Selasa, 19 November 2013

soal

TUGAS KELOMPOK YANG KEEMPAT
Medan, 09 Oktober 2013

Kelompok IV :
1.      NANDA BANI IFHAN                    7111341005
2.      MUTIARA SHIFA                            7111541011
3.      MUAMMAR RINALDI                    7111541010
4.      CHRISTINE NR. SIMARMATA     7113341007
5.      CLARA MARIANA SIHOTANG   7113341008

Soal !
Rumuskan tujuan pembelajaran dari indikator materi pokok tertentu sesuai sillabus bidang studi ekonomi SMA ! (rumus ABCD)

Jawaban
Materi Pokok
Perilaku konsumen dan produsen
Uraian Materi
1.      Manfaat dan nilai suatu barang
2.      Hukum Gossen I dan II
3.      Teori perilaku konsumen
4.      Pola hidup hemat dan bersahaja
5.      Persamaan produksi
6.      Teori produksi
7.      Perilaku produsen yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan yang merugikan masyarakat.

Standar Kompetensi (SK)
Memahami konsep ekonomi dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi produsen dan konsumen
Kompetensi Dasar (KD)
Mendeskripsikan pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi
Indikator
A.    Kognitif
·         Produk
1.      Mendeskripsikan manfaat dan nilai suatu barang.
2.      Membuat kesimpulan tentang hukum Gossen.
3.      Mendeskripsikan teori perilaku konsumen.
4.      Menerapkan pola hidup hemat dan bersahaja dalam perilaku konsumen.
5.      Membuat kesimpulan dari tabel dan grafik persamaan produksi.
6.      Mendeskripsikan teori produksi.
7.      Mengidentifikasi perilaku produsen yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan yang merugikan masyarakat.

·         Proses
Silahkan di isi sesuai dengan cara yang akan anda lakukan untuk mengajarkan materi kepada siswa,,jika anda kesulitan lihat contoh pada RPP pertemuan Pertama.

B.     Psikomotor
Silahkan di isi sesuai dengan cara yang akan anda lakukan untuk mengajarkan materi kepada siswa.

C.     Afektif

1.      Karakter
Menunjukkan perilaku berkarakter, meliputi : Cermat, Hemat, Teliti, jujur, peduli, tanggung jawab,  terbuka dan menghargai pendapat teman
2.      Keterampilan Sosial
Menunjukkan kemampuan keterampilan sosial, meliputi: kerja sama, Bertanya, menyumbang pendapat, menjadi pendengar yang baik, komunikasi,
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan,
a.       kognitif
1.      Siswa dapat mendeskripsikan manfaat dan nilai suatu barang.
2.      Siswa dapat membuat kesimpulan tentang hukum Gossen.
3.      Siswa dapat mendeskripsikan teori perilaku konsumen.
4.      Siswa dapat hidup hemat dan bersahaja.
5.      Siswa dapat membuat kesimpulan dari tabel dan grafik persamaan produksi.
6.      Siswa dapat mendeskripsikan teori produksi.
7.      Siswa dapat mengidentifikasi perilaku produsen yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan yang merugikan masyarakat.

b.      Psikomotor
Silahkan di isi sesuai dengan cara yang akan anda lakukan untuk mengajarkan materi kepada siswa,,jika anda kesulitan lihat contoh pada RPP pertemuan Pertama
c.       Afektif
·         Karakter:
Selama proses pembelajaran siswa terlibat dan dapat menunjukkan kemajuan dalam perilaku berkarakter, meliputi: Cermat,Hemat, Teliti, jujur, peduli, tanggung jawab,  terbuka dan menghargai pendapat teman sesuai dengan lembar pengamatan perilaku berkarakter.
·         Keterampilan sosial:
Selama proses pembelajaran siswa terlibat dan dapat menunjukkan kemajuan dalam keterampilan sosial, meliputi: kerja sama,Bertanya, menyumbang pendapat, menjadi pendengar yang baik, komunikasi sesuai dengan lembar pengamatan keterampilan sosial.




Sabtu, 16 November 2013

Hakekat pendidikan

HAKEKAT PENDIDIKAN
1.      Pengertian Pendidikan
Pendidikan secara etimologi, terdiri dari paedagogie dan paedagogiek. Paedagogiek berasal dari bahasa Yuninani yaitu paedagogia, terdiri dari kata paedos yang artinya anak, dan agoge yang artinya memimpin, (Purwanto.2000). Paedagogiek dapat diartikan pergaulan dengan anak-anak. Paedagogiek atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Paedagogie artinya adalah pendidikan, sedangkan paedagoog adalah pendidik atau ahli didik yakni seseorang yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhannya agar  dapat berdiri sendiri (Purwanto. 2000).
Menurut bahasa Belanda , pendidikan berasal dari kata Ofvooden yang artinya memberi makan. Setiap manusia yang diberi makan pasti akan tumbuh dan berkembang. Makanan menurut pemahaman mereka adalah berupa pendidikan, pengajaran, pemberian pengetahuan, latihan dan pemberian pengalaman.
Dalam bahasa Inggris, pendidikan adalah Education yang menekankan bahwa pendidikan tidak hanya mencakup nalar atau intelektual saja, melainkan mencakup pengembangan moral atau kepribadian, karakter atau sikap anak yang meliputi berbagai kecerdasan yang dapat dikembangkan dalam kehidupan anak sebagai manusia. Dalam pengembangan diri anak sebagai manusia dalam kegiatan pendidikan terjadi interaksi dengan lingkunggannya yang berlangsung secara formal.
Menurut bahasa Jerman, pendidikan berasal dari kata Ziechung yang artinya membawa keluar. Sedangkan menurut bahasa Romawi Kuno pendidikan adalah educare yang artinya menarik keluar. Menurut kedua pengertian ini orang atau individu memiliki potensi yang dibawa sejak lahir, yang dapat dikembangkan. Potensi ini masih tersimpan dan belum berkembang. Tugas pendidikan adalah menarik keluar, membawa keluar potensi-potensi yang dimiliki anak, yang berarti membina dan mengembangkannya sehingga menjadi realita atau kenyataan. Tugas pendidik dalam pendidikan adalah membimbing, memimpin dan mengarahkan anak didik (peran peserta didik) dalam pertumbuhannya agar menjadi manusia yang dapat berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri.
Kegiatan pendidikan yang dilaksanakan melalui hubungan antara pendidik dan peserta didik merupakan upaya yang istimewa dan unik. Istimewa disini dikarenakan dengan pendidikanlah (individu) manusia dipersiapkan untuk menjalani kehidupannya, serta di arahkan dan dimungkinkan untuk mencapai kehidupannya. Sedangkan unik, dikarenakan pendidikan mengandung cirri-ciri yang khas yang tidak terdapat pada kegiatan-kegiatan yang lain dan sifatnya selalu situasional dan kontekstual (Prayitno. 2000).
Pendidikan dapat diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu kearah kedewasaan dan kematangan. Pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri, pengenalan itu tidak cukup hanya bersifat objektif atau subyektif, tetapi harus kedua-duanya.  Freire (2004) menyatakan pendidikan untuk pembebasan, bukan untuk penguasaan (dominasi), pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, atau penjinakan social budaya (social and cultural domestication).
Pendidikan merupakan pemberdayaan sumber daya manusia. Makna pendidikan adalah memberikan kebebasan pada seseorang untuk pengembangan dirinya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dalam proses pemberdayaan, peserta didik  dididik dan di bimbing menjadi SDM yang memiliki visi, berpijak diatas realita, selalu berhadapan dengan orang lain, dan sebagai orang yang berani.  Sarah Cook & Steve Macaulay (dalam Nursid Sumaatmadja. 2002: 80) menjelaskan ada empat dimensi, yaitu visi, realita, orang (manusia lain), dan keberanian. Keempat dimensi ini harus dimiliki oleh orang atau kepemimpinan yang ber-empowerment. Jan Carizon (dalam Nursid Sumaatdja. 2002:79) tentang pengertian empowerment: “ Empowerment adalah pembebasan seseorang dari kendali yang kaku… dan memberikan orang tersebut kebebasan untuk bertanggungjawab terhadap ide-idenya, dan keputusan-keputusannya, tindakan-tindakannya.

Pada hakekatnya pendidikan itu bukan membentuk, bukan menciptakan seperti yang diinginkan, tetapi menolong, membantu dalam arti luas. Membantu menyadarkan anak tentang potensi yang ada padanya, membantu mengembangkan potensi seoptimal mungkin, memberikan pengetahuan dan keterampilan, memberikan latihan-latihan, memotivasi untuk terlibat dalam pengalaman-pengalaman yang berguna, mengusahakan lingkungan yang serasi dan kondusif untuk belajar, mengarahkan bila ada penyimpangan, mengolah materi pelajaran sehingga peserta didik bernafsu untuk menguasainya, mengusahan alat-alat, meningkatkan intensitas proses pembelajaran.

Minggu, 10 November 2013

tujuan pendidikan nasional

TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
Tujuan Pendidikan Nasional
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia). Tujuan universitas di Eropah adalah mencari kebenaran. Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan negara; pendidikan dirancang adalah untuk kepentingan negara.[1]  UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang".[2] Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."[3]
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".[4]
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan."[5] Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."[6]
Bila dipelajari, secara konseptual tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Namun, apakah tujuan pendidikan ini dijabarkan secara konsisten di dalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran? Jawabannya masih diragukan.
Manusia Sebagai Fokus Pendidikan
Secara umum, alam menjadi titik sentral pendidikan; alam menjadi tujuan. Manusia menjadi "budak" dari alam; ilmu, teknologi dan dan hal-hal yang bersifat pragmatis termasuk uang, mengambil tempat paling penting. Pendidikan yang berpusat pada manusia semakin tersingkir. Ini tidak lepas dari sosok yang paling berpengaruh dalam dunia pendidikan, John Dewey. Ia tokoh pendidikan Amerika Serikat pada awal dan pertengahan abad ke-20 dan menggulirkan konseppragmatisme. John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah penyesuaian pribadi yang bertumbuh terhadap lingkungannya (education is " adjusment of the growing personality to its environment). Ia membuat lingkungan menjadi pusat pendidikan.[7] Bagi Dewey, manusia itu harus disesuaikan terhadap lingkungannya tanpa menyebut defenisi "lingkungan" (environment) secara jelas."

Manusia sebagai makhluk PAEDAGOGIK
Mahluk paedagogik ialah mahluq Alloh yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Mahluq itu adalah manusia. Sehingga mampu menjadi kholifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Alloh berupa bentuk yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk yang mulia, pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah itu. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan mahluk yang lain dan membuat manusia itu istimewa dan lebih mulia dan sekaligus berarti bahwa manusia adalah mahluk paedagogik.[8]
Para elit pendidikan negeri ini menyelipkan pikiran John Dewey dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lebih jelas dalam pasal 15. Pada pasal ini tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.[9] Pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, falsafah pragmatisme masih kental sekalipun dalam undang-undang itu tidak disebutkan secara vulgar.[10] Namun dalam praktek sehari-hari,pikiran John Dewey-lah yang dominan. Manusia adalah mahluk yang paling penting dari seluruh yang dicipta; manusia seharusnya menjadi fokus pendidikan. Ini sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bahkan dalam pandangan agama-agama dari Timur, yang dianggap sebagi agama monoteisme, manusia merupakan sosok yang sentral dalam penciptaan. Segala sesuatu dicipta untuk manusia. Tuhan mencipta terang, cakrawala, laut, darat, semua jenis tumbuh-tumbuhan, matahari, bulan, bintang, semua mahluk hidup di laut seperti ikan, dan di darat, dan segala jenis burung di udara. Dan terakhir, Ia mencipta manusia.
Manusia merupakan mahkota dari seluruh ciptaan. Ia menjadi pusat dari alam semesta. Segala sesuatu sudah disediakan sebelum manusia eksis di bumi. Bahkan taman yang indah, Taman Firdaus pun, disiapkan untuk mereka sehingga pasangan suami-isteri itu tidak perlu bersusah payah mencari kebutuhan hidup dan tempatnya. Bukan hanya sebagai mahkota dari seluruh ciptaan, manusia diberi tugas untuk menguasai seluruh ciptaan- mulai dari ikan-ikan yang ada di laut dan burung-burung di udara, dan semua mahluk yang bergerak di bumi. Seluruh alam semesta ada dalam kekuasaan manusia. Sangat ironis melihat dunia pendidikan kita. Manusia bukan sosok yang paling penting dalam dunia pendidikan. Manusia bukan fokus pendidikan, tetapi yang menjadi fokusnya adalah uang, keuntungan, kurikulum dan berbagai hal lainnya yang termasuk dalam kategori alam
Menilai Tinggi Kecerdasan Melalui Pendidikan
Ahli pendidikan Inggris, Alfred North Whitehead, mengatakan bahwa "di tengah-tengah suasana kehidupan modern, hukumnya mutlak. Suatu bangsa yang tidak menilai tinggi kecerdasan yang terlatih dinasibkan tenggelam dalam sejarah.[11] Baik segala kepahlawananya, baik semua kelincahannya, semua kemenangan yang telah dicapai di darat ataupun di laut, akan mampu menolak balik dorongan nasib. Hari ini bangsa itu mungkin bisa bertahan. Besok, ilmu pengetahuan akan maju lagi satu langkah. Bagi suatu bangsa yang tidak berpendidikan, tidak ada suatu mahkamah pun ke mana dia dapat memajukan pengaduan atas hukuman yang telah dijatuhkan kepada bangsa yang tidak berpendidikan."
Yukichi Fukuzawa (1835-1904) dalam bukunya berjudul Gakumon no Susume (suatu Imbauan untuk Belajar) menulis, "Tuhan tidak menakdirkan seorang pada tempat di atas atau di bawah seseorang yang lain. Ini berarti bahwa kalau mereka dilahirkan, mereka sama derajatnya. Namun, kalau kita melayangkan pandangan atas suasana manusia yang sebenarnya, kita jumpai mereka yang pandai dan yang bodoh, mereka yang berderajat rendah. Suasana mereka sangat berbeda seakan-akan antara awan dan lumpur. Sebab-sebab adanya suasana demikian itu jelas sekali. Kalau seseorang tidak menuntut ilmu, ia akan tetap dalam kegelapan, dan seseorang yang berada dalam kegelapan adalah orang bodoh. Oleh sebab itu, perbedaan antara pandai dan bodoh, pada hakekatnya, ditetapkan oleh pendidikan."[12]
Pentingnya menilai tinggi kecerdasan, para pendiri republik ini telah memasukkan topik pendidikan dalam konstitusi. UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."[13] Pasal 31, ayat 5menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."[14] Bahkan dalam konsititusi yang telah diamendemen telah dicantumkan Sekilas negeri ini menilai tinggi kecerdasan. Namun, apa yang telah dihasilkan dunia pendidikan kita? Setelah lebih 64 tahun negeri ini merdeka, khususnya pada dua dekade terakhir, dunia pendidikan kita hanya menghasilkan siswa tauran, mahasiwa yang menjiplak, pejabat yang koruptor, warga yang masih percaya kepada dukun, pekerja yang mau berpenghasilan tinggi tetapi tidak mau bekerja keras, penduduk yang mudah emosi, dan berbagai karakter-karakter buruk lainnya. Banyak berita-berita yang berkaitan dengan moral disajikan di publik bahkan sampai ada yang berani melakukan hubungan seks di luar nikah dan disebarkan ke publik.
Jelaslah bahwa pendidikan bukanlah hanya semata-mata soal anggaran. Pendidikan bukan hanya semata-mata melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh para elit politik dan pemerintah lewat Undang-Undang Pendidikan dan kebijakan-kebijakan pendidikan. Pendidikan bukan hanya semata-mata melaksanakan kurikulum. Jauh lebih penting dari itu adalah falsafah pendidikan; apa falsafah terhadap murid, kurikulum pendidikan dan guru. Dan yang tidak bisa diabaikan juga adalah bagaimana falsafah itu dijabarkan dalam tataran praktis.
Oleh karena begitu pentingnya menilai tinggi kecerdasan, pada halaman ini disajikan topik seputar pendidikan. Kita akan lihat falsafah pendidikan, tujuan pendidikan, relasi antara pendidikan dan negara, peran pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan dan lewat jalur apa pendidikan yang baik diperjuangkan. Minimum 20 % dari anggaran belanja negara disisihkan untuk pendidikan.
Tanggung Jawab dan Peran Orang Tua dalam Pendidikan
Kisruhnya pendidikan di republik ini berkaitan dengan lemahnya peranan orang tua dan masyarakat. Pendidikan diserahkan hampir sepenuhnya kepada pemerintah.Minim perhatian terhadap apa yang terjadi di seputar pendidikan baik itu guru, kurikulum dan metode pengajaran. Tidak heran pendidikan di republik ini menghasilkan manusia-manusia yang tidak sesuai dengan harapan. Peran orang tua dalam pendidikan tidak bisa dilepaskan dari tugas manusia secara umum. Dari sejarah dapat dilihat bahwa tugas pokok manusia tersimpan dalam kutipan berikut, "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.[15]
Bila dipilah, tugas pertama manusia adalah beranak cucu dan bertambah banyak. Manusia diberi mandat untuk mempunyai keturunan yang berkualitas;baik rohani, intelek, emosi, kehendak dan phisik yang sehat. Dengan kata lain, manusia diperintahkan untuk menghasilkan manusia yang seutuhnya, yaitu manusia yang mirip dengan Penciptanya. Hati, pikiran, emosi, kehendak dan tindakannya seirama dengan hati, pikiran, emosi, kehendak dan tindakan Penciptanya.
Pendidikan di Rumah
    Yaitu: Pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarga yang masih dalam usia sekolah. Sesuai dengan kebijakan Wajar Dikdas usia itu antara 6 sampai 17 tahun.Pendidikan ini diselenggarakan atas dasar :
·         Menjaga anak-anak dari kontaminasi aliran / falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi keluarga.
·         Menjaga anak-anak agar selamat dari pengaruh negative lingkungan
·         Menyelamatkan anak secara fisik dan mental dari kelompok sebayanya
·         Menghemat biaya pendidikan
·         Memberikan pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.[16]
Tugas manusia yang kedua adalah memenuhi dan menaklukkan bumi dan menguasai yang ada di dalamnya. Ada hubungan yang tidak terpisahkan antara tugas yang pertama dan yang kedua. Dengan bertambahnya keturunan manusia yang "seutuhnya", diharapkan daerah-daerah yang kosong dapat dihuni, dikuasai, dan dipelihara. Ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi ada dalam kuasa mereka. Mereka harus merawat lingkungan di mana mereka hidup, memelihara tanah agar tetap baik dan subur, menjaga binatang agar tetap lestari. Dengan kata lain, manusia diberi kuasa untuk memelihara dan mengembangkan bumi dan segala isinya.[17]
Dalam kedua tugas itu sudah tersimpan esensi pendidikan. Peran orang tua sangat besar dalam mendidik anaknya dan merupakan hal yang alami. Seorang ibu yang melahirkan anak menjaga dan memeliharanya dengan baik. Ibu menyusui anaknya; orang tua memperkenalkan alam kepada anaknya: bunga di halaman rumah, burung dalam sangkar dan yang lain-lain. Mereka terus mendidik anaknya dengan sabar agar dapat mengucapkan kata, berbicara, makan dan berjalan sendiri. Mereka mengenalkan alam kepada anaknya dan memberikan contoh bagaimana melakukan tugas sehari-hari di rumah: mencuci piring, memasak, membersihkan rumah dan sebagainya. Bahkan sampai menginjak dewasa, orang tua masih terus mendidik anaknya agar menjadi anak yang mandiri dan matang, dan dapat menjalani hidupnya sendiri. Selain itu, orang tua memberikan nilai-nilai etis: apa yang baik dan yang tidak baik bagi masyarakat.[18]
Apa yang diberikan orang tua kepada putra-putrinya merupakan esensi dari pendidikan secara umum. Orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Orang tua mendidik anaknya tentang prinsip hidup; bagaimana anak seharusnya hidup; bagaimana anak berinteraksi kepada Penciptanya, sesaama manusia dan alam. Meminjam istilah para filosof, orang tua mengajarkan kebenaran kepada putra-putrinya. Apakah peran orang tua masih dominan dalam pendidikan anak-anaknya sekarang? Tugas itu, bila tidak semuanya, hampir semua sudah diambil alih oleh pemerintah. Hak mendidik anak yang seharusnya merupakan tanggung jawab orang tua, sekarang ada di tangan pemerintah. Pemerintah menentukan kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan. Pemerintah menentukan apa yang akan diajarkan kepada siswa dan menentukan siapa yang mendidik mereka.
Menurut John Naisbitt ada 10 kecenderungan besar dalam masyarakat masa depan diantara megatrend itu yang mempunyai kaitan langsung dengan pendidikan yaitu :
§  Perkembangan dari masyarakat industri maju ke masyarakat informasi
§   Digunakan teknologi tinggi dengan sentuhan yang tinggi
§  Digantikan perencanaan jangka pendek dengan perencanaan jangka panjang
§  Perkembangan dari sentralisasi ke desentralisasi
§  Perkembangan dari demokrasi representatif ke demokrasi partisipatif
§  Perkembangan dari pola hierarki ke pola jaringan
§  Perkembangan dari pilihan antara dua kemungkinan kepada pilihan majemuk.[19]
Peran pemerintah yang begitu besar mengundang beberapa pertanyaan. Apakah ada garansi bahwa guru mendidik murid seperti orang tua mendidik anaknya? Apakah ada garansi bahwa materi pendidikan sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tua? Sejauh mana seharusnya pemerintah menentukan kebijakan pendidikan? Namun, masyarakat tidak begitu perduli dengan hal ini. Kalaupun ada yang peduli, isu-isu yang mereka ajukan tidak diabaikan. Dituntut sebuah kesadaran dan peran orang tua dan masyarakat untuk memperjuangkan pendidikan yang baik. Masih diperlukan banyak pemikiran bagaimana pendidikan yang menghasilkan anak didik yang taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan yang berkarakter.
























DAFTAR RUJUKAN

http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
Arif AM, M. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Kertosono:IRReS kerjasama dengan STAIM Press. Arif AM, M. 2010. Teknologi Pendidikan. Kediri:STAIN Kediri Press.
UUD 1945 (versi Amendemen),
Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas  Surabaya:Wacana Intelektual, cet. I th 2009

[1] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html
[2] UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3
[3] UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3
[4] Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas  Pasal 3, Surabaya:Wacana Intelektual, cet. I th 2009, hlm, 339.
[5] Undang-Undang No. 2/1989, pasal  4.
[6] Undang-Undang No. 2/1989, pasal 15.
[7] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html
[8] M. Arif AM. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Kertosono:IRReS kerjasama dengan STAIM Press, hlm. 12.
[9] Undang-Undang No. 2/1989, pasal 15.
[10] Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas  Surabaya:Wacana Intelektual, cet. I th 2009, hlm, 338.
[11] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[12] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[13] UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3.
[14]  UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 5.
[15] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[16] M. Arif AM. 2010. Teknologi Pendidikan. Kediri:STAIN Kediri Press. Hlm. 121.
[17] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[18] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[19] M. Arif AM. 2010. Teknologi Pendidikan. Kediri:STAIN Kediri Press. Hlm. 154.

TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan sering bersifat sangat umum, seperti menjadi manusia yang baik, bertanggung jawaab, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara, dan sebagainya.
Dalam dunia pendidikan dikenal sejumlah usaha untuk menguraikan tujuan yang sangat umum tersebut. Salah seorang diantaranya adalah Herbert Spencer (1860) yang menganalisis tujuan pendidikan dalam lima bagian, yang berkenaan dengan:
1.      Kegiatan demi kelangsungan hidup.
2.      Usaha mencari nafkah.
3.      Pendidikan anak.
4.      Pemeliharaan hubungan dengan masyarakat dan negara.
5.      Penggunaan waktu senggang.
Tujuan pendidikan yang dikemukakan Herbert Spencer tersebut didasarkan atas apa yang dianggapnya paling berharga dan perlu untuk setiap orang bagi kehidupannya dalam masyarakat.1
Bloom cs mebedakan tiga kategori tujuan pendidikan, yaitu2;
1.      Kognitif (head)
Tujuan kognitif berkenaan dengan kemampuan individual mengenal dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental.
1.      Afektif (heart)
Tujuan afektif mengenai perkembangan sikap, perasaan, dan nilai-nilai atau perkembangan emosional dan moral.
1.      Psikomotor (hand)
Tujuan psikomotor menyangkut perkembangan keterampilan yang mengandung unsur motoris.
Tujuan kognitif dibagi dalam 6 bagian, yairu;
·         Knowledge (Pengetahuan)
Meliputi informasi dan fakta yang dapat dikuasai melalui hafalan untuk diingat.
·         Comprehension (Pemahaman)
Merupakan kesanggupan untuk menyatakan suatu definisi, rumusan, menafsirkan suatu teori.
·         Application (Penerapan)
Merupakan kesanggupan menerapkan atau menggunakan suatu pengertian, konsep, prinsip, teori yang memerlukan penguasaan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam.
·         Analysis (Analisis)
Yaitu kemampuan untuk menguraikan sesuatu dalam unsur-unsurnya misalnya analisis hubungan antara masyarakat dengan alam dan jagad raya.
·         Synthesis (Sintesis)
Yaitu kesanggupan untuk melihat hubungan antara sejumlah unsur.
·         Evaluation (Penilaian)
Penilaian berdasarkan bukti-bukti atau kriteria tertentu.
Tujuan afektif dibagi dalam 5 bagian, yaitu;
·         Receiving
Menerima, menaruh perhatian terhadap nilai tertentu.
·         Responding (Merespon)
Yaitu memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu, menunjukan kesediaan dan kerelaan untuk merespon, merasa puas dalam merespon.
·         Valuing (Menghargai)
Yaitu menerima suatu norma, menghargai suatu norma, dan mengikat diri pada norma tersebut.
·         Organization (Organisasi)
Membentuk suatu konsep tentang suatu nilai, menyusun suatu sistem nilai-nilai.
·         Characterization by Value or Value Complex
Mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga merupakan watak seseorang, norma itu menjadi bagian diri pribadi.
Tingkatan Tujuan
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu;
1.      Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
TPN adalah tujuan yang bersuifat paling umum dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman leh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk prilaku yang ideal sesuai dengan pandagan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang. TPN merupakan sumber dan pedoman dalam usaha penyelengggaraan pendidikan.
Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bengsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”3.
1.      Tujuan Institusional
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain, tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, seperti standar kompetensi pendidikan dasar, menengah kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut4
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berahlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
1.      Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional.
Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan , dan khusus pada jenjang pendidikan dan menengah terdiri atas;5
1.      Kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia
2.      Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3.      Kelompok mata pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.      Kelompok mata pelajaran estetika.
5.      Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, maka Badan Standar Nasional Pendidikan merumuskan tujuan setiap kelompok mata pelajaran sebagai berikut
1.      Kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia bertujuan; membantu peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berahlak mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga dan kesehatan.
2.      Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan; membentuk peserta didik menjadi manusia menjadi memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, ahlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
3.      Kelompok mata pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.
4.      Pada Satuan Pendidikan SD/MI/SD-LB/Paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pemngetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
5.      Pada Satuan Pendidikan SMP/MTs/SMP-LB/Paket B, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan.
6.      Pada Satuan Pendidikan SMA/MA/SMA-LB/Paket C, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
7.      Pada Satuan Pendidikan SMK/MAK, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
8.      Kelompok mata pelajaran estetika bertujuan membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
9.      Kelompok mata pelajaran Jasmani, olah raga dan kesehatan bertujuan membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, danmenumbuhkan rasa sportifitas. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
1.      Tujuan Pembelajarn/Instruksional
Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional merupakan tujuan yang paling khusus dan merupakan bagian dari tujuan kurikuler. Tujuan pembelajran dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran di suatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran ini adalah tugas guru. Sebelum guru melakukan proses belajar mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.


1 Nasution. Teknologi Pendidikan,( Jakarta : PT Bumi Aksara,1999), h.17
2 Ibid.h. 24-2TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
Tujuan Pendidikan Nasional
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia). Tujuan universitas di Eropah adalah mencari kebenaran. Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan negara; pendidikan dirancang adalah untuk kepentingan negara.[1]  UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang".[2] Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."[3]
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".[4]
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan."[5] Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."[6]
Bila dipelajari, secara konseptual tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Namun, apakah tujuan pendidikan ini dijabarkan secara konsisten di dalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran? Jawabannya masih diragukan.
Manusia Sebagai Fokus Pendidikan
Secara umum, alam menjadi titik sentral pendidikan; alam menjadi tujuan. Manusia menjadi "budak" dari alam; ilmu, teknologi dan dan hal-hal yang bersifat pragmatis termasuk uang, mengambil tempat paling penting. Pendidikan yang berpusat pada manusia semakin tersingkir. Ini tidak lepas dari sosok yang paling berpengaruh dalam dunia pendidikan, John Dewey. Ia tokoh pendidikan Amerika Serikat pada awal dan pertengahan abad ke-20 dan menggulirkan konseppragmatisme. John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah penyesuaian pribadi yang bertumbuh terhadap lingkungannya (education is " adjusment of the growing personality to its environment). Ia membuat lingkungan menjadi pusat pendidikan.[7] Bagi Dewey, manusia itu harus disesuaikan terhadap lingkungannya tanpa menyebut defenisi "lingkungan" (environment) secara jelas."

Manusia sebagai makhluk PAEDAGOGIK
Mahluk paedagogik ialah mahluq Alloh yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Mahluq itu adalah manusia. Sehingga mampu menjadi kholifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Alloh berupa bentuk yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk yang mulia, pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah itu. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan mahluk yang lain dan membuat manusia itu istimewa dan lebih mulia dan sekaligus berarti bahwa manusia adalah mahluk paedagogik.[8]
Para elit pendidikan negeri ini menyelipkan pikiran John Dewey dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lebih jelas dalam pasal 15. Pada pasal ini tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.[9] Pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, falsafah pragmatisme masih kental sekalipun dalam undang-undang itu tidak disebutkan secara vulgar.[10] Namun dalam praktek sehari-hari,pikiran John Dewey-lah yang dominan. Manusia adalah mahluk yang paling penting dari seluruh yang dicipta; manusia seharusnya menjadi fokus pendidikan. Ini sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bahkan dalam pandangan agama-agama dari Timur, yang dianggap sebagi agama monoteisme, manusia merupakan sosok yang sentral dalam penciptaan. Segala sesuatu dicipta untuk manusia. Tuhan mencipta terang, cakrawala, laut, darat, semua jenis tumbuh-tumbuhan, matahari, bulan, bintang, semua mahluk hidup di laut seperti ikan, dan di darat, dan segala jenis burung di udara. Dan terakhir, Ia mencipta manusia.
Manusia merupakan mahkota dari seluruh ciptaan. Ia menjadi pusat dari alam semesta. Segala sesuatu sudah disediakan sebelum manusia eksis di bumi. Bahkan taman yang indah, Taman Firdaus pun, disiapkan untuk mereka sehingga pasangan suami-isteri itu tidak perlu bersusah payah mencari kebutuhan hidup dan tempatnya. Bukan hanya sebagai mahkota dari seluruh ciptaan, manusia diberi tugas untuk menguasai seluruh ciptaan- mulai dari ikan-ikan yang ada di laut dan burung-burung di udara, dan semua mahluk yang bergerak di bumi. Seluruh alam semesta ada dalam kekuasaan manusia. Sangat ironis melihat dunia pendidikan kita. Manusia bukan sosok yang paling penting dalam dunia pendidikan. Manusia bukan fokus pendidikan, tetapi yang menjadi fokusnya adalah uang, keuntungan, kurikulum dan berbagai hal lainnya yang termasuk dalam kategori alam
Menilai Tinggi Kecerdasan Melalui Pendidikan
Ahli pendidikan Inggris, Alfred North Whitehead, mengatakan bahwa "di tengah-tengah suasana kehidupan modern, hukumnya mutlak. Suatu bangsa yang tidak menilai tinggi kecerdasan yang terlatih dinasibkan tenggelam dalam sejarah.[11] Baik segala kepahlawananya, baik semua kelincahannya, semua kemenangan yang telah dicapai di darat ataupun di laut, akan mampu menolak balik dorongan nasib. Hari ini bangsa itu mungkin bisa bertahan. Besok, ilmu pengetahuan akan maju lagi satu langkah. Bagi suatu bangsa yang tidak berpendidikan, tidak ada suatu mahkamah pun ke mana dia dapat memajukan pengaduan atas hukuman yang telah dijatuhkan kepada bangsa yang tidak berpendidikan."
Yukichi Fukuzawa (1835-1904) dalam bukunya berjudul Gakumon no Susume (suatu Imbauan untuk Belajar) menulis, "Tuhan tidak menakdirkan seorang pada tempat di atas atau di bawah seseorang yang lain. Ini berarti bahwa kalau mereka dilahirkan, mereka sama derajatnya. Namun, kalau kita melayangkan pandangan atas suasana manusia yang sebenarnya, kita jumpai mereka yang pandai dan yang bodoh, mereka yang berderajat rendah. Suasana mereka sangat berbeda seakan-akan antara awan dan lumpur. Sebab-sebab adanya suasana demikian itu jelas sekali. Kalau seseorang tidak menuntut ilmu, ia akan tetap dalam kegelapan, dan seseorang yang berada dalam kegelapan adalah orang bodoh. Oleh sebab itu, perbedaan antara pandai dan bodoh, pada hakekatnya, ditetapkan oleh pendidikan."[12]
Pentingnya menilai tinggi kecerdasan, para pendiri republik ini telah memasukkan topik pendidikan dalam konstitusi. UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."[13] Pasal 31, ayat 5menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."[14] Bahkan dalam konsititusi yang telah diamendemen telah dicantumkan Sekilas negeri ini menilai tinggi kecerdasan. Namun, apa yang telah dihasilkan dunia pendidikan kita? Setelah lebih 64 tahun negeri ini merdeka, khususnya pada dua dekade terakhir, dunia pendidikan kita hanya menghasilkan siswa tauran, mahasiwa yang menjiplak, pejabat yang koruptor, warga yang masih percaya kepada dukun, pekerja yang mau berpenghasilan tinggi tetapi tidak mau bekerja keras, penduduk yang mudah emosi, dan berbagai karakter-karakter buruk lainnya. Banyak berita-berita yang berkaitan dengan moral disajikan di publik bahkan sampai ada yang berani melakukan hubungan seks di luar nikah dan disebarkan ke publik.
Jelaslah bahwa pendidikan bukanlah hanya semata-mata soal anggaran. Pendidikan bukan hanya semata-mata melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh para elit politik dan pemerintah lewat Undang-Undang Pendidikan dan kebijakan-kebijakan pendidikan. Pendidikan bukan hanya semata-mata melaksanakan kurikulum. Jauh lebih penting dari itu adalah falsafah pendidikan; apa falsafah terhadap murid, kurikulum pendidikan dan guru. Dan yang tidak bisa diabaikan juga adalah bagaimana falsafah itu dijabarkan dalam tataran praktis.
Oleh karena begitu pentingnya menilai tinggi kecerdasan, pada halaman ini disajikan topik seputar pendidikan. Kita akan lihat falsafah pendidikan, tujuan pendidikan, relasi antara pendidikan dan negara, peran pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan dan lewat jalur apa pendidikan yang baik diperjuangkan. Minimum 20 % dari anggaran belanja negara disisihkan untuk pendidikan.
Tanggung Jawab dan Peran Orang Tua dalam Pendidikan
Kisruhnya pendidikan di republik ini berkaitan dengan lemahnya peranan orang tua dan masyarakat. Pendidikan diserahkan hampir sepenuhnya kepada pemerintah.Minim perhatian terhadap apa yang terjadi di seputar pendidikan baik itu guru, kurikulum dan metode pengajaran. Tidak heran pendidikan di republik ini menghasilkan manusia-manusia yang tidak sesuai dengan harapan. Peran orang tua dalam pendidikan tidak bisa dilepaskan dari tugas manusia secara umum. Dari sejarah dapat dilihat bahwa tugas pokok manusia tersimpan dalam kutipan berikut, "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.[15]
Bila dipilah, tugas pertama manusia adalah beranak cucu dan bertambah banyak. Manusia diberi mandat untuk mempunyai keturunan yang berkualitas;baik rohani, intelek, emosi, kehendak dan phisik yang sehat. Dengan kata lain, manusia diperintahkan untuk menghasilkan manusia yang seutuhnya, yaitu manusia yang mirip dengan Penciptanya. Hati, pikiran, emosi, kehendak dan tindakannya seirama dengan hati, pikiran, emosi, kehendak dan tindakan Penciptanya.
Pendidikan di Rumah
    Yaitu: Pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarga yang masih dalam usia sekolah. Sesuai dengan kebijakan Wajar Dikdas usia itu antara 6 sampai 17 tahun.Pendidikan ini diselenggarakan atas dasar :
·         Menjaga anak-anak dari kontaminasi aliran / falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi keluarga.
·         Menjaga anak-anak agar selamat dari pengaruh negative lingkungan
·         Menyelamatkan anak secara fisik dan mental dari kelompok sebayanya
·         Menghemat biaya pendidikan
·         Memberikan pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.[16]
Tugas manusia yang kedua adalah memenuhi dan menaklukkan bumi dan menguasai yang ada di dalamnya. Ada hubungan yang tidak terpisahkan antara tugas yang pertama dan yang kedua. Dengan bertambahnya keturunan manusia yang "seutuhnya", diharapkan daerah-daerah yang kosong dapat dihuni, dikuasai, dan dipelihara. Ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi ada dalam kuasa mereka. Mereka harus merawat lingkungan di mana mereka hidup, memelihara tanah agar tetap baik dan subur, menjaga binatang agar tetap lestari. Dengan kata lain, manusia diberi kuasa untuk memelihara dan mengembangkan bumi dan segala isinya.[17]
Dalam kedua tugas itu sudah tersimpan esensi pendidikan. Peran orang tua sangat besar dalam mendidik anaknya dan merupakan hal yang alami. Seorang ibu yang melahirkan anak menjaga dan memeliharanya dengan baik. Ibu menyusui anaknya; orang tua memperkenalkan alam kepada anaknya: bunga di halaman rumah, burung dalam sangkar dan yang lain-lain. Mereka terus mendidik anaknya dengan sabar agar dapat mengucapkan kata, berbicara, makan dan berjalan sendiri. Mereka mengenalkan alam kepada anaknya dan memberikan contoh bagaimana melakukan tugas sehari-hari di rumah: mencuci piring, memasak, membersihkan rumah dan sebagainya. Bahkan sampai menginjak dewasa, orang tua masih terus mendidik anaknya agar menjadi anak yang mandiri dan matang, dan dapat menjalani hidupnya sendiri. Selain itu, orang tua memberikan nilai-nilai etis: apa yang baik dan yang tidak baik bagi masyarakat.[18]
Apa yang diberikan orang tua kepada putra-putrinya merupakan esensi dari pendidikan secara umum. Orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Orang tua mendidik anaknya tentang prinsip hidup; bagaimana anak seharusnya hidup; bagaimana anak berinteraksi kepada Penciptanya, sesaama manusia dan alam. Meminjam istilah para filosof, orang tua mengajarkan kebenaran kepada putra-putrinya. Apakah peran orang tua masih dominan dalam pendidikan anak-anaknya sekarang? Tugas itu, bila tidak semuanya, hampir semua sudah diambil alih oleh pemerintah. Hak mendidik anak yang seharusnya merupakan tanggung jawab orang tua, sekarang ada di tangan pemerintah. Pemerintah menentukan kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan. Pemerintah menentukan apa yang akan diajarkan kepada siswa dan menentukan siapa yang mendidik mereka.
Menurut John Naisbitt ada 10 kecenderungan besar dalam masyarakat masa depan diantara megatrend itu yang mempunyai kaitan langsung dengan pendidikan yaitu :
§  Perkembangan dari masyarakat industri maju ke masyarakat informasi
§   Digunakan teknologi tinggi dengan sentuhan yang tinggi
§  Digantikan perencanaan jangka pendek dengan perencanaan jangka panjang
§  Perkembangan dari sentralisasi ke desentralisasi
§  Perkembangan dari demokrasi representatif ke demokrasi partisipatif
§  Perkembangan dari pola hierarki ke pola jaringan
§  Perkembangan dari pilihan antara dua kemungkinan kepada pilihan majemuk.[19]
Peran pemerintah yang begitu besar mengundang beberapa pertanyaan. Apakah ada garansi bahwa guru mendidik murid seperti orang tua mendidik anaknya? Apakah ada garansi bahwa materi pendidikan sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tua? Sejauh mana seharusnya pemerintah menentukan kebijakan pendidikan? Namun, masyarakat tidak begitu perduli dengan hal ini. Kalaupun ada yang peduli, isu-isu yang mereka ajukan tidak diabaikan. Dituntut sebuah kesadaran dan peran orang tua dan masyarakat untuk memperjuangkan pendidikan yang baik. Masih diperlukan banyak pemikiran bagaimana pendidikan yang menghasilkan anak didik yang taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan yang berkarakter.
























DAFTAR RUJUKAN

http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
Arif AM, M. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Kertosono:IRReS kerjasama dengan STAIM Press. Arif AM, M. 2010. Teknologi Pendidikan. Kediri:STAIN Kediri Press.
UUD 1945 (versi Amendemen),
Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas  Surabaya:Wacana Intelektual, cet. I th 2009

[1] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html
[2] UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3
[3] UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3
[4] Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas  Pasal 3, Surabaya:Wacana Intelektual, cet. I th 2009, hlm, 339.
[5] Undang-Undang No. 2/1989, pasal  4.
[6] Undang-Undang No. 2/1989, pasal 15.
[7] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html
[8] M. Arif AM. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Kertosono:IRReS kerjasama dengan STAIM Press, hlm. 12.
[9] Undang-Undang No. 2/1989, pasal 15.
[10] Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Tentang Sisdiknas  Surabaya:Wacana Intelektual, cet. I th 2009, hlm, 338.
[11] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[12] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[13] UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3.
[14]  UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 5.
[15] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[16] M. Arif AM. 2010. Teknologi Pendidikan. Kediri:STAIN Kediri Press. Hlm. 121.
[17] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[18] http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
[19] M. Arif AM. 2010. Teknologi Pendidikan. Kediri:STAIN Kediri Press. Hlm. 154.

TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan sering bersifat sangat umum, seperti menjadi manusia yang baik, bertanggung jawaab, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara, dan sebagainya.
Dalam dunia pendidikan dikenal sejumlah usaha untuk menguraikan tujuan yang sangat umum tersebut. Salah seorang diantaranya adalah Herbert Spencer (1860) yang menganalisis tujuan pendidikan dalam lima bagian, yang berkenaan dengan:
1.      Kegiatan demi kelangsungan hidup.
2.      Usaha mencari nafkah.
3.      Pendidikan anak.
4.      Pemeliharaan hubungan dengan masyarakat dan negara.
5.      Penggunaan waktu senggang.
Tujuan pendidikan yang dikemukakan Herbert Spencer tersebut didasarkan atas apa yang dianggapnya paling berharga dan perlu untuk setiap orang bagi kehidupannya dalam masyarakat.1
Bloom cs mebedakan tiga kategori tujuan pendidikan, yaitu2;
1.      Kognitif (head)
Tujuan kognitif berkenaan dengan kemampuan individual mengenal dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental.
1.      Afektif (heart)
Tujuan afektif mengenai perkembangan sikap, perasaan, dan nilai-nilai atau perkembangan emosional dan moral.
1.      Psikomotor (hand)
Tujuan psikomotor menyangkut perkembangan keterampilan yang mengandung unsur motoris.
Tujuan kognitif dibagi dalam 6 bagian, yairu;
·         Knowledge (Pengetahuan)
Meliputi informasi dan fakta yang dapat dikuasai melalui hafalan untuk diingat.
·         Comprehension (Pemahaman)
Merupakan kesanggupan untuk menyatakan suatu definisi, rumusan, menafsirkan suatu teori.
·         Application (Penerapan)
Merupakan kesanggupan menerapkan atau menggunakan suatu pengertian, konsep, prinsip, teori yang memerlukan penguasaan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam.
·         Analysis (Analisis)
Yaitu kemampuan untuk menguraikan sesuatu dalam unsur-unsurnya misalnya analisis hubungan antara masyarakat dengan alam dan jagad raya.
·         Synthesis (Sintesis)
Yaitu kesanggupan untuk melihat hubungan antara sejumlah unsur.
·         Evaluation (Penilaian)
Penilaian berdasarkan bukti-bukti atau kriteria tertentu.
Tujuan afektif dibagi dalam 5 bagian, yaitu;
·         Receiving
Menerima, menaruh perhatian terhadap nilai tertentu.
·         Responding (Merespon)
Yaitu memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu, menunjukan kesediaan dan kerelaan untuk merespon, merasa puas dalam merespon.
·         Valuing (Menghargai)
Yaitu menerima suatu norma, menghargai suatu norma, dan mengikat diri pada norma tersebut.
·         Organization (Organisasi)
Membentuk suatu konsep tentang suatu nilai, menyusun suatu sistem nilai-nilai.
·         Characterization by Value or Value Complex
Mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga merupakan watak seseorang, norma itu menjadi bagian diri pribadi.
Tingkatan Tujuan
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu;
1.      Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
TPN adalah tujuan yang bersuifat paling umum dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman leh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk prilaku yang ideal sesuai dengan pandagan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang. TPN merupakan sumber dan pedoman dalam usaha penyelengggaraan pendidikan.
Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bengsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”3.
1.      Tujuan Institusional
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain, tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, seperti standar kompetensi pendidikan dasar, menengah kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut4
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berahlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
1.      Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional.
Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan , dan khusus pada jenjang pendidikan dan menengah terdiri atas;5
1.      Kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia
2.      Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3.      Kelompok mata pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.      Kelompok mata pelajaran estetika.
5.      Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, maka Badan Standar Nasional Pendidikan merumuskan tujuan setiap kelompok mata pelajaran sebagai berikut
1.      Kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia bertujuan; membantu peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berahlak mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga dan kesehatan.
2.      Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan; membentuk peserta didik menjadi manusia menjadi memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, ahlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
3.      Kelompok mata pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.
4.      Pada Satuan Pendidikan SD/MI/SD-LB/Paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pemngetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
5.      Pada Satuan Pendidikan SMP/MTs/SMP-LB/Paket B, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan.
6.      Pada Satuan Pendidikan SMA/MA/SMA-LB/Paket C, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
7.      Pada Satuan Pendidikan SMK/MAK, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
8.      Kelompok mata pelajaran estetika bertujuan membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
9.      Kelompok mata pelajaran Jasmani, olah raga dan kesehatan bertujuan membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, danmenumbuhkan rasa sportifitas. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
1.      Tujuan Pembelajarn/Instruksional
Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional merupakan tujuan yang paling khusus dan merupakan bagian dari tujuan kurikuler. Tujuan pembelajran dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran di suatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran ini adalah tugas guru. Sebelum guru melakukan proses belajar mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.


1 Nasution. Teknologi Pendidikan,( Jakarta : PT Bumi Aksara,1999), h.17
2 Ibid.h. 24-25
3 Baca Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4 Sanjaya,Wina, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2006), hl. 64
5 Ibid, h. 65
 5
3 Baca Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4 Sanjaya,Wina, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2006), hl. 64
5 Ibid, h. 65


 
ingatanku Blogger Template by Ipietoon Blogger Template