BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sumber Daya Alam
Yang dimaksud dengan sumber daya
alam adalah segala unsur alam, baik dari abiotik maupun biotik yang dapat
digunakan untuk menhasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia. Unsur alam
dapat memegang dua pernanan yang saling bertolah belakang dalam pembangunann
dan peningkatan kesejahteraan manusia. Di satu sisi, alam dapat menjadi kendala
yang menghambat, sedangkan di sisi lain, dapat bertindak sebagai sumber daya
yang mendukung peningkatan kesejahteraan manusia.
Sumber daya alam adalah lingkungan
alam yang memiliki nilai untuk memenuhi kebutuhan manusia. sumber daya alam
didefinisikan pula sebagai keadaan lingkungan dari bahan-bahan mentah yang
digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kesejahterannya.
Definisi lain menyebutkan bahwa sumber daya adalah hasil penilaian manusia
terhadap unsur-unsur lingkungan hidup yang diperlukannya. Pendapat ini membagi
sumber daya alam ke dalam tiga golongan, yaitu persediaan total yang merupakan
jumlah unsur lingkungan, sumber daya atau bagian dari persediaan total, dan
cadangan yang merupakan bagian dari sumber daya yang pasti diperoleh.
Sumber daya alam yang dapat
dipulihkan, seperti tanah, air, hutan, padang rumput, dan populasi ikan. Sumber
daya alam fisik (misalnya tanah, air, dan udara) dibedakan dari sumber daya
hayati, seperti hutan, padang rumput, tanaman pertanian-perkebunan, dan
margasatwa. Sumber daya alam yang berperan dalam pertanian adalah tanah,
matahari, udara, dan air.
Tanah
Tanah adalah tubuh alam yang
tersusun dalam bentuk profil. Tanah terdiri dari berbagai campuran mineral
pecah lapuk dan organik pengurai, sebagai lapisan tipis penutup permukaan bumi,
serta menjamin tumbuhnya tumbuhan, hewan, dan manusia.
Dalam substansi tanaH,
terdapat empat komponen utama yang mendukung kemungkinan hidupnya tumbuhan,
yaitu bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Posisi dan kedaan
komponen-komponen tersebut sangat menentukan kesuburan tanah atau penggunaan
tanah untuk macam-macam usaha tani.
Tumbuhan alamiah di suatu tempat
biasanya telah sesuai dengan persediaan air dan zat-zat hara dari tanah
tertentu yang terdapat di dalamnya. Tanah yang baik mampu menghidupi tanaman
budi daya secara intensif, akan tetapi apabila tanah dieksploitasi maka air dan
zat-zat hara alam harus ditambah dengan pengairan datau pemupukan. Dengan cari
ini, tanah dapat dikelola dan diubah secara efektif. Tanah sebagai salah satu
faktor produksi merupakan tempat produksi tanaman
berlangsung.
Pengaruh tanah
dalam pertanian dapat dibedakan secara makro dan mikro. Secara makro, tanah
sangat menentukan jenis tanaman yang dapat tumbuh di suatu daerah. Dalam
pandangan mikro, tanah dibagi atas dasar topografi, kesesuaian penggunaan,
ekologi lahan, dan jenis tanah.
Menurut
topografinya, lahan dibedakan kemiringannya menjadi empat, antara lain:
1. Lahan
dengan lereng 0-3 %: datar, termasuk rawa-rawa, untuk tanaman padi atau
perkebunan kelapa.
2. Lahan
dengan lereng 3-8 %: baik untuk tanaman setahun tertentu apabila dibuat teras
atau kontur.
3. Lahan
dengan lereng 8-15 %: baik untuk tanaman rumput sehingga cocok untuk area
peternakan.
4. Lahan
dengan lereng >15 %: baik untuk tanaman kayu sehingga cocok dijadikan area
perkebunan atau kehutanan.
Pertumbuhan
penduduk yang terus-menerus berimplikasi terhadap bidang pertanian, yaitu yang
menyangkut hubungan antara pemilik tanah dan penggarap, yang maikn lama makin
kompleks. Jika suatu daerah berpenduduk sangat padat yang jumlah petani
penyakapnya kompleks. Jika suatu daerah berpenduduk sangat padat yang jumlah
petani penyakapnya memerlukan tanah garapan jauh lebih besar daripada
persediaan tanah yang ada maka pemilik tanah dapat menerima syarat-syarat yang
lebih berat dibandingkan dengan daerah tempat persediaan tanah garapan masih
luas. David Ricardo, seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris yang dikenal
sebagai salah seorang penulis terkemuka dalam hal sewa tanah, meneybutkan bahwa
tinggi-rendahnya sewa tanah disebabkan oleh perbedaan tingkat kesuburannya.
Semakin subur tabag tersebut maka semakin tinggi sewanya. Di samping itu,
tinggi rendahnya nilai tanah ditentukan juga oleh faktor kelangkaan tanah,
tingkat kesuburan tanah, macam komoditi yang diproduksikan, letak dan posisi,
serta pembayaran-pembayaran lainnya.
Berdasarkan
penguasanya atas sebidang lahan, petani dibedakan menjadi petani pemilik
penggarap, petani penyewa, petani penyangkap, dan buruh tani yang tidak
mempunyai kewenangan sedikit pun atas sebidang tanah, berdasarkan luas lahan
yang dimiliki, ada petani kaya pemilik lahan luas, petani menengah pemilik
lahan sedang, dan petani gurem pemilik lahan sempit. Penggunaan lahan/tanah
dalam bidang pertanian meliputi usaha tani tanaman padi atau palawija, usaha
tani tanaman hortikultura, usaha tani btanaman perkebunan, usaha tani kehutanan,
usaha tani ternak, budi daya ikan di air tawar, budi daya ikan di tambak air
payau, dan suaha penangkaran stwa liar.
Masalah
tanah yang menonjol di Indonesia adalah perpecahan (division), perpencaran (fragmentation),
dan bentuk milik tanah (tenancy).
Perpecahan tanah adalah pembagian milik seorang atas petak-petak kecil untuk
diberikan kepada ahli warisnya. Perpencaran tanah adalah sebuah usaha tani di
bawah satu manajemen yang terdiri dari beberapa petak yang berserak-serak.
Bentuk-bentuk usaha tani yangh demikian menyulitkan sistem pengairan dan
pengawasannya. Diperlukan waktu dan biaya yang lebih banyak sehingga efisiensi
produksi menurun.
Banyaknya rumah tangga pertanian menurut
provinsi, serta golongan luas lahan pertanian dan sawah yang dikuasai (m2)
Luas
|
DKI Jaya
|
Jabar
|
Banten
|
Jateng
|
DIY
|
Jatim
|
Indonesia
|
(Rumah Tangga)
|
|||||||
Lahan Pertanian
|
|||||||
< 1000
|
6.993
|
735.541
|
91.985
|
600.210
|
115.301
|
5.897.914
|
2.749.548
|
< 5000
|
2.459
|
1.553.270
|
295.207
|
2.284.718
|
246.329
|
2.459.040
|
9.639.420
|
< 10000
|
661
|
431.149
|
126.987
|
669.805
|
57.618
|
787.690
|
4.400.840
|
< 20000
|
517
|
176.359
|
64.267
|
216.356
|
16.225
|
266.336
|
3.301.441
|
< 30000
|
164
|
40.485
|
16.394
|
34.979
|
2.169
|
48.128
|
1.284.198
|
< 30000
|
129
|
29.151
|
11.039
|
18.455
|
763
|
32.071
|
907.774
|
Lahan Sawah
|
|||||||
< 1000
|
873
|
752.882
|
103.884
|
493.495
|
109.208
|
404.375
|
2.250.304
|
< 5000
|
924
|
1.200.948
|
288.681
|
1.726.440
|
124.604
|
1.707.564
|
7.205.992
|
< 10000
|
436
|
211.775
|
67.710
|
290.553
|
8.479
|
342.781
|
2.033.524
|
< 20000
|
362
|
77.893
|
20.695
|
69.402
|
1.547
|
101.319
|
895.890
|
< 30000
|
86
|
19.527
|
3.606
|
10.378
|
173
|
19.186
|
189.780
|
< 30000
|
58
|
14.268
|
2.006
|
6.043
|
85
|
12.726
|
93.193
|
Sumber: Sensus Pertanian 2003
Dari tabel diatas tampak bahwa semakin luas
lahan pertanian atau sawah di semua provinsi maka semakin sedikit rumah tangga
yang menguasainya. Penguasaan lahan pertanian terbesar oleh rumah tangga
adalahdengan luas antara 1.000 – 4.999 m2 atau kurang dari 5.00 m2.
Sementara itu dari perpencaran tanah tampak bahwa hanya 14% dari usaha tani
yang terdiri dari satu persil (bidang) saja. Selebihnya 66% atas dua sampai
tiga bidang dan 20% terdiri atas empat bidang, bahkan lebih dari itu.
Iklim
Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata
di suatu tempat.iklim merupakan salah satu sumer daya alam yang memegang
peranan penting dalam bidang pertanian. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
tergantung kepada lingkungan, tanah, dan iklim. Dalam
keadaan pembukaan daerah pertanian baru, untuk peranan tertentu diperlukan data
iklim tentang daerah tersebut. Hal tersebut berguna dalam penentuan kebijakan
perencanaan penanaman komditi tertentu di daerah tersebut. Iklim berpengaruh
nyata pada setiap fase kegiatan pertanian.
Unsur-unsur iklim terdiri dari
radiasi, suhu, kelembababn udara, awan, curah hujan, penguapan, tekanan udara,
dan angin. Unsur-unsur tersebut berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke
waktu disebabkan adanya pengendali iklim.unsur-unsur iklim yang juga bertindak
sebagai pengendali iklim adalah radiasi surya, suhu udara, kelembaban, angin,
altitude (ketinggian suatu tempay di atas permukaan laut), penyebaran daratan danlautan,
perbedaan tekanan pada masing-masing daerah, arus laut, dan gangguan-gangguan
atmosfer. Iklim dari suatu tempat ditentukan oleh kombinasi dari berbagai unsur
dan dipengaruhi oleh faktor pengendali. Hal ini memungkinkan dua tempat
mempunyai iklim yang berbeda.
Klasifikasi iklim menurut Koppen
didasarkan pada zona-zona vegetasi. Koppen menyatakan bahwa vegetasi-vegetasi
alamiah merupakan ekspresi dari keseluruhan iklim dan memiliki hungan erat
dengna sifat-sifat suhu dan kandungan uap air daerah tersebut. Tipe-tipe utama
iklim meurut Koppen, antara lain:
1. Tipe A
daerah hujan tripis
2. Tipe B
daerah iklim kering
3. Tipe C
daerah iklim sedang berhujan
4. Tipe D
daerah iklim hutan dingin
5. Tipe E
daerah iklim kutub
Menurut
Koppen, Indonesia termasuk dalam tipe ilim C, yaitu mempunyai ketinggian di
atas 1.250 m dari permukaan laut dan suhu bulan terdingi 18oC. Pada
daerah-daerah dengan ketinggian 3.00 m, suhu rata-rata bulanan lebih kecil dari
10oC daerah ini termasuk tipe iklim pegunungan.
Air
Air
merupakan faktor lain yang juga penting dalam usaha peningkatan produksi,
selain tanah dan iklim. Air merupakan syarat mutlak bagi kehidupan dan
pertumbuhan tanaman. Air dapat berasal dari air hujan datau dari irigasi
(pengairan yang diatur oleh manusia). bila masalah irigasi ini dapat diatasi
dengan baik, misalnya dengan pembuatan waduk beserta saluran-salurannya maka
ada kemungkinan frekuensi penanaman dapat ditingkatkan, yang semula halnya
dapat ditanami sekali setahun, akhirnya dapat ditanami dua atau tiga kali dalam
setahun.
Pemanfaatan air yang intensif mampu
mendukung kenaikan hasil sangat signifikan.bahkan nilai tanak juga dapat
mengalami peningkatan sebagai akibat adanya faktor air. Ini dapat dibuktikan
dengan membandingkan hasil pertanian antara lahan yang diairi dengan lahan yang
tidak diairi. Usaha intensifikasi pertanian melalui perbaikan irigasi terus
ditingkatkan oleh pemerintah dengan pembangunan waduk-waduk dan saluran-saluran
air sehingga semakin meningkatkan jumlah lahan yang dapat diairi.
Pengaturan irigasi ini dapat pula
dilakukan untuk lahan pasang-surut. Tanah-tanah rawa, atau sawah tadah hujan.
Dengan kemajuan teknologi, masalah air pada lahan-lahan pasang-surut rawa,
serta lahan tadah hujan dapat diatasi. Dengan jaringan irigasi yang sesuai, tanah
rawa yang semula hanya ditanami pada musim kemarau kini dapat ditanami
sepanjang tahun. Ini akan memperluas area persawahan secara keseluruhan yang
dapat meningkatkan produksi pangan dan menyukseskan pembangunan pertanian.
Usaha ini memerlukan biaya, waktu, tenaga, dan keterampilan yang tinggi.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat menyebabkan usaha ekstensifikasi
dengan memanfaatkan lahan yang semula belum digarap makin mendesak karena bila
hanya mengandalkan lahan intensifikasi saja maka kebutuhan pangan penduduk
secara keseluruhan tidak akan tercukupi dalam jangka panjang.
Ada beberapa permasalahan sumber
daya air, antara lain:
1.
Ketidakseimbangan antara pasokan dan
kebutuhan dalam perspektif ruang dan waktu
2.
Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan
daya dukung sumber daya air, baik air permukaan maupun air tanah
3.
Menurunnya kemampuan penyediaan air
4.
Meningkatnya potensi konflik air
5.
Kurang optimalnya tingkat layanan
jaringan irigasi
6.
Makin luasnya abrasi pantai
7.
Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan
8.
Rendahnya kualitas pengelolaan dan
sistem informasi
9.
Kerusakan prasarana sumber daya air
akibat bencana alam
Permasalahan Sumber Daya Alam Dalam
Pengembangan Pertanian
Secara umum, dapat dikatakan bahwa
sumber daya alam sangat berguna dan membantu manusia apabila dikelola dengan
baik. Sebaliknya, ia dapat menjadi sumber malapetaka bagi manusia manakala
manusia tidak mampu mengelolanya dengan baik, misalnya terjadi lahan-lahan
kritis, banjir, kekurangan air di musim kemarau, dan lain-lain.
Pengelolaan sumber daya alam (dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup) demikian pentingnya sebagaimana tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009:
“sumber
daya alam dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian, sumber
daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resources based economy) dan sekaligus
sebagai penopang sistem kehidupan (life
support system). Hingga saat ini, sumber daya alam sangat berperan sebagai
tulang punggung perekonomian nasional dan masih akan diandalkan dalam jangka
menengah. Atas dasar fungsi ganda tersebut maka sumber daya alam senantiasa
harus dikelola secara seimbang untuk menjamin berkelanjutan pembangunan
nasional. Penerapan prinsip-prinsip pembangungan yang berkelanjutan (sustainable development) di seluruh
sektordan wilayah menjadi prasyarat utama untuk diinternalisasikan ke dalam
kebijakan dan peraturan perundangan, terutama dalam mendorong investasi
pembangunan jangka menengah (2004-2009) dengna prinsip saling sinergis dan
melengkapi, dengan pengembangan tata pemerintahan yang baik didasarkan atas
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitasi yang mendorong upaya perbaikan pengelolaan
sumber daya alam dam pelestarian fungsi lingkungan hidup”.
Berbagai
permasalahan muncul dan memicu terjadinya kerusakan sumber daya alam dan
lingkungan hidup sehingga dikhawatirkan akan berdampak besar bagi kehidupan
makhluk di bumi, terutama manusia yang populasinya semakin besar. Beberapa
permasalahan pokok sumber daya alam adalah sebagai berikut:
1. Terus
menurunnya kondisi hutan di Indonesia
2. Kerusakaan
Daerah Aliran Sungai (DAS)
3. Habitat
ekosistem pesisir dan laut semakin rusak
4. Citra
pertambangan yang merusak lingkungan
5. Tingginya
terhadap ancaman terhadap keanekaragaman hayati
6. Meningkatnya
pencemaran air
7. Kualitas
udara, khususnya di kota-kota besar semakin menurun
8. Sistem
pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan
9. Pembagian
wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelas
10. Dan
lain-lain
Program-Program Pemerintah Dalam
Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
Dengan permasalahan-permasalahan
tersebut, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem
peneglolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya keseimbangan
antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi
(kontribusi sektor perikanan, kehutanan, pertambangan, dan mineral terhadap
PDB) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup
sebagai penopang sistem kehidupan secara luas. Adanys keseimbangan tersebut
berarti menjamin kelanjutan pembangunan.
Oleh karena itu, mainstreaming
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) di seluruh sektor, baik di pusat daerah menjadi suatu
keharusan.
Yang dimaksud dengan sustainable development adalah upaya
memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kepentingan generasi
yang akan datang. Seluruh kegiatannya harus dilandasi 3 pilar pembangunan
secara seimbang, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable), danramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam
bentuk instrumen kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang dapat
mendorong investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dna bidang
yang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Sasaran pembangunan kehutanan
merupakan tegaknya hukum, khususnya dalan pemberantasan pembakaran liar (illegal ligging) dan penyelundupan kayu,
penetapan kawasan hutan dalam tata ruang seluruh provinsi di Indonesia,
penyelesaian penetapan kesatuan pengelolaan hutan, optimalisasi nilai tambah
dan manfaar hasil hutan kayu, meningkatnya hasil hutan nonkayu, bertambahnya
hutan tanaman industri, konservasi hutan dan rehabilitasi lahan untuk menjamin
pasokan air dan sistem penopang kehidupan lainnya, desentralisasi kehutanan
melalui pembagian wewenang dan tanggung jawab yang disepati oleh pusat dan
daerah, serta berkembangnya kemitraan antara pemerintah, pengusaha, dan
masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari dan penerapan iptek yang inovatif
pada sektor kehutanan.
Adapun beberapa sasaran pembangunan
lingkungan hidup, antara lain:
1.
Meningkatkan kualitas air permukaan
(sungai, danau, dan situ) dan kualitas air tanah, disertai pengendalian dan
pemantauan terpadu antar sektor.
2.
Terkendalinta pencemaran pesisir dan
laut melalui pendekatan terpadu antara kebijakan konservasi tanah di wilayah
daratan denganekosistem pesisir dan laut.
3.
Meningkatnya kualitas udaraperkotaan,
khususnya di kawasan perkotaan yang didukung oleh perbaikan manajemen dan
sistem transportasi kota yang ramah lingkungan.
4.
Berkurangnya penggunaan bahan perusak
ozon (BPO) secara bertahap dan sama sekali hilang pada tahun 2010.
5.
Berkembangnya kemampuan adaptasi
terhadap perubahan iklim global, pelestarian, dan pemanfaatan keanekaragaman
hayati secara berkelanjutan sesuai pedoman IBSAP (Indonesian Bioiversity Strategy and Action Plan) 2003-2020.
6.
Meningkatnya upaya pengelolaan sampah
perkotaan dengan menempatkan perlindungan lingkungan sebagai salah satu faktor
penentu kebijakan.
7.
Meningkatnya sistem pengelolaan dan
pelayanan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) bagi kegiatan-kegiatan yang
berpotensi menggemari lingkungan.
8.
Tersusunnya informasi dan peta wilayah
yang rentan terhadap kerusakan lingkungan, bencana banjir, kekeringan, gempa
bumi, tsunami, dan bencana-bencana alam lainnya.
Seluruh
kebijakan yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut meliputi:
1. Perbaikan
manajemen dan sistem pengelolaan sumber daya alam.
2. Optimalisasi
manfaat ekonomi dari sumber daya alam, termasuk jasa lingkungan, pengembangan
peraturan perundangan lingkungan, penegakan hukum, rehabilitasi dan pemulihan
cadangan sumber daya alam, serta pengendalian pencemaran lingkungan hidup
dengan memperhatikan kesetaraan gender.
Melalui
kebijakan ini diharapkan sumber daya alam tetap mendukung perekonomian nasional
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan daya dukung dan
fungsi lingkungan agar kelak tetap dapat dinikmasti oleh generasi mendatang.
2.
Lokasi
1.
Hukum G eografi Tobler “setiap hal memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun yang lebih berdekatan memiliki keterkaitan lebih
dari yang
lainnya”,
(Tobler dalam Rustiadi,
2009).
2.
Aspek
lokasi/spasial
landasan lokasi dan ruang/spasial (Tarigan
, 2005)
a) ruang adalah permukaan bumi, baik yang ada di atasnya maupun yang ada di bawahnya
sepanjang manusia
bisa menjangkaunya.
b) lokasi menggambarkan posisi pada pada ruang. Dalam konteks wilayah, lokasi
menggambarkan keterkaitan
antar
kegiatan
di
suatu lokasi
dan berbagai kegiatan
lainnya
di lokasi lain
( faktor
kedekatan
lokasi/spasial).
3.
Teori lokasi
Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki
alokasi geografis
dari sumber-sumber yang potensial, serta
hubungannya dengan atau
pengaruhnya
terhadap keberadaan
berbagai macam usaha/kegiatan
lain baik ekonomi
maupun sosial. (Tarigan,
2005)
Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang
maka tidak mungkin ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud
dengan ruang adalah permukaan bumi baik yang ada diatasnya maupun yang ada dibawahnya
sepanjang manusia awam masih bisa menjangkaunya. Lokasi menggambarkan posisi
pada ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya). Studi tentang
lokasi adalah melihat kedekatan atau jauhnya satu kegiatan dengan kegiatan lain
dan apa dampaknya atas kegiatan masing-masing karena lokasi yang berdekatan
(berjauhan) tersebut.
Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk melihat dan
memperhitungkan pola lokasional kegiatan ekonomi termasuk industri dengan cara yang konsisten dan logis, dan untuk
melihat dan memperhitungkan bagaimana daerah-daerah kegiatan ekonomi itu saling
berhubungan (interrelated).
Teori lokasi biaya rendah yang dikembangkan oleh Weber berasumsikan
bahwa permintaan adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh perusahaan yang
berdekatan. Dengan demikian, secara implisit teori ini juga mengasumsikan
persaingan bebas tanpa ada kemungkinan timbulnya kekuatan monopoli yang
ditawarkan oleh lokasi perusahaan lain. Namun demikian lokasi biaya minimum
perlu menjamin keuntungan maksimum. Keuntungan dapat saja
meningkat bila lokasi perusahaan yang bersangkutan pindah ke daerah konsentrasi
permintaan sekalipun biaya bertambah. Gejala ini disebabkan oleh penjualan yang
meningkat per satuan produk lebih rendah.
Perusahaan yang berdiri sendiri di suatu daerah, dalam batas tertentu,
tidak perlu memperhatikan kebijaksanaan perusahaan lain. Ia bebas menentukan
kebijakaannya dalam bidang harga, kualitas, maupun atribut lain dalam
produknya. Tak demikian halnya bila ia berlokasi tak berjauhan dengan
perusahaan lain dan mempunyai daerah pasar diperebutkan dengan perusahaan itu.
Dalam hal ini kebijaksanaan yang diambil dipengaruhi oleh perusahaan lain atau
sebaliknya.
Beberapa unsur ketergantungan lokasi telah dikemukakan dalam teori
Palander dan Hoover. Teori ketergantungan lokasi berpangkal tolak dari kesamaan
biaya bagi semua perusahaan dan menjual produknya di pasar yang tesebar secara
sepasial.
Teori biaya minimum dan ketergantungan lokasi (Theory Least Cost and
Place Interdependence) dikemukakan oleh Melvin Greenhut pada tahun 1956
dalam bukunya Plant Location in Theory and in Practice dan
Microeconomics and The Space Economy
Greenhut
berusaha menyatukan teori lokasi biaya minimum dengan teori ketergantungan
lokasi yang mana dalam teori tersebut mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
a. Biaya lokasi yang meliputi biaya
angkutan, tenaga dan pengelolaan
b. Faktor lokasi yang berhubungan
dengan permintaan, yaitu ketergantungan lokasi dan usaha untuk menguasai pasar.
c. Faktor yang menurunkan biaya.
d. Faktor yang meningkatkan pendapatan.
e. Faktor pribadi yang berpengaruh
terhadap penurunan biaya dan peningkatan pendapatan.
f. Pertimbangan pribadi.
Sejarah
Teori Lokasi
a.
Sejarah Teori Lokasi Von Thunen
Dalam
mempelajari dan menerapkan ilmu perencanaan wilayah, dibutuhkan banyak ilmu
dasar yang harus dikuasai, salah satunya adalah mengenal teori lokasi. Teori
lokasi pada umumnya merupakan suatu gagasan yang mendasari penentuan lokasi
suatu objek. Hal ini perlu dipelajari untuk menempatkan objek tersebut pada
lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan aspek efisiensi tenaga manusia dan
ekonomi. Dari beberapa teori lokasi yang ada, teori Von Thunen merupakan teori
lokasi klasik yang mempelopori teori penentuan lokasi berdasar segi ekonomi.
Johan
Heinrich Von Thunen ialah seorang ahli ekonomi pertanian dari Jerman yang pada
tahun 1783-1850 mengeluarkan teori yang tertuang dalam buku “Der Isolirte Staat”. Teori Von Thunen
lebih di kenal sebagai teori lokasi pertanian. Von Thunen berpendapat bahwa
pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Pertanian merupakan
proses pengolahan lahan yang di tanami dengan tanaman tertentu untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Kegiatan pertanian meliputi persawahan, perladangan,
perkebunan, dan peternakan. Kegiatan pertanian sudah ada sejak zaman
Mesopotamia sebagai awal berkembangnya budaya dan sistem pertanian kuno.
Pada
zaman itu banyak area pertanian yang terletak di wilayah yang tidak strategis.
Petani yang berada di lokasi jauh dari pusat pasar atau kota, harus menempuh
jarak yang cukup jauh untuk menjual hasil panennya. Padahal di zaman tersebut
alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut hasil pertanian masih berupa
gerobak yang ditarik oleh sapi, kuda atau keledai. Biaya transportasi yang
dikerahkan tidak sebanding dengan upah yang di dapat. Hal ini menunjukkan
betapa mahalnya kota sebagai pusat pasar. Dari hasil studi inilah Von Thunen
mengeluarkan teori lokasi pertanian.
Von
Thunen melalui teorinya menciptakan contoh cara berfikir efektif yang di
dasarkan atas penelitian statistik, yang mulai dengan model sederhana selangkah
demi selangkah memasukkan komplikasi atau unsur baru sehingga semakin mendekati
konkret. Ia mengembangkan suatu teori sewa tanah dan teori produktivitas
marginal yang di terapkan dalam upah dan bunga.
Model Von Thunen
Teori Lokasi Von Thunen ditulis oleh Johan Heinrich Von Thunen tahun 1826. Teori lokasi Von Thunen
diawali oleh analisis lokasi areal produksi pertanian. Karyanya berjudul
‘Der Isolierte
Staat (The Isolated
State atau Negara yang Terisolasi). Von Thunen menggambarkan negeri yang
terisolasi dengan iklim dan tanah yang seragam, topografi
yang seragam dan datar, serta alat-alat transportasi yang seragam yang hanya dilayani oleh kereta
yang ditarik oleh hewan atau ternak.
Asumsi
yang digunakan:
1. Areal pertanian satu ragam
(uniform)
dalam atribut lingkungannya
2. Hanya
ada
satu pasar akibat lokasi
yang terisolasi
3. Transportasi sejenis dan biaya transportasi meningkat bersamaan dengan jarak terhadap pasar.
4. Semua petani bertindak rasional/ ekonomis, yang penggunaan lahannya untuk memaksimumkan profit, mereka mempunyai info yang cukup mengenai biaya
produksi dan harga pasar.
5. Pola ruang dengan bentuk wilayah yang melingkar sepu tar
kota zona-zona konsentrik.
6. Area
Isolated State : model ideal dengan karakteristik wila yah
yang terisolasi (bagan bagian atas)
Sejarah Teori Lokasi
Wlater
Christaller
Teori tempat
pusat disebutkan oleh Wlater Christaller ( 1933) dan August Losch (1936),
beliau mengembangkan satu teori yang dapat dipergunakan sebagai kerangka
analisis untuk membahas hal tersebut. Teori pusat merupakan suatu permukiman
yang menyediakan barang dan jasa-jasa bagi penduduk local dan daerah
belakangnya.Pada teori tempat pusat juga menjelaskan tentang
hubungan keterkaitan antara sosial-ekonomi dan
fisik yang saling mempengaruhi.
Sebuah kota
atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah
di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya, atau
daerah belakangnya (hinterland).
Sebuah pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas
jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang
dilayaninyapun relatif lebih dekat dengan luasan yang kecil (Knox, 1994).
Guna mengetahui kekuatan dan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota
atau pusat dengan wilayah sekelilingnya, seorang ahli geografi, Walter
Christaller, melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini dilakukan di
Jerman bagian selatan, di daerah perdesaan (Hartshorn, 1980). Dan teori
tersebut dinyatakan sebagai teori tempat pusat (Central Place Theory) oleh
Christaller.
Menurut
Christaller, tidak semua kota dapat menjadi pusat pelayanan. Dan pusat
pelayanan harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi penduduk di daerah dan
kawasan sekitarnya. Christaller menyatakan bahwa dua buah pusat permukiman yang
memiliki jumlah penduduk sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang
sama penting. Istilah kepusatan (centrality) digunakan untuk
menggambarkan bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat
terpusat (central place).
Pada teori
Christaller menyebutkan sistem keruangan yang optimum berbentuk
heksagonal dengan pusat kegiatan terdapat di tengah pola. Namun
Christaller juga menyebutkan bahwa dalam struktur keruangan kota terdapat
hirarki, dimana tempat dengan hirarki yang teratas mampu memenuhi kebutuhan
tempat di hirarki bawahnya. Semakin tinggi jumlah hirarki kota maka jumlah kota
semakin tinggi, begitupun sebaliknya.
Pengaruh Teori Lokasi terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Dewasa ini, perkembangan
sektor industri di Indonesia menyebabkan terjadinya percepatan munculnya
bangunan industri, penambahan devisa negara, serta mengurangi jumlah
pengangguran. Namun hal tersebut jika tidak diimbangi dengan
kebijakan-kebijakan yang kuat, analisa lokasi khususnya lokasi industri yang
tepat, maka keberadaan kawasan industri disamping memberikan dampak positif
juga akan mempengaruhi potensi, kondisi, dan mutu sumber daya alam dan
lingkungan sekitar (Anonim, 1993). Keberadaan sektor industri tersebut tidak
terlepas dari pemilihan lokasi yang didasarkan pada teori lokasi yang telah
berkembang mulai dari teori klasik, neo-klasik, sampai dengan teori lokasi
modern.
Berikut
pemaparan dari beberapa ahli tentang Teori Pusat Pertumbuhan:
a)
Teori pusat pertumbuhan dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli
ekonomi Prancis), pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari
semua kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang
mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat
pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang
besar (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap kegiatan lainnya.
b)
Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli
geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran
permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola
permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan
dari Christaller ini diperkuat oleh pendapat August Losch (1945) seorang ahli
ekonomi Jerman.
Keduanya
berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan
aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hirarki
permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul-simpul jaringan
heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan
partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam
aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang
dihasilkannya.
Tempat-tempat
tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik
berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan
antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya
membentuk jaringan yang disebut sarang lebah. Menurut Walter Christaller, suatu
tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang melingkar dan komplementer
terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang komplementer ini adalah
daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada kawasan
pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).
Berdasarkan
penjelasan mengenai teori lokasi industri dan teori pusat pertumbuhan dapat
kita simpulkan bahwa keduanya memiliki peranan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dimana penempatan lokasi industri yang tepat dapat memberikan banyak jalan,
diantaranya industri yang didirikan dilokasi yang tepat, mampu menyerap tenaga
kerja yang ada disekitar lokasi industri khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya. Selain itu daerah yang menjadi lokasi industri secara otomatis akan
mengalami kenaikan pendapatan daerah. Sehingga memungkinkan perekonomian
didaerah lokasi industri mengalami peningkatan.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen dan Wlater
Christaller
Pada dasarnya teori pasti memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Demikian dengan teori lokasi juga
memiliki kelebihan dan kekurangan yang akan dijabarkan dalam bentuk tabel
sebagai berikut :
Teori Lokasi
|
Kelebihan
|
Kekurangan
|
1. Von
Thunen
|
a) Menjadi
acuan penting dalam pengembangan Wilayah terutama dalam menentukan berbagai kegiatan pereko nomian.
b) Dapat menentukan berbagai Kawasan
( Zoning )
|
a) Kemajuan
transportasi dapat menghemat banyak waktu dan biaya.
b) Ada
beberapa daerah yang tidak hanya memiliki 1 merket center saja, tetapi juga 2 market center.
c) Adanya
berbagai bentuk pengawetan, sehingga mencegah resiko busuk pada pengiriman
jarak jauh.
d) Kondisi
topografis setiap daerah berbeda-beda, sehingga hasil pertanian yang akan
dihasilkanpun akan berbeda.
e) Negara
industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada
kota.
f)
Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama
menyangkut pemasarannya.
|
2.
Wlater Christaller
|
a) Salah
satu hal banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap
intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis ini
dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi yang memiliki daya tarik
terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih ingin mendatangi pusat
yang memiliki daya tarik tersebut. Hal ini terkait dengan besarnya daya tarik
pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut.
b) Terkait
dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi
menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat
aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau
dari lokasi lain di sekitarnya
|
a)
Jangkauan suatu barang dan jasa tidak titentukan lagi oleh
biaya dan waktu.
b)
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, konsumen
tidak selalu memilih tempat pusat yang paling dekat. Hal ini bisa disebabkan
oleh daya tarik atau fasilitas sarana dan prasarana tempat pusat yang lebih
jauh tersebut lebih besar dibandingkan dengan tempat pusat yang terdekat.
|
3
Ketersediaan Pupuk
Pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi sektor
pertanian. Pupuk menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan peningkatan
produksi pertanian, khususnya beras antara tahun 1965-1980 dan keberhasilan
Indonesia mencapai swasembada beras di tahun 1984. Pupuk pun berkontribusi
15-30 persen untuk biaya usaha tani padi. Dengan demikian sangat penting untuk
menjamin kestabilan harga dan kelancaran distribusi pupuk.
Ketersediaan pupuk non-organik (umum disebut pupuk
pabrik) setiap saat dengan harga yang memadai merupakan salah satu penentu
kelangsungan produksi padi dan komoditas pangan lainnya di dalam negeri, yang
selanjutnya berarti terjaminnya ketahanan pangan. Karena pentingnya pupuk bagi
pertumbuhan pertanian, khususnya pangan seperti padi, sejak era Orde Baru
hingga saat ini, pemerintah memberikan subsidi pupuk. Cara yang baru ini
merupakan upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi petani dengan
harga yang telah ditetapkan pemerintah yaitu
harga eceran tertinggi (HET). Sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) Pertanian No.
106/Kpts/SR.130/2/2004 tentang kebutuhan pupuk bersubsidi
No.64/Kpts/SR.130/2005 dan HET pupuk bersubsidi, pupuk bersubsidi adalah pupuk
yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan HET di tingkat pengecer
resmi.
Tidak semua jenis pupuk yang disubsidi oleh
pemerintah. Sesuai Kepmen tersebut, jenis-jenis pupuk yang disubsidi adalah
pupuk Urea, SP-36, ZA dan NPK dengan komposisi 15:15:15 dan diberi label “Pupuk
Bersubsidi Pemerintah”. Semua pupuk bersubsidi ini disediakan untuk tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan (usaha milik sendiri atau bukan, dengan luas
lahan hingga 25 ha, dan tidak membutuhkan izin usaha perkebunan), dan makanan
ternak. HET yang ditetapkan oleh Kepmen tersebut adalah sebagai berikut: Urea
Rp 1.050/kg; SP-36 Rp 1.400/kg; ZA Rp 950/kg; dan NPK Rp 1.600/kg.
Pupuk memiliki peran yang penting dalam peningkatan
produksi dan produktivitas petani. Oleh karena itu pemerintah terus mendorong
penggunaan pupuk yang efisien melalui kebijakan melalui aspek teknis,
penyediaan dan distribusi maupun harga melalui subsidi. Kebijakan subsidi dan
distribusi pupuk yang telah diterapkan mulai dari tahap perencanaan kebutuhan,
penetapat Harga Eceran Tertinggi (HET), besaran subsidi hingga sistem
distribusi ke pengguna pupuk sudah cukup komprehensif. Namun demikian, berbagai
kebijakan tersebut belum mampu menjamin ketersediaan pupuk yang memadai dengan
HET yang di tetapkan.
Secara lebih spesifik, masih sering terjadi kasus
antara lain : kelangkaan pasokan pupuk yang menyebabkan harga melebihi HET,
marjin pemasaran lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah. Selain itu,
perencanaan alokasi kebutuhan pupuk yang belum sepenuhnya tepat, pengawasan
yang belum maksimal, yang menyebabkan penyaluran pupuk bersubsidi belum tepat
pada sasaran. Kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi ke luar petani masih sering ditemukan,
sehingga menimbulkan kelangkaan dan harga pupuk yang melebihi HET.
Kebijakan penyediaan pupuk dengan harga murah
melalui pemberian subsidi yang terus meningkat setiap tahun menyebabkan semakin
tidak efisiensinya penggunaan pupuk oleh petani dan meningkatkan ketidaktepatan
sasaran subsidi pupuk yang seharusnya dinikmati oleh petani kecil tetapi
dinikmati oleh petani lain. Langkanya pasokan dan lonjakan harga serta
penyaluran pupuk brsubsidi yang kurang tepat sasaran akan terus terjadi dan
berulang setiap tahun erat kaitannya dengan aspek teknis dan aspek manajemen.
Pada pendistribusian pupuk bersubsidi yang
dilaksanakan oleh pemerintah masih banyak ditemukan masalah-masalah.
Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :
Ø
Sistem penetapan alokasi pupuk dan
keakuratan data petani
Ø
Implementasi tidak sesuai
dengan ketentuan
Ø
Penggunaan pupuk yang tidak sesuai
dengan dosis anjuran
Ø
HET yang berlaku kurang realistis
Ø Keterbatasan
anggaran belanja pemerintah
Ø Masih
lemahnya pengawasan dilapangan
PRIORITAS
1.
Sistem
Penetapan Alokasi Pupuk dan Keakuratan Data Petani
Peraturan sistem distribusi pupuk yang berlaku saat
ini mengikuti ketentuan Permendag No.21 /M-DAG/PER/6/2008. Peraturan ini hanya
memuat proses perencanaan alokasi pupuk yang didasarkan atas Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok (RDKK). Hal ini membuka peluang penyimpangan, khususnya
terhadap besarnya penyaluran pupuk. Selain itu Pemda belum memiliki basis data
petani yang akurat terutama soal luas lahan, akibatnya fungsi pengawasan dan
pengendalian kurang berfungsi (Benny Raachman , 2009).
2. Implementasi Tidak Sesuai dengan
Ketentuan
Berdasarkan peraturan yang berlaku, produsen
bertanggung jawab terhadap penyaluran pupuk sampai ke pengecer resmi dengan HET
yang berlaku. Namun kenyataannya, produsen pupuk kurang peduli terhadap
penyaluran pupuk dan penunjukkan distributor yang tidak memenuhi persyaratan
(Benny Rachman, 2009).
3. Penggunaan Pupuk yang Tidak Sesuai
dengan Dosis yang Dianjurkan
Penggunaan pupuk (khusus nya Urea) saat ini oleh
petani sudah banyak yang melewati dosis yang di anjurkan, yaitu berkisar
300-500 kg/ha. Sedangkan dosis yang dianjurkan hanya 200-300 kg/ha (Rachman et al , 2005 dan Syafaat et al, 2006). Selain itu kebutuhan pupuk
meningkat tajam pada saat musim tanam sedangakan persediaan pupuk hampir merata
di sepanjang tahun. Penggunaan pupuk yang berlebih menjadi pemicu utama melonjaknya permintaan pupuk diawal musim
tanam yang berdampak pada kelangkaan
pupuk.
4. HET yang Berlaku Kurang Realistis
Komponen HET yang dianggap kurang realistis adalah
marjin pemasaran yang terdiri dari fee
pelaku distribusi dan biaya pemasaran. Dengan HET yang kurang realistis, maka
pelaku distribusi menaikkan fee
diatas ketentuan dan melakukan penyesuaian biaya pemasaran secara tidak resmi. Tindakan pelaku
distribusi ini mennyebabkan meningkatnya marjin pemasaran diatas ketentuan
(Kariyasa et al, 2004; PESKP, 2006
dan Rachman et al, 2008).
5. Keterbatasa Anggaran Belanja
Pemerintah
Ketrbatasan anggaran belanja pemerintah akan
menyebabkan kondisi : pmberian subsidi pupuk dipriortaskan untuk usahatani
tanaman pangan usaha kecil dan
perhitungan total volume pupuk bersubsidi untuk usahatani tanaman pangan didasarkan
atas luas tanam yang kadang kala kurang
akurat jika dikalikan dengan dosis pupuk yang dianjurkan.
6. Masih Lemahnya Pengawasan di
Lapangan
Konsep pengawasan pupuk bersubsidi masih bersifat
parsial dimana pengawasan pada tahap perencanaan, pengadaan, dan
pendistribusian masih berjalan sendiri-sendiri. Dalam aspek pengawasan
tersebut, Pemda cenderung bersifat pasif karena menganggap bahwa kebijakan
tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat.
ALTERNATIF
KEBIJAKAN
Aspek Teknis
1.
Meningkatkan Ketepatan Penggunaan Pupuk
Tingkat
pemupukan bervariasi, sebagian lokasi terdapat kebiasan melakukan pemupukan
melebihi rekomendasi, sebaliknya dilokasi lain petani cenderung menggunakan
pupuk lebih rendah dari rekomendasi. Penggunaan pupuk yang berlebih atau kurang
akan menurunkan efisiensi dan efektifitas penggunaan pupuk. Empat hal yang
harus diperhatikan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pupuk menurut
Benny Rachman :
·
Tepat jenis, yaitu memilih kombinasi jenis pupuk berdasarkan komposisi
unsure hara utama dan tamabahan berdasarkan sifat kelarutan, sifat sinergis,
dan antagonis antat unsur hara dan sifat tanahnya.
·
Tepat waktu dan frekuensi yang
ditentukan oleh iklim, sifat fisik tanah, dan logistic pupuk.
·
Tepat cara, yaitu cara pemberian yang ditentukan berdasarkan jenis pupuk
, umur tanaman, dan jenis tanah.
·
Tepat dosis, yaitu dosis yang diperlukan berdasarkan analisa status
haratanah dan kebutuhan tanaman.
Penerapan
empat tepat tersebut dapat tercapai apabila didukung oleh perencanaan kebutuhan
pupuk yang tepat dan rinci dari masing-masing petani atau kelompok tani. Untuk
itu perlu diketahui informasi mengenai sifat-sofat tanah, rekomendasi pemupukan
lokasi yang spesifik, luas lahan dan pemiliknya, lokasi dan komoditas yang
diusahakan. Sebaguan besar data base dn informasi tersebut belum tersedia
secara lengkap baik di pemerintah daaerah
maupun pusat.
2.
Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk
Anorganik melalui Penggunaan Pupuk Organik.
Kecenderungan
untuk menggunakan pupuk kimia (anorganik) yang tinggi untuk mengejar hasil yang
tinggi pada lahan sawah tanpa mampertimbangkan kbutuhan tanaman dan
ketersediaan hara dalam tanah telah menyebabkan kandungan bahan organic tanah menurun, baik jumlah maupun kualitasnya.
Hal tersebut terjadi karena : penimbunan
hara dalam tanah, terkurasnya hara mikro dari tanah yang tidak pernah diberikan
melalui pupuk kimia, terganggunya keseimbangan hara dalam tanah, tanaman lebih
rentan trserang penyakit, dan teganggunya jasad renik yang menguntungkan tanah.
Kondisi demikian berakibat terhadap menurunnya produktifitas lahan, tidak
efisiensinya penggunaan input, serta menurunnya kualitas lahan (Benny Rachman,
2009).
Peningkatan dan
pemeliharaan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan organic
yang tersedia di lokasi, seperti : pupuk hijau, puuk kandang, dan jerami padi.
Pengembangan pupuk organic ini merupakan langkah strategis mengingat sebagian
besar petani Indonesia adalah petani yang menghadapi kendala biaya produksi.
Aspek Manajemen
1.
Peningkatan Ketepatan dalam Penetapan
Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi.
Untuk
meningkatkan ketepatan dalam menetapkan alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi
diperlukan sinkronisasi antara usulan kebutuhan pupuk dari daerah dan kemampuan
anggaran pemerintah.
2.
Peningkatan Pemantauan dan Pengawasan
Pelaksanaan
Pembentukan
perangkat pengawasan serta mekanisme pemantauan dalam pelaksanaan pengadaan dan
penyaluran pupuk bersubsidi adalahmengacu pada Permendag No.21
/M-DAG/PER/6/2008 dan Permentan No.42/Permentan /OT.140/09/2008.
Berdasarkan peraturan tersebut telah
dibentuk badan-badan pengawasan pupuk bersubsidi. Meskipun telah dibentuk badan
–badan pengawas pupuk bersubsidi, penyimpangan masih terjadi (Deptan, 2008).
Pengembangan
sistem transaksi dengan kartu kendali (SmartCard)
yang telah di ujicobakan pada tahun 2007 dan 2008 mampu meminimalisir
penyimpangan dan penyaluran pupuk bersubsidi dapat dipantau dengan cepat secara
berjenjang sampai ke tingkat pusat. Namun hal tersebut belum diterapkan secara
permanen dan menyeluruh, instrument
tersebut memerlukn kajian yang lebih mendalam tentang efektifitas sistem
tersebut terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi . Dengan sistem Smartcard petani atau kelompok tani dapat mengetahui jumlah alokasi
pupuk bersubsidi dan transaksinya serta melakukan pemantauan dan
pengawasan (Deptan, 2008).
3.
Peningkatan Ketepatan Penyaluran Pupuk
Bersubsidi
Pihak
pemerintah daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, sampai kecamatan
dan desa/kelompok tani perlu mempersiapkan kelembagaan dan infrstruktur
distribusi pupuk bersubsidi melalui pemberdayaan BUMD yang mampu
melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi
secara langsung kepada kelompok tani/petani tersebut. Disamping itu, Pemda
melalui Dinas Pertanian dapat lebih berperan aktif dalam pemantauan penyediaan
dan penyaluran pupuk bersubsidi di wilayahnya.
4.
Sumber
Daya Manusia Sebagai Produsen ( Tenaga Kerja )
Dalam
pandangan makro, hal-hal yang menyangkut sumber daya manusia sebagai produsen
meliputi perbandingan antara angkatan kerja dengan lapangan kerja, peningkatan
mutu tenaga kerja, serta migrasi dan transmigrasi.
Perbandingan antara angkatan kerja
dengan lapangan kerja
Manusia
bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Sebagai produsen penghasil baran
dan jasa, manusia dalam kelompok ini merupakan tenaga kerja yang produktif.
Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan klasik yang utama di Indonesia adalah
semakin menurunnya kemampuan negara dalam menyediakan lapangan kerja bagi
penduduknya. Peranan sektor pertanian sendiri dalam menyediakan kesempatan
kerja terus menurun. Akibat dari semua ini adalah terjadinya peningkatan jumlah
pengangguran, baik di kota maupun di desa.
Tingkat pengangguran dibedakan atas
pengagguran terbuka dan pengangguran tersembunyi (disguised unemployment). Pengangguran tersembunyi terdapat dalam
diri tenaga kerja yang bekerja. Misalnya, suatu pekerjaan dapat dikerjakan
dengan baik hanya oleh 1 orang saja, akan tetapi untuk menghindari adanya
pengangguran terbuka maka pekerjaan tersebut dikerjakan oleh lebih dari 1
orang. Akibatnya, produktivitas tenaga kerja menjadi rendah, bahkan pada
kondisi yang ekstrim, ditemukan produktivitas marginal tenaga kerja mendekati
nol. Jadi, makin banyaj tenaga kerja belum merupakan jaminan akan naiknya
produksi secara proporsional.
Meningkatnya jumlah pengangguran
terbuka yang mencapai 9.5% berpotendi menimbulkan berbagai permasalahan awal.
Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi. Ekspresi diri inidinyatakan dalam
bekerja. Apabila dicermati, pergolakan dan ketidakamanan yang timbul di
berbagai daerah dan tempat sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan
demi suatu kehidupan yang layak. Oleh karena itu, pemerintah menempatkan
penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran pokok dalam agenda
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dijabarkan dalam berbagai prioritas
pembangunan. Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan menciptakan
lapangan pekerjaan produktif mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari
pemerintah.
Beberapa permasalahan yang dihadapu
berkaitan dengan tenaga kerja dan penyediaan lapangan kerja adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatnya
jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun terakhir
2. Menciutnya
lapangan kerja formal di perkotaan dan di perdesaan
3. Pekerja
bekerja di lapangan kerja yng kurang produktif
4. Perbedaan
upah yang semakin lebar antara pekerja formal dan informal
5. Adanya
indikasi menurunnya produktivitas di industri pengolahan
6. Meningkatnya
tingkat pengangguran terbuka usia muda (15-19 tahun)
Apabila
jumlah penduduk yang sangat besar di Indonesia dapat dibina dan dikerahkan
sebagai tenaga kerja yang efektiif maka akan menjadi modal yang besar dan
sangat menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan disegala bidang. Permasalahan
lain yang juga perlu diatasi adalah penyebaran penduduk dari pulau ke pulau
yang tidak merata. Di pulau Jawa yang luasnya 7% dari luas seluruh Indonesia,
bermukim lebih dari 60% jumlah penduduk. Sementara itu, pulau-pulau lain yang
lebih luas, misalnya Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi, jumlah penduduknya
relatif kecil. Demikian juga distribusi tenaga kerja dari sektor ke sektor
lainnya, juga tidak merata.
Dalam
hal pelaksanaan usaha tani di suatu daerah yang subur, pertanian produktif
biasanya dilaksanakan dengna teknologi padat karya. Di daerah tandus, pertanian
kurang produktif, penduduknya kurang padat, dan biasanya usaha tanu
dilaksanakan denganpadat modal.
Peningkatan mutu tenaga kerja
Produktivitas
tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui berbagai cara, antara lain dengan
pendidikan, latihan, dan penyuluhan. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan
mutu dan hasil kerjanya. Sebagian besar pengetahuan dan keterampilan petani
dalam bekerja diperoleh dari orang tuanya yang membimbing mereka sejak masih
anak-anak. Untuk menyampaika teknologi baru pada petani, diperlukan suatu cara
khusus. Ini merupakan tugas penyuluhan bagi petani-petani yang sudah dewasa,
yang merupakan pendidikan nonformal dalam cara-cara betani yang produktif.
Petugas yang
menyampaikan penyuluhan kepada petani disebut penyuluh. Para penyuluh dan
petugas lain yang mengatur dan melayani kegiatan petani dari waktu ke waktu
perlu ditingkatkan kemamopuannya lewat pendidikan berupa kursus dan latihan.
Penyuluhan kepada petani dilakukan oleh petugas-petugas penyuluhan pertanian
yang berkompeten, serta disertai demonstrasi-demonstrasi dalam kebun-kebun
percobaan dinas pertanian dan lahan-lahan petani. Pada malam hari, dapat
diadakan pertunjukan film mengenai praktik-praktik pertanian. Selain
kemungkinan untuk meniru, hal tersebut juga dapat merangsang motivasi dan daya
kreasi petani.
Walaupun pada
umumnya petani merupakan manajer usaha tani yang baik, namun akan sangat
bermanfaat apabila kepada mereka selalu diterangkan implikasi setiap kebijakan
pertanian, terutama kebijakan-kebijakan yang baru. Dengan demikian, mereka akan
selalu mutakhir dalam pemikiran-pemikirannya dan mampu membuat keputusan yang
tepat bagi usaha taninya. Jadi, peningkatan mutu petani dalam program yang
demikian tidak hanya bersifat teknis dan fisik, tetapi juga bersifat mental dan
berhubungan dengan keterampilan manajemen.
Secara umum, ada
dua agenda pokok kegiatan pembangunan ketenagakerjaan, yaitu penguatan
danperluasan basis usaha, serta peningkatan mutu sumber daya manusianya. Dunia
ketenagakerjaan di Indonesia saat ini menghadapi dua masalah besar untuk dapat
berkiprah di area global, antara lain:
1. Perlunya
meningkatkan kemampuan dalam menciptakan nilai usaha dari kinerja bursa
ketenagakerjaan (creating values)
2. Perlunya
membangun kemampuan dalam meningkatkan posisi tawar tenaga kerja dalam
aransemenbisnis yang dijalani (creating
power)
Migrasi dan Transmigrasi
Migrasi merupakan bentuk gerakan
penduduk, spasial atau teritorial antara unit-unti geografis yang melibatkan
perubahan tempat tinggal. Orang yang melakukan migrasi disebut “migran”. Oleh
karena itu, seorang yang disebut migran ada kemungkinan telah melakukan migrasi
lebih dari satu kali. Migrasi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu
migrasi masuk, migrasi keluar, dan migrasi netto. Migrasi masuk adalah masuknya
penduduk ke suatu tempat tujuan. Migrasi keluar adalah keluarnya penduduk dari
suatu daerah asal. Migrasi netto adalah selisih anttara migrasi masuk dan
migrasi keluar.
Todaro merumuskan bahwa seseorang
melakukan migrasi disebabkan oleh pertimbangan ekonomi yang menggambarkan
respon migran terhadap perbedaan pendapatan yang diharapkan dari daerah asal
dengan daerah tujuan. Apabila pasar di daerah tenaga kerja di daerah tujuan
lebih besar daripada di daerah asal dan kemungkinan mendapatkan keuntungan yang
lebih besar di daerah tujuan maka dilakukanlah migrasi. Sehubungan dengan itu,
ada beberapa teori migrasi, antara lain:
a. Mobogunje:
teori pendekatan sistem mobilitas penduduk
Dalam
teori ini ada 3 unsur penting yaitu, rangsangan, saluran, serta subsistem
daerah asalh dan daerah tujuan dengan masing-masing subsistem kontrolnya.
b. Zelinsky:
teori transisi mobilitas penduduk
Ada
hubungan antara tingkat modernisasi suatu daerah dengan perkembangan tipe
mobilitas penduduk. Makin modern suatu masyarakat maka makin meningkatkan tipe
mobilitas permanen.
c. Todaro:
model migrasi, berkaitan dengan transfer tenaga kerja dari sektor tradisional
ke sektor modern
Migrasi
terjadi karena adanya respon terhadap perbedaan perolehan pendapatan aktual
yang diharapkan. Beberapa faktor ysng dapat mempengaruhi mobilitas penduduk,
antara lain pendidikan formalyang ditempuh, keterampilan yang dapat dipakai
untuk bekerja ditempat tujuan, dll.
d. Hart
Rumah
tangga petani yang menguasi lahan sempit terpaksa harus bekerja di luar usaha
taninya untuk mencari tambahan demi kecukupan hidup keluarganya, walaupun
produktivitas marginal tenaga kerja yang lebih rendah.
e. Revenstein:
hukum migrasi
Migrasi
cenderung dilakukan dalam jarak yang dekat, terutama oleh wanita, berlangsung
secara bertahap, menimbulkan arus balik, serta didorong oleh perbaikan
transportasi, pembangunan industri, dan perdagangan dengan alasan ekonomi
menjadi dorongan utama
f. Lee:
teori dorong tarik (push pull theory)
Ada
beberapa faktor pendorong (dari daerah asal yang bersifat negatif) dan fakltor
penarik (dari daerah tujuan yang bersifat positif)
g. Norris:
model interaksi keruangan
Unsur
yang menyebabkan terjadinya migrasi antara lain daerah asal, daerah tujuan,
penghalang antara, migrasi paksaan, migrasi balik, dan kesempatan.
Migrasi tidak hanya terjadi dalam
suatu negara saja, tetapi berkembang menjadi perpindahan penduduk
antarnegerayang kemudian disebur sebagai “emigrasi”. Fenomena migrasi tenaga
kerja Indonesia keluar negeri bukan merupakan hal baru, melainkan sudah terjadi
kurang lebih satu abad yang lalu, dengan dorongan sosiologis dan latar
belakang, serta kebijakan politik yang berbeda. Migrasi tenaga kerja Indonesia
ke luar negeri juga terjadi secara tradisional karena kondisi geografis yang
mendukung. Di wilayah perbatasan yang dapat ditempuh dengan jalan darat atau
dengan perahu-perahu kecil.
Akibat bertambahnya angakatan kerja
dan tidak meratanya penyebaran penduduk antarpulau di Indonesia maka
diselenggarakan program transmigrasi. Sebagai program perluasan lapangan kerja,
transmigrsi tidak berbeda dari migrasi pada umumnya, yaitu perpindahan penduduk
antarpulau atau antardaerah dalam suatu negara. Masalah transmigrasi dapat
ditinjau dari 4 segi, antara lain:
a. Cara
pemecahan masalah penduduk pada umumnya
b. Cara
untuk memperluas area tanag pertanian
c. Cara
untukmemerpluas kesempatan kerja
d. Cara
uintuk mebantu pembangunan daerah
Program
daerah transmigrasi di Indonesia mula-mula diusahakan dengan menekankan pada
terciptanya daya penarik di daerah-daerah baru di luar pulau Jawa.
Gambaran-gambaran panen padi yang melimpah di daerah kolonisasi merupakan
contoh daya tarik yang dulu pernah dilakukan pemerintah. Di samping itu,
pemerintah memberikan bantuan berbagai rupa kepada transmigran. Kenyataannya,
tanpa bantuan keuangan yang besar dari pemerintah pun kegiatan transmigrasi
terus berjalan, biasa disebut “transmigrasi spontan”.
Dalam
tinjauan secara mikro, hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya manusia adalah
perannya sebagai pelaku utama sektor pertanian. Pertanian merupakan proses
produksi yang di dasarkan atas pertumbuhan tanaman dan hewan. Terlaksananya
proses tersebut dalam mencapai pengembangan pertanian sangat tergantung pada
peranan sumber daya manusia sebagai pelaksananya. Dalam bidang pertanian,
bentuk usaha pertanian didominasi oleh pertanian rakyat. Dengan demikian,
peranan sumber daya manusia sebagai produsen dapat ditinjau dalam 3 aspek,
antara lain:
a. Petani sebagai
pekerja usaha tani (cultivator)
Peranan
utama petani dalam usaha taninya adalah sebagai pekerja, yaitu petani itu
sensiri yang mengusahakan taninya. Dalam pelaksanaannya, petani itu tidak
bekerja seorang diri, tetapi dibantu oleh tenaga kerja lainnya yaitu istri dan
anak-anaknya. Anak-anak yang berumur diatas 10 tahun sudah dianggap sebagai
tenaga kerja yang produktif.
b. Petani
sebagai pemimpin usaha tani (manager)
Peranan
lain petani adalah sebagai pemimpin atau
pengelola usaha tani. Dalam peranan ini, sangat diutamakan keterampialan,
termasuk keterampilan dalam mengambil keputusan dari berbagai alternatiif yanag
ada.
c. Petani
sebagai diri pribadi (person)
Petani
sebagai diri pribadi merupakan anggota sebuah keluarga dan ia pun menjadi
anggota masyarakat suatu desa atau rukun tangga. Sebagai manusia, peranan
petani sama saja dengan peranan anggota masyarakat lainnya karena pada dasarnya
petani itu sama dnegan semua manusia.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam
tinjauan secara mikri tersebut adalah umur, pendidikan pengalaman, lingkungan,
dan sebagainya. Dalam hal pendidikan, sebagian besar angkatan kerja pertanian
di Indonesia tidak menamatkan pelajarannya di sekolah dan bahkan banyak tidak
pernah bersekolah. Sehubungan dengan usaha pengembangan pertanian, hal tersebut
merupakan permasalah serius. Dengan tingkat pendidikan yang demikian rendahnya,
sangat sulit untuk mobilisasi tenaga kerja daei satu sektor ke sektor lainnya,
misalnya angkatan kerja dari sektor pertanian ke sektor industri.
Pemasalah pendidikan yang selama ini
dialami, antara lain:
a. Tingkat
pendidikan penduduk yang relatif rendah
b. Dinamika
perubahan struktur penduduk belum sepenuhnya teratasi dalam pembangynan
pendidikan
c. Masih
terdapat kesenjangantingkat pendidikan yang cukup besar antar kelompok
masyarakat
d. Fasilitas
pelayanan pendidikan, khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan
yang lebih tinggi belum tersedia secara merata
e. Kualitas
pendidikan relatif masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan
f. Kompetensi
peserta didik
g. Pembangunan
pendidikan belum sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan kewirausahaan lulusan
h. Pendidikan
tinggi masih menghadapi kendala dalam mengembangkan dan menciptakan ilmu
pengetahuan dan teknologi
i.
Manajemen pendidikan belum berjalan
secara efektif dan efisien
j.
Anggaran pembangunan pendidikan belum
tersedia secara memadai
Sasaran
pembangunan pendidikan adalah meningkatkna akses masyarakat terhadap pendidikan
dan mutu pendidikan yang ditandai oleh:
a. Meningkatnya
taraf pendidikan penduduk Indonesia melalui peningkatan secara nyata persentase
penduduk yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun dan meningkatnya partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan
menengah secara signifikan
b. Meningkatnya
kualitas pendidikan
c. Meningkatnya
relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan
d. Meningkatnya
efektivitas dan efisiensi manajemen pelayanan pendidikan
4.Kemampuan Manajerial
Menurut bahasa,
manajemen berasal dari bahasa inggris “manajemen” yang berarti mengurusi. Orang
yang sering mengurusi suatu pekerjaaan dan memimpin pekerjaan itu disebut
Manajer. Sebagai kesimpulan dari berbagai pendapat tentang definisi manajemen
adalah sebuah proses yang dilakukan baik individu maupun berkelompok untuk
mencapai tujuan melalui rangkaian kegiatan berupa :
- Perencanaan (
Planning ),
- Pengorganisasian
( Organizing ),
-
Penggerakkan/pengarahan ( Actuating )
-
Pengendalian/pengawasan ( Controlling )
Manajemen Produksi Dalam Usaha
Produksi Pertanian
Usaha produksi pertanian
sangat variatif dan sangat tergantung kepada jenis komoditi yang diusahakan.
Namun, pada intinya manajemen produksi pertanian mencakup kegiatan perencanaan,
pengawasan, evaluasi dan pengendalian. Manajemen produksi dalam usaha produksi
pertanian tersebut diuraikan dibawah ini :
1. Perencanaan Produksi Pertanian
Perencanaan merupakan suatu upaya
penyusunan program baik program yang sifatnya umum maupun yang spesifik, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu usaha produksi yang baru memerlukan
perencanaan yang bersifat umum atau yang sering disebut sebagai praperencanaan.
Faktor - faktor yang sangat penting dan harus diputuskan dalam praperencanaan
agribisnis, khususnya subsistem produksi primer/usaha tani adalah pemilihan
lokasi produksi dan pertimbangan fasilitas serta skala usaha setelah ketiga hal
tersebut diputuskan,maka dibuat rencana yang lebih spesifik menyangkut
kebutuhan input - input serta perlengkapan produksi.
2. Pemilihan
komoditas pertanian
Pemilihan
komoditas yang akan diusahakan memegang peranan penting dalam keberhasilan
usaha produksi pertanian. Komoditas yang bernilai ekonomis tinggi akan menjadi
prioritas utama tetapi perlu dipertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan
pemasaranya. Sebab,mungkin terjadi komoditas ekonomis dalam produksi tetapi
tidak tepat untuk daerah produksi dan wilayah pemasaran yang akan dituju.
Komoditas yang telah dipilih selanjutnya ditetapkan jenisnya/varietasnya sesuai
dengan kondisi topografi dan iklim lokasi yang direncanakan.
3. Pemilihan
Lokasi Produksi Pertanian dan Penempatan
Fasilitas.
Untuk usaha agribisnis berskala kecil
mungkin pemilihan lokasi produksi tidak menjadi suatu prioritas, karena umumnya
produksi dilakukan di daerah domisili para petani. Namun usaha agribisnis yang
berskala menengah keatas seperti
perusahaan perkebunan, peternakan, perikanan yang dikelola oleh perusahan
dengan modal investasi yang berjumlah besar, maka pemiliihan lokasi tersebut
akan besar pengaruhnya bagi keberhasikan dan kesinambungan usaha. Beberapa hal
yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi adalah ketersediaan
tenagakerja, ketersediaan prasarana dan sarana fisik penunjang, lokasi
pemasaran,dan ketersediaan intensif wilayah. Tingkat upah regional dan
peraturan-peraturan ketenagakerjaan didaerah tersebut juga harus menjadi
pertimbangan, tingkat upah regional sangat berpengaruh kepada biaya tenaga
kerja yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Peraturan - peraturan
ketenagakerjaan juga berpengaruh kepada kewajiban-kewajiban perusahaan dalam
kaitanya dengan pemanfaatan tenaga kerja. Ketersediaan sarana dan prasarana
fisik penujang, seperti transportasi dan perhubungan, komunikasi, penerangan
serta pengairan/sumber air,sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam
keputusan lokasi produksi, sifat-sifat dan karakteristik produk-produk
pertanian dan perlengkapan input-input dan sarana produksinya yang kamba
(voluinous) menyebabkan ketersediaan sarana dan prasarana fisik tersebut
menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Produk pertanian yang umumnya
tidak tahan lama memerlukan penanganan dan pengangkutan yang cepat menuju ke
lokasi konsumen begitu juga keberadaan alat komunikasi akan menjadi penting
untuk transfer informasi dari lokasi produksi ke lokasi pasar atau sebaliknya.
Pertimbangan lainya adalah lokasi pemasaran, sebaiknya lokasi produksi dekat
dengan lokasi pemasaran terutama untuk komoditas - komoditas yang tidak tahan
lama, seperti produk hortikultura. Walaupun demikian pada era kemajuan
teknologi seperti sekarang ini, jarak antara lokasi produksi dan lokasi pasar
tidak menjadi prioritas karena dengan teknologi daya tahan produk dapat
diperpanjang dan jarak relatif dapat diperpendek dengan alat-alat pengangkutan
yang cepat. Selanjutnya, intensif wilayah juga merupakan faktor pertimbangan
dalam menetapkan keputusan lokasi produksi, intensif wilayah sangat terkait
dengan kebijakan pemerintah daerah terkait, baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan operasi produksi tersebut. kebijakan pajak, kebijakan dan
peraturan tenagakerja, kebijakan Investasi, budaya pelayanan publik
(demokrasi), dan lain – lain merupakan intensif wilayah yang mempunyai daya
tarik bagi investor untuk berusaha di daerah tersebut.
4.
Skala usaha Pertanian
Skala usaha pertanian sangat terkait
dengan ketersediaan input dan pasar. Skala usaha hendaknya diperhitungkan
dengan matang sehingga produksi yang dihasilkan tidak mengalami kelebihan
pasokan atau kelebihan permintaan. Begitu juga ketersediaan input seperti;
modal, tenaga kerja, bibit, peralatan, serta fasilitas produksi dan operasi
lainya harus diperhitungkan. Skala usaha yang besar secara teoretis akan dapat
menghasilkan economics of scale yang tinggi. Namun, kenyataan dilapangan
seringkali skala besar menjadi tidak ekonomis yang disebabkan oleh karakteristik
produk dan produksi komoditas pertanian yang khas. Oleh karena itu, dalam
merencanakan usaha produksi pertanian maka keputusan mengenai skala usaha
menjadi sangat penting. Karakteristik produk dan produksi komoditas pertanian
juga menyebabkan skala usaha kecil dibidang Agribisnis kebanyakan dapat
mencapai skala ekonomis. Pada umumnya, tanaman holtikultura dapat diusahakan
dalam skala yang kecil dengan tingkat efisiensi yang cukup tinggi. Akan tetapi,
komoditas perkebunan seperti; kelapa sawit , teh, kina, karet, tebu dan
lain-lain akan sangat tidak efisien jika diusahakan dalam skala kecil pada
komoditas tersebut maka perlu dibentuk pola-pola kemitraan ,seperti perkebunan
inti rakyat (PIR).
5.
Perencanaan Proses Produksi Pertanian
Setelah menetapkan jenis usaha dan
varietas komoditas yang akan diusahakan, lokasi produksi dan penempatan
fasilitas serta skala usaha yang akan di jalankan, maka mulai merencanakan
proses produksi. Khusus dalam pembukaan usaha baru diperlukan perencanaan pengadaan
fasilitas yang terlebih dahulu harus dirampungkan. Setelah itu, dilanjutkan dengan perencanaan proses
produksi yakni biaya produksi, penjadwalan proses produksi dan sumber-sumber
input dan sistem pengadaannya.
6.
Biaya produksi pertanian
Perencanaan biaya produksi sangat
terkait dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki oleh perusahaan, baik
bersumber dari modal sendiri maupun dari sumber luar, seperti modal ventura,
pembiayaaan melaluikredit, penjualan saham dan sumber-sumber pembiayaan lainya.
Perencanaan biaya tersebut juga terkait dengan skala usaha, makin besar usaha
yang dijalankan makin besar pula biaya produksi yang harus disediakan tetapi
perlu diingat bahwa dengan penggunaan biaya produksi yang optimal dan ekonomis
dapat menghasilkan pendapatan usaha yang maksimal.
7. Penjadwalan Proses Pertanian
Penjadwalan proses produksi dibuat
mulai dari pembukaan lahan sampai kepada proses panen dan penanganan
pascapanen, terutama untuk komoditas yang memiliki gestation period yang
relatif pendek, seperti
tanaman holtikultura. Namun, komoditas yang gestation
perodnya relatif panjang, seperti tanaman perkebunan, biasanya penjadwalan
secara rinci dilakukan secara bertahap, walaupun tetap ada perencanaan jangka
panjang yang menyeluruh. Penjadwalan tanaman holtikultura yang berumur pendek
memegang peranan penting sehubungan dengan fluktuasi harga dan permintaan dalam
setahun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penjadwalan adalah
jenis komoditas, kecenderungan permintaan dan fluktuasi harga, gestation
period, pola produksi, pembiyaan dan lain-lain.
8.
Perencanaan Pola Produksi pertanian
Perencanaan pola produksi memegang
peranan penting dalam penjadwalan, perencanaan tenaga kerja daninput,
pembiayaan, proses produksi dan operasi, penanganan pasca panen, serta sistem
distribusi dan pemasaran, terutama untuk tanaman holtikultura yang memerlukan
penanganan cepat. Pola produksi dapat dibagi kedalam beberapa bentuk, antara
lain berdasarkan:
1. Jumlah komoditas yaitu komoditas tunggal, komoditas
ganda dan multikomoditas.
2. Sistem produksi, yaitu pergiliran tanaman dan
produksi massal.
9. Perencanaan
dan sistem pengadaan input-input dan
sarana produksi pertanian
Perencanaan input-input dan sarana produksi
mencakup kegiatan mengidentifikasi input-input dan sarana produksi yang
dibutuhkan, baik dari segi jenis, jumlah, mutu ataupun spesifikasinya. Secara umum, input-input dalam agribisnis
adalah bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan modal. Dilain pihak sarana
dan prasarana produksi adalah areal tempat produksi, perlengkapan dan peralatan
serta bangunan-bangunan pendukung dan teknologi. Setelah input-input serta
sarana dan prasrana produksi di indentifikasi dan dispesifikasi, maka disusun
rencana dan sistem pengadaanya. Dua hal mendasar yang perlu menjadi titik
perhatian dalam memilih sistem pengadaan adalah membuat sendiri atau membeli.
Misalnya, dalam hal pengadaan bibit, apakah memproduksi bibit sendiri ataukah
membeli dari sumber-sumber lain. Keputusan memproduksi sendiri atau membeli
sangat tergantung pada biaya imbangan antara kedua alternatif tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Sumber Daya Alam dan
Sumber Daya Manusia ( Tenaga Kerja )
v Hanafie,
Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian.
Yogyakarta: ANDI
Ø
Lokasi
v Abdurachmat, Idris dan Maryani,
E.1997. Geografi Ekonomi. Institut
Kerguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung.
v Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori
Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
v Drs. Rahardjo Adisasmita, M.Ec (19--):
TEORI-TEORI LOKASI & PENGEMBANGAN
WILAYAH, Universitas Muslim Indonesia, Ujung Pandang
v Hadi, Ridha. 2010. “Dasar-dasar Teori Von Thunen,” dalam blogspot.
http://ridha-planologi.blogspot.com. Diunduh Jumat, 7 September 2012.
v Wahyuningsih, Menik. 2012. “Pola dan Faktor Penentu Nilai Lahan
Perkotaan di Kota Surakarta,” dalam eprintsundip.
v http://eprints.undip.ac.id/4088/1/Naskah_TA.pdf.
Diunduh Jumat, 7 September 2012
v http://www.geografiana.com/faq
(diakses tanggal 21 November 2009)
v http://www.undip.ac.id (diakses
tanggal 21 November 2009)
v Prof. Dr. Ir. Rudi Wibisono, M.S.
2004. Konsep, Teori & Landasan
ANALISIS WILAYAH, Malang: Bayumedia Publishing
v Philip Sarre (1977): Section II:
SPATIAL ANALISYSIS Area Pattern Unit 15-17, The Open University Press, Great
Britain
v Saraswati, Ratna. 2006. Teori, Konsep,
Metode dan Teknik Analisis Dasar Geografi Ekonomi .
Ø
Ketersediaan Pupuk
v Departemen
Pertanian. 2008. Rancangan Model Subsidi Terpadu Sektor Pertanian.
v Departemen
Pertanian. 2009. Pengkajian Subsidi Pupuk.
v Kariyasa,
K., M. Maulana dan Sudi Mardianto. 2004. Usulan Tingkat Subsidi dan Harga
Eceran Tertinggi (HET) yang relevan serta Perbaikan Pola Pendistribusian Pupuk
di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian.
v Peraturan
Menteri Perdagangan No.21/M-DAG/PER/6/2008. Sistem Distribusi Pupuk dari Lini I
sampai Lini IV
v Peraturan
Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/09/2008. Sistem Penyaluran Pupuk dari
Lin IV sampai ke Kelompok Tania atau Petani.
v PSEKP,
2006. Kebijakan Mengatasi Kelangkaan Pupuk : Perspektif Jangka Pendek. Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
v Rachman,
B., A. Agustian dan M.Maulana. 2008. Dampak Penyesuian HET Pupuk Terhadap
Penggunaan Pupuk dan Laba Usahatani Padi, Jagung, dan Kedele. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
v Rachman,
Benny. 2009. Kebijakan Subsidi Pupuk. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian
v Syafaat,
N., A. Purwoto, dan C. Muslim. 2006. Analisis besaran Subsidi Pupuk dan Pola
Pendistribusiannya. Pusat Analisis Sosiak Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
v www.
pse.litbang.deptan.go.id
Ø
Kemampuan Manajerial
v http://rachmatsibali.blogspot.com/2014/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
0 komentar:
Posting Komentar