluarga.
· Menjaga
anak-anak agar selamat dari pengaruh negative lingkungan
· Menyelamatkan
anak secara fisik dan mental dari kelompok sebayanya
· Menghemat
biaya pendidikan
· Memberikan
pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak secara
individual.[16]
Tugas
manusia yang kedua adalah memenuhi dan menaklukkan bumi dan menguasai yang ada
di dalamnya. Ada hubungan yang tidak terpisahkan antara tugas yang pertama dan
yang kedua. Dengan bertambahnya keturunan manusia yang "seutuhnya",
diharapkan daerah-daerah yang kosong dapat dihuni, dikuasai, dan dipelihara.
Ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi ada dalam kuasa mereka. Mereka harus merawat lingkungan di mana
mereka hidup, memelihara tanah agar tetap baik dan subur, menjaga binatang agar
tetap lestari. Dengan kata lain, manusia diberi kuasa untuk memelihara dan
mengembangkan bumi dan segala isinya.[17]
Dalam
kedua tugas itu sudah tersimpan esensi pendidikan. Peran orang tua sangat besar
dalam mendidik anaknya dan merupakan hal yang alami. Seorang ibu yang
melahirkan anak menjaga dan memeliharanya dengan baik. Ibu menyusui anaknya;
orang tua memperkenalkan alam kepada anaknya: bunga di halaman rumah, burung
dalam sangkar dan yang lain-lain. Mereka terus mendidik anaknya dengan sabar
agar dapat mengucapkan kata, berbicara, makan dan berjalan sendiri. Mereka
mengenalkan alam kepada anaknya dan memberikan contoh bagaimana melakukan tugas
sehari-hari di rumah: mencuci piring, memasak, membersihkan rumah dan
sebagainya. Bahkan sampai menginjak dewasa, orang tua masih terus mendidik
anaknya agar menjadi anak yang mandiri dan matang, dan dapat menjalani hidupnya
sendiri. Selain itu, orang tua memberikan nilai-nilai etis: apa yang baik dan
yang tidak baik bagi masyarakat.[18]
Apa yang diberikan orang tua kepada putra-putrinya
merupakan esensi dari pendidikan secara umum. Orang tua bertanggung jawab atas
pendidikan anak-anaknya. Orang tua mendidik
anaknya tentang prinsip hidup; bagaimana anak seharusnya hidup; bagaimana anak
berinteraksi kepada Penciptanya, sesaama manusia dan alam. Meminjam istilah
para filosof, orang tua mengajarkan kebenaran kepada putra-putrinya. Apakah
peran orang tua masih dominan dalam pendidikan anak-anaknya sekarang? Tugas
itu, bila tidak semuanya, hampir semua sudah diambil alih oleh pemerintah. Hak
mendidik anak yang seharusnya merupakan tanggung jawab orang tua, sekarang ada
di tangan pemerintah. Pemerintah menentukan kebijakan-kebijakan dalam dunia
pendidikan. Pemerintah menentukan apa yang akan diajarkan kepada siswa dan
menentukan siapa yang mendidik mereka.
Menurut John Naisbitt
ada 10 kecenderungan besar dalam masyarakat masa depan diantara megatrend itu
yang mempunyai kaitan langsung dengan pendidikan yaitu :
§ Perkembangan
dari masyarakat industri maju ke masyarakat informasi
§ Digunakan teknologi tinggi dengan sentuhan
yang tinggi
§ Digantikan
perencanaan jangka pendek dengan perencanaan jangka panjang
§ Perkembangan
dari sentralisasi ke desentralisasi
§ Perkembangan
dari demokrasi representatif ke demokrasi partisipatif
§ Perkembangan
dari pola hierarki ke pola jaringan
Peran
pemerintah yang begitu besar mengundang beberapa pertanyaan. Apakah ada garansi
bahwa guru mendidik murid seperti orang tua mendidik anaknya? Apakah ada
garansi bahwa materi pendidikan sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tua?
Sejauh mana seharusnya pemerintah menentukan kebijakan pendidikan? Namun,
masyarakat tidak begitu perduli dengan hal ini. Kalaupun ada yang peduli,
isu-isu yang mereka ajukan tidak diabaikan. Dituntut sebuah kesadaran dan peran
orang tua dan masyarakat untuk memperjuangkan pendidikan yang baik. Masih
diperlukan banyak pemikiran bagaimana pendidikan yang menghasilkan anak didik
yang taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan yang berkarakter.
DAFTAR RUJUKAN
http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
Arif AM, M. 2009. Ilmu Pendidikan
Islam. Kertosono:IRReS kerjasama dengan STAIM Press. Arif AM, M.
2010. Teknologi Pendidikan. Kediri:STAIN Kediri Press.
UUD 1945 (versi Amendemen),
Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Tentang
Sisdiknas Surabaya:Wacana Intelektual, cet. I th 2009
[4] Undang-Undang No.
20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas Pasal 3, Surabaya:Wacana
Intelektual, cet. I th 2009, hlm, 339.
[10] Undang-Undang No.
20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas Surabaya:Wacana Intelektual, cet.
I th 2009, hlm, 338.
TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan sering bersifat sangat umum, seperti
menjadi manusia yang baik, bertanggung jawaab, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara, dan sebagainya.
Dalam dunia pendidikan dikenal sejumlah usaha untuk
menguraikan tujuan yang sangat umum tersebut. Salah seorang diantaranya adalah
Herbert Spencer (1860) yang menganalisis tujuan pendidikan dalam lima bagian,
yang berkenaan dengan:
1.
Kegiatan demi
kelangsungan hidup.
2.
Usaha mencari nafkah.
3.
Pendidikan anak.
4.
Pemeliharaan hubungan
dengan masyarakat dan negara.
5.
Penggunaan waktu
senggang.
Tujuan pendidikan yang dikemukakan Herbert Spencer tersebut
didasarkan atas apa yang dianggapnya paling berharga dan perlu untuk setiap
orang bagi kehidupannya dalam masyarakat.1
1.
Kognitif (head)
Tujuan kognitif berkenaan dengan kemampuan individual
mengenal dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental.
1.
Afektif (heart)
Tujuan afektif mengenai perkembangan sikap, perasaan, dan
nilai-nilai atau perkembangan emosional dan moral.
1.
Psikomotor (hand)
Tujuan psikomotor menyangkut perkembangan keterampilan yang
mengandung unsur motoris.
Tujuan kognitif dibagi dalam 6 bagian, yairu;
·
Knowledge
(Pengetahuan)
Meliputi informasi dan fakta yang dapat dikuasai melalui
hafalan untuk diingat.
·
Comprehension
(Pemahaman)
Merupakan kesanggupan untuk menyatakan suatu definisi,
rumusan, menafsirkan suatu teori.
·
Application
(Penerapan)
Merupakan kesanggupan menerapkan atau menggunakan suatu
pengertian, konsep, prinsip, teori yang memerlukan penguasaan pengetahuan dan
pemahaman yang lebih mendalam.
·
Analysis (Analisis)
Yaitu kemampuan untuk menguraikan sesuatu dalam
unsur-unsurnya misalnya analisis hubungan antara masyarakat dengan alam dan
jagad raya.
·
Synthesis (Sintesis)
Yaitu kesanggupan untuk melihat hubungan antara sejumlah
unsur.
·
Evaluation (Penilaian)
Penilaian berdasarkan bukti-bukti atau kriteria tertentu.
Tujuan afektif dibagi dalam 5 bagian, yaitu;
·
Receiving
Menerima, menaruh perhatian terhadap nilai tertentu.
·
Responding (Merespon)
Yaitu memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu,
menunjukan kesediaan dan kerelaan untuk merespon, merasa puas dalam merespon.
·
Valuing (Menghargai)
Yaitu menerima suatu norma, menghargai suatu norma, dan
mengikat diri pada norma tersebut.
·
Organization
(Organisasi)
Membentuk suatu konsep tentang suatu nilai, menyusun suatu
sistem nilai-nilai.
·
Characterization by
Value or Value Complex
Mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga merupakan
watak seseorang, norma itu menjadi bagian diri pribadi.
Tingkatan Tujuan
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan
yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur
yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan
menjadi 4, yaitu;
1.
Tujuan
Pendidikan Nasional (TPN)
TPN adalah tujuan yang bersuifat paling umum dan merupakan
sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman leh setiap usaha pendidikan, artinya
setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang
sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Tujuan pendidikan umum biasanya
dirumuskan dalam bentuk prilaku yang ideal sesuai dengan pandagan hidup dan
filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk
undang-undang. TPN merupakan sumber dan pedoman dalam usaha penyelengggaraan
pendidikan.
Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari
sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal
3 “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bengsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”3.
1.
Tujuan
Institusional
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain, tujuan ini dapat didefinisikan
sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka
menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan tertentu.
Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang
dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, seperti
standar kompetensi pendidikan dasar, menengah kejuruan, dan jenjang pendidikan
tinggi.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan bab V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi
lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut4
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah
umum bertujuan meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah
kejuruan bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan tinggi
bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
berahlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap
untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni yang
bermanfaat bagi kemanusiaan.
1.
Tujuan
Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setiap bidang studi atau mata pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat
didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka
menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
Tujuan kurikuler pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan
lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat
mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional.
Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis
pendidikan umum, kejuruan , dan khusus pada jenjang pendidikan dan menengah
terdiri atas;5
1.
Kelompok mata
pelajaran agama dan ahlak mulia
2.
Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3.
Kelompok mata
pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.
Kelompok mata
pelajaran estetika.
5.
Kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, maka Badan
Standar Nasional Pendidikan merumuskan tujuan setiap kelompok mata pelajaran
sebagai berikut
1.
Kelompok mata
pelajaran agama dan ahlak mulia bertujuan; membantu peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berahlak
mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama,
kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,
jasmani, olah raga dan kesehatan.
2.
Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan; membentuk peserta didik
menjadi manusia menjadi memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air. Tujuan
ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, ahlak mulia,
kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
3.
Kelompok mata
pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan mengembangkan logika,
kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.
4.
Pada Satuan Pendidikan
SD/MI/SD-LB/Paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pemngetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
5.
Pada Satuan Pendidikan
SMP/MTs/SMP-LB/Paket B, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
keterampilan/kejuruan dan/teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal
yang relevan.
6.
Pada Satuan Pendidikan
SMA/MA/SMA-LB/Paket C, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal
yang relevan.
7.
Pada Satuan Pendidikan
SMK/MAK, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa,
matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan,
kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
8.
Kelompok mata
pelajaran estetika bertujuan membentuk karakter peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang
relevan.
9.
Kelompok mata
pelajaran Jasmani, olah raga dan kesehatan bertujuan membentuk karakter peserta
didik agar sehat jasmani dan rohani, danmenumbuhkan rasa sportifitas. Tujuan
ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga,
pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
1.
Tujuan Pembelajarn/Instruksional
Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran
atau tujuan instruksional merupakan tujuan yang paling khusus dan merupakan
bagian dari tujuan kurikuler. Tujuan pembelajran dapat didefinisikan sebagai
kemampuan yang harus dimiliki anak didik setelah mereka mempelajari bahasan
tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena hanya
guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang
akan melakukan pembelajaran di suatu sekolah, maka menjabarkan tujuan
pembelajaran ini adalah tugas guru. Sebelum guru melakukan proses belajar
mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh
anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
Tujuan
Pendidikan Nasional
Berkaitan
dengan tujuan pendidikan, Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan
negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan
memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.
Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia
mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan
haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula
dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama
dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia
(eudaimonia). Tujuan universitas di Eropah adalah mencari kebenaran. Pada era
Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan
negara; pendidikan dirancang adalah untuk kepentingan negara.[1] UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3
menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang".[2] Pasal
31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."[3]
Jabaran
UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003.
Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".[4]
Bila
dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang
No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4
ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan."[5] Pada
Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah
diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam
sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi."[6]
Bila
dipelajari, secara konseptual tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan
substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa. Namun, apakah tujuan pendidikan ini dijabarkan secara
konsisten di dalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran?
Jawabannya masih diragukan.
Manusia Sebagai Fokus Pendidikan
Secara
umum, alam menjadi titik sentral pendidikan; alam menjadi tujuan. Manusia
menjadi "budak" dari alam; ilmu, teknologi dan dan hal-hal yang
bersifat pragmatis termasuk uang, mengambil tempat paling penting. Pendidikan
yang berpusat pada manusia semakin tersingkir. Ini tidak lepas dari sosok yang
paling berpengaruh dalam dunia pendidikan, John Dewey. Ia tokoh pendidikan
Amerika Serikat pada awal dan pertengahan abad ke-20 dan menggulirkan konseppragmatisme. John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah penyesuaian pribadi yang
bertumbuh terhadap lingkungannya (education is " adjusment of the growing
personality to its environment). Ia membuat lingkungan menjadi pusat
pendidikan.[7] Bagi
Dewey, manusia itu harus disesuaikan terhadap lingkungannya tanpa menyebut
defenisi "lingkungan" (environment) secara jelas."
Manusia sebagai
makhluk PAEDAGOGIK
Mahluk
paedagogik ialah mahluq Alloh yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan
dapat mendidik. Mahluq itu adalah manusia. Sehingga mampu menjadi kholifah di
bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Alloh
berupa bentuk yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk
yang mulia, pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari
fitrah itu. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan mahluk yang lain dan
membuat manusia itu istimewa dan lebih mulia dan sekaligus berarti bahwa
manusia adalah mahluk paedagogik.[8]
Para elit pendidikan negeri ini menyelipkan pikiran
John Dewey dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Lebih jelas dalam pasal 15. Pada
pasal ini tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan
dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.[9] Pada
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, falsafah
pragmatisme masih kental sekalipun dalam undang-undang itu tidak disebutkan
secara vulgar.[10] Namun
dalam praktek sehari-hari,pikiran John Dewey-lah yang dominan. Manusia adalah mahluk yang paling penting
dari seluruh yang dicipta; manusia seharusnya menjadi fokus pendidikan. Ini
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bahkan dalam pandangan agama-agama dari
Timur, yang dianggap sebagi agama monoteisme, manusia merupakan sosok yang
sentral dalam penciptaan. Segala sesuatu dicipta untuk manusia. Tuhan mencipta
terang, cakrawala, laut, darat, semua jenis tumbuh-tumbuhan, matahari, bulan,
bintang, semua mahluk hidup di laut seperti ikan, dan di darat, dan segala
jenis burung di udara. Dan terakhir, Ia mencipta manusia.
Manusia
merupakan mahkota dari seluruh ciptaan. Ia menjadi pusat dari alam semesta.
Segala sesuatu sudah disediakan sebelum manusia eksis di bumi. Bahkan taman
yang indah, Taman Firdaus pun, disiapkan untuk mereka sehingga pasangan
suami-isteri itu tidak perlu bersusah payah mencari kebutuhan hidup dan
tempatnya. Bukan hanya sebagai mahkota dari seluruh ciptaan, manusia diberi
tugas untuk menguasai seluruh ciptaan- mulai dari ikan-ikan yang ada di laut
dan burung-burung di udara, dan semua mahluk yang bergerak di bumi. Seluruh
alam semesta ada dalam kekuasaan manusia. Sangat ironis melihat dunia pendidikan
kita. Manusia bukan sosok yang paling penting dalam dunia pendidikan. Manusia
bukan fokus pendidikan, tetapi yang menjadi fokusnya adalah uang, keuntungan,
kurikulum dan berbagai hal lainnya yang termasuk dalam kategori alam
Menilai Tinggi Kecerdasan Melalui Pendidikan
Ahli
pendidikan Inggris, Alfred North Whitehead, mengatakan bahwa "di
tengah-tengah suasana kehidupan modern, hukumnya mutlak. Suatu bangsa yang tidak menilai tinggi
kecerdasan yang terlatih dinasibkan tenggelam dalam sejarah.[11] Baik
segala kepahlawananya, baik semua kelincahannya, semua kemenangan yang telah
dicapai di darat ataupun di laut, akan mampu menolak balik dorongan nasib. Hari
ini bangsa itu mungkin bisa bertahan. Besok, ilmu pengetahuan akan maju lagi
satu langkah. Bagi suatu bangsa yang tidak berpendidikan, tidak ada suatu
mahkamah pun ke mana dia dapat memajukan pengaduan atas hukuman yang telah
dijatuhkan kepada bangsa yang tidak berpendidikan."
Yukichi
Fukuzawa (1835-1904) dalam bukunya berjudul Gakumon no Susume (suatu Imbauan
untuk Belajar) menulis, "Tuhan tidak menakdirkan seorang pada tempat di
atas atau di bawah seseorang yang lain. Ini berarti bahwa kalau mereka
dilahirkan, mereka sama derajatnya. Namun, kalau kita melayangkan pandangan
atas suasana manusia yang sebenarnya, kita jumpai mereka yang pandai dan yang
bodoh, mereka yang berderajat rendah. Suasana mereka sangat berbeda seakan-akan
antara awan dan lumpur. Sebab-sebab adanya suasana demikian itu jelas
sekali. Kalau seseorang tidak
menuntut ilmu, ia akan tetap dalam kegelapan, dan seseorang yang berada dalam
kegelapan adalah orang bodoh. Oleh sebab itu, perbedaan antara pandai dan
bodoh, pada hakekatnya, ditetapkan oleh pendidikan."[12]
Pentingnya
menilai tinggi kecerdasan, para pendiri republik ini telah memasukkan topik
pendidikan dalam konstitusi. UUD
1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."[13] Pasal 31, ayat 5menyebutkan,
"Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia."[14] Bahkan
dalam konsititusi yang telah diamendemen telah dicantumkan Sekilas negeri ini
menilai tinggi kecerdasan. Namun, apa yang telah dihasilkan dunia pendidikan
kita? Setelah lebih 64 tahun negeri ini merdeka, khususnya pada dua dekade
terakhir, dunia pendidikan kita hanya menghasilkan siswa tauran, mahasiwa yang
menjiplak, pejabat yang koruptor, warga yang masih percaya kepada dukun,
pekerja yang mau berpenghasilan tinggi tetapi tidak mau bekerja keras, penduduk
yang mudah emosi, dan berbagai karakter-karakter buruk lainnya. Banyak
berita-berita yang berkaitan dengan moral disajikan di publik bahkan sampai ada
yang berani melakukan hubungan seks di luar nikah dan disebarkan ke publik.
Jelaslah
bahwa pendidikan bukanlah hanya semata-mata soal anggaran. Pendidikan bukan
hanya semata-mata melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh para elit politik
dan pemerintah lewat Undang-Undang Pendidikan dan kebijakan-kebijakan
pendidikan. Pendidikan bukan hanya semata-mata melaksanakan kurikulum. Jauh
lebih penting dari itu adalah falsafah pendidikan; apa falsafah terhadap murid,
kurikulum pendidikan dan guru. Dan yang tidak bisa diabaikan juga adalah
bagaimana falsafah itu dijabarkan dalam tataran praktis.
Oleh
karena begitu pentingnya menilai tinggi kecerdasan, pada halaman ini disajikan
topik seputar pendidikan. Kita akan lihat falsafah pendidikan, tujuan pendidikan,
relasi antara pendidikan dan negara, peran pemerintah dalam menentukan
kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan dan lewat jalur apa pendidikan yang
baik diperjuangkan. Minimum 20 % dari anggaran belanja negara disisihkan untuk
pendidikan.
Tanggung Jawab dan Peran Orang Tua dalam Pendidikan
Kisruhnya
pendidikan di republik ini berkaitan dengan lemahnya peranan orang tua dan
masyarakat. Pendidikan diserahkan hampir sepenuhnya kepada pemerintah.Minim
perhatian terhadap apa yang terjadi di seputar pendidikan baik itu guru,
kurikulum dan metode pengajaran. Tidak heran pendidikan di republik ini
menghasilkan manusia-manusia yang tidak sesuai dengan harapan. Peran orang tua
dalam pendidikan tidak bisa dilepaskan dari tugas manusia secara umum. Dari
sejarah dapat dilihat bahwa tugas pokok manusia tersimpan dalam kutipan
berikut, "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap di bumi.[15]
Bila dipilah, tugas pertama manusia adalah beranak
cucu dan bertambah banyak. Manusia diberi mandat untuk mempunyai keturunan yang
berkualitas;baik rohani, intelek, emosi, kehendak dan
phisik yang sehat. Dengan kata lain, manusia diperintahkan untuk menghasilkan
manusia yang seutuhnya, yaitu manusia yang mirip dengan Penciptanya. Hati,
pikiran, emosi, kehendak dan tindakannya seirama dengan hati, pikiran, emosi,
kehendak dan tindakan Penciptanya.
Pendidikan di Rumah
Yaitu:
Pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarga
yang masih dalam usia sekolah. Sesuai dengan kebijakan Wajar Dikdas usia itu
antara 6 sampai 17 tahun.Pendidikan ini diselenggarakan atas dasar :
· Menjaga
anak-anak dari kontaminasi aliran / falsafah hidup yang bertentangan dengan
tradisi keluarga.
· Menjaga
anak-anak agar selamat dari pengaruh negative lingkungan
· Menyelamatkan
anak secara fisik dan mental dari kelompok sebayanya
· Menghemat
biaya pendidikan
· Memberikan
pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak secara
individual.[16]
Tugas
manusia yang kedua adalah memenuhi dan menaklukkan bumi dan menguasai yang ada
di dalamnya. Ada hubungan yang tidak terpisahkan antara tugas yang pertama dan
yang kedua. Dengan bertambahnya keturunan manusia yang "seutuhnya",
diharapkan daerah-daerah yang kosong dapat dihuni, dikuasai, dan dipelihara.
Ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi ada dalam kuasa mereka. Mereka harus merawat lingkungan di mana
mereka hidup, memelihara tanah agar tetap baik dan subur, menjaga binatang agar
tetap lestari. Dengan kata lain, manusia diberi kuasa untuk memelihara dan
mengembangkan bumi dan segala isinya.[17]
Dalam
kedua tugas itu sudah tersimpan esensi pendidikan. Peran orang tua sangat besar
dalam mendidik anaknya dan merupakan hal yang alami. Seorang ibu yang
melahirkan anak menjaga dan memeliharanya dengan baik. Ibu menyusui anaknya;
orang tua memperkenalkan alam kepada anaknya: bunga di halaman rumah, burung
dalam sangkar dan yang lain-lain. Mereka terus mendidik anaknya dengan sabar
agar dapat mengucapkan kata, berbicara, makan dan berjalan sendiri. Mereka
mengenalkan alam kepada anaknya dan memberikan contoh bagaimana melakukan tugas
sehari-hari di rumah: mencuci piring, memasak, membersihkan rumah dan
sebagainya. Bahkan sampai menginjak dewasa, orang tua masih terus mendidik
anaknya agar menjadi anak yang mandiri dan matang, dan dapat menjalani hidupnya
sendiri. Selain itu, orang tua memberikan nilai-nilai etis: apa yang baik dan
yang tidak baik bagi masyarakat.[18]
Apa yang diberikan orang tua kepada putra-putrinya
merupakan esensi dari pendidikan secara umum. Orang tua bertanggung jawab atas
pendidikan anak-anaknya. Orang tua mendidik
anaknya tentang prinsip hidup; bagaimana anak seharusnya hidup; bagaimana anak
berinteraksi kepada Penciptanya, sesaama manusia dan alam. Meminjam istilah
para filosof, orang tua mengajarkan kebenaran kepada putra-putrinya. Apakah
peran orang tua masih dominan dalam pendidikan anak-anaknya sekarang? Tugas
itu, bila tidak semuanya, hampir semua sudah diambil alih oleh pemerintah. Hak
mendidik anak yang seharusnya merupakan tanggung jawab orang tua, sekarang ada
di tangan pemerintah. Pemerintah menentukan kebijakan-kebijakan dalam dunia
pendidikan. Pemerintah menentukan apa yang akan diajarkan kepada siswa dan
menentukan siapa yang mendidik mereka.
Menurut John Naisbitt
ada 10 kecenderungan besar dalam masyarakat masa depan diantara megatrend itu
yang mempunyai kaitan langsung dengan pendidikan yaitu :
§ Perkembangan
dari masyarakat industri maju ke masyarakat informasi
§ Digunakan teknologi tinggi dengan sentuhan
yang tinggi
§ Digantikan
perencanaan jangka pendek dengan perencanaan jangka panjang
§ Perkembangan
dari sentralisasi ke desentralisasi
§ Perkembangan
dari demokrasi representatif ke demokrasi partisipatif
§ Perkembangan
dari pola hierarki ke pola jaringan
Peran
pemerintah yang begitu besar mengundang beberapa pertanyaan. Apakah ada garansi
bahwa guru mendidik murid seperti orang tua mendidik anaknya? Apakah ada
garansi bahwa materi pendidikan sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tua?
Sejauh mana seharusnya pemerintah menentukan kebijakan pendidikan? Namun,
masyarakat tidak begitu perduli dengan hal ini. Kalaupun ada yang peduli,
isu-isu yang mereka ajukan tidak diabaikan. Dituntut sebuah kesadaran dan peran
orang tua dan masyarakat untuk memperjuangkan pendidikan yang baik. Masih
diperlukan banyak pemikiran bagaimana pendidikan yang menghasilkan anak didik
yang taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan yang berkarakter.
DAFTAR RUJUKAN
http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
Arif AM, M. 2009. Ilmu Pendidikan
Islam. Kertosono:IRReS kerjasama dengan STAIM Press. Arif AM, M.
2010. Teknologi Pendidikan. Kediri:STAIN Kediri Press.
UUD 1945 (versi Amendemen),
Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Tentang
Sisdiknas Surabaya:Wacana Intelektual, cet. I th 2009
[4] Undang-Undang No.
20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas Pasal 3, Surabaya:Wacana
Intelektual, cet. I th 2009, hlm, 339.
[10] Undang-Undang No.
20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas Surabaya:Wacana Intelektual, cet.
I th 2009, hlm, 338.
TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan sering bersifat sangat umum, seperti
menjadi manusia yang baik, bertanggung jawaab, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara, dan sebagainya.
Dalam dunia pendidikan dikenal sejumlah usaha untuk
menguraikan tujuan yang sangat umum tersebut. Salah seorang diantaranya adalah
Herbert Spencer (1860) yang menganalisis tujuan pendidikan dalam lima bagian,
yang berkenaan dengan:
1.
Kegiatan demi
kelangsungan hidup.
2.
Usaha mencari nafkah.
3.
Pendidikan anak.
4.
Pemeliharaan hubungan
dengan masyarakat dan negara.
5.
Penggunaan waktu
senggang.
Tujuan pendidikan yang dikemukakan Herbert Spencer tersebut
didasarkan atas apa yang dianggapnya paling berharga dan perlu untuk setiap
orang bagi kehidupannya dalam masyarakat.1
1.
Kognitif (head)
Tujuan kognitif berkenaan dengan kemampuan individual
mengenal dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental.
1.
Afektif (heart)
Tujuan afektif mengenai perkembangan sikap, perasaan, dan
nilai-nilai atau perkembangan emosional dan moral.
1.
Psikomotor (hand)
Tujuan psikomotor menyangkut perkembangan keterampilan yang
mengandung unsur motoris.
Tujuan kognitif dibagi dalam 6 bagian, yairu;
·
Knowledge
(Pengetahuan)
Meliputi informasi dan fakta yang dapat dikuasai melalui
hafalan untuk diingat.
·
Comprehension
(Pemahaman)
Merupakan kesanggupan untuk menyatakan suatu definisi,
rumusan, menafsirkan suatu teori.
·
Application
(Penerapan)
Merupakan kesanggupan menerapkan atau menggunakan suatu
pengertian, konsep, prinsip, teori yang memerlukan penguasaan pengetahuan dan
pemahaman yang lebih mendalam.
·
Analysis (Analisis)
Yaitu kemampuan untuk menguraikan sesuatu dalam
unsur-unsurnya misalnya analisis hubungan antara masyarakat dengan alam dan
jagad raya.
·
Synthesis (Sintesis)
Yaitu kesanggupan untuk melihat hubungan antara sejumlah
unsur.
·
Evaluation (Penilaian)
Penilaian berdasarkan bukti-bukti atau kriteria tertentu.
Tujuan afektif dibagi dalam 5 bagian, yaitu;
·
Receiving
Menerima, menaruh perhatian terhadap nilai tertentu.
·
Responding (Merespon)
Yaitu memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu,
menunjukan kesediaan dan kerelaan untuk merespon, merasa puas dalam merespon.
·
Valuing (Menghargai)
Yaitu menerima suatu norma, menghargai suatu norma, dan
mengikat diri pada norma tersebut.
·
Organization
(Organisasi)
Membentuk suatu konsep tentang suatu nilai, menyusun suatu
sistem nilai-nilai.
·
Characterization by
Value or Value Complex
Mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga merupakan
watak seseorang, norma itu menjadi bagian diri pribadi.
Tingkatan Tujuan
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan
yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur
yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan
menjadi 4, yaitu;
1.
Tujuan
Pendidikan Nasional (TPN)
TPN adalah tujuan yang bersuifat paling umum dan merupakan
sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman leh setiap usaha pendidikan, artinya
setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang
sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Tujuan pendidikan umum biasanya
dirumuskan dalam bentuk prilaku yang ideal sesuai dengan pandagan hidup dan
filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk
undang-undang. TPN merupakan sumber dan pedoman dalam usaha penyelengggaraan
pendidikan.
Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari
sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal
3 “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bengsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”3.
1.
Tujuan
Institusional
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain, tujuan ini dapat didefinisikan
sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka
menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan tertentu.
Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang
dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, seperti
standar kompetensi pendidikan dasar, menengah kejuruan, dan jenjang pendidikan
tinggi.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan bab V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi
lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut4
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah
umum bertujuan meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah
kejuruan bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan tinggi
bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
berahlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap
untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni yang
bermanfaat bagi kemanusiaan.
1.
Tujuan
Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setiap bidang studi atau mata pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat
didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka
menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
Tujuan kurikuler pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan
lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat
mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional.
Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis
pendidikan umum, kejuruan , dan khusus pada jenjang pendidikan dan menengah
terdiri atas;5
1.
Kelompok mata
pelajaran agama dan ahlak mulia
2.
Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3.
Kelompok mata
pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.
Kelompok mata
pelajaran estetika.
5.
Kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, maka Badan
Standar Nasional Pendidikan merumuskan tujuan setiap kelompok mata pelajaran
sebagai berikut
1.
Kelompok mata
pelajaran agama dan ahlak mulia bertujuan; membantu peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berahlak
mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama,
kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,
jasmani, olah raga dan kesehatan.
2.
Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan; membentuk peserta didik
menjadi manusia menjadi memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air. Tujuan
ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, ahlak mulia,
kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
3.
Kelompok mata
pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan mengembangkan logika,
kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.
4.
Pada Satuan Pendidikan
SD/MI/SD-LB/Paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pemngetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
5.
Pada Satuan Pendidikan
SMP/MTs/SMP-LB/Paket B, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
keterampilan/kejuruan dan/teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal
yang relevan.
6.
Pada Satuan Pendidikan
SMA/MA/SMA-LB/Paket C, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal
yang relevan.
7.
Pada Satuan Pendidikan
SMK/MAK, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa,
matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan,
kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
8.
Kelompok mata
pelajaran estetika bertujuan membentuk karakter peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang
relevan.
9.
Kelompok mata
pelajaran Jasmani, olah raga dan kesehatan bertujuan membentuk karakter peserta
didik agar sehat jasmani dan rohani, danmenumbuhkan rasa sportifitas. Tujuan
ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga,
pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
1.
Tujuan Pembelajarn/Instruksional
Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran
atau tujuan instruksional merupakan tujuan yang paling khusus dan merupakan
bagian dari tujuan kurikuler. Tujuan pembelajran dapat didefinisikan sebagai
kemampuan yang harus dimiliki anak didik setelah mereka mempelajari bahasan
tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena hanya
guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang
akan melakukan pembelajaran di suatu sekolah, maka menjabarkan tujuan
pembelajaran ini adalah tugas guru. Sebelum guru melakukan proses belajar
mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh
anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
5
0 komentar:
Posting Komentar