Rabu, 01 April 2015

Ekonomi Pertanian

BAB II
PEMBAHASAN
1.                  Sumber Daya Alam
            Yang dimaksud dengan sumber daya alam adalah segala unsur alam, baik dari abiotik maupun biotik yang dapat digunakan untuk menhasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia. Unsur alam dapat memegang dua pernanan yang saling bertolah belakang dalam pembangunann dan peningkatan kesejahteraan manusia. Di satu sisi, alam dapat menjadi kendala yang menghambat, sedangkan di sisi lain, dapat bertindak sebagai sumber daya yang mendukung peningkatan kesejahteraan manusia.
            Sumber daya alam adalah lingkungan alam yang memiliki nilai untuk memenuhi kebutuhan manusia. sumber daya alam didefinisikan pula sebagai keadaan lingkungan dari bahan-bahan mentah yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kesejahterannya. Definisi lain menyebutkan bahwa sumber daya adalah hasil penilaian manusia terhadap unsur-unsur lingkungan hidup yang diperlukannya. Pendapat ini membagi sumber daya alam ke dalam tiga golongan, yaitu persediaan total yang merupakan jumlah unsur lingkungan, sumber daya atau bagian dari persediaan total, dan cadangan yang merupakan bagian dari sumber daya yang pasti diperoleh.
            Sumber daya alam yang dapat dipulihkan, seperti tanah, air, hutan, padang rumput, dan populasi ikan. Sumber daya alam fisik (misalnya tanah, air, dan udara) dibedakan dari sumber daya hayati, seperti hutan, padang rumput, tanaman pertanian-perkebunan, dan margasatwa. Sumber daya alam yang berperan dalam pertanian adalah tanah, matahari, udara, dan air.
Tanah
            Tanah adalah tubuh alam yang tersusun dalam bentuk profil. Tanah terdiri dari berbagai campuran mineral pecah lapuk dan organik pengurai, sebagai lapisan tipis penutup permukaan bumi, serta menjamin tumbuhnya tumbuhan, hewan, dan manusia.
            Dalam substansi tanaH, terdapat empat komponen utama yang mendukung kemungkinan hidupnya tumbuhan, yaitu bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Posisi dan kedaan komponen-komponen tersebut sangat menentukan kesuburan tanah atau penggunaan tanah untuk macam-macam usaha tani.
            Tumbuhan alamiah di suatu tempat biasanya telah sesuai dengan persediaan air dan zat-zat hara dari tanah tertentu yang terdapat di dalamnya. Tanah yang baik mampu menghidupi tanaman budi daya secara intensif, akan tetapi apabila tanah dieksploitasi maka air dan zat-zat hara alam harus ditambah dengan pengairan datau pemupukan. Dengan cari ini, tanah dapat dikelola dan diubah secara efektif. Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan tempat produksi tanaman berlangsung.
            Pengaruh tanah dalam pertanian dapat dibedakan secara makro dan mikro. Secara makro, tanah sangat menentukan jenis tanaman yang dapat tumbuh di suatu daerah. Dalam pandangan mikro, tanah dibagi atas dasar topografi, kesesuaian penggunaan, ekologi lahan, dan jenis tanah.
Menurut topografinya, lahan dibedakan kemiringannya menjadi empat, antara lain:
1.      Lahan dengan lereng 0-3 %: datar, termasuk rawa-rawa, untuk tanaman padi atau perkebunan kelapa.
2.      Lahan dengan lereng 3-8 %: baik untuk tanaman setahun tertentu apabila dibuat teras atau kontur.
3.      Lahan dengan lereng 8-15 %: baik untuk tanaman rumput sehingga cocok untuk area peternakan.
4.      Lahan dengan lereng >15 %: baik untuk tanaman kayu sehingga cocok dijadikan area perkebunan atau kehutanan.
Pertumbuhan penduduk yang terus-menerus berimplikasi terhadap bidang pertanian, yaitu yang menyangkut hubungan antara pemilik tanah dan penggarap, yang maikn lama makin kompleks. Jika suatu daerah berpenduduk sangat padat yang jumlah petani penyakapnya kompleks. Jika suatu daerah berpenduduk sangat padat yang jumlah petani penyakapnya memerlukan tanah garapan jauh lebih besar daripada persediaan tanah yang ada maka pemilik tanah dapat menerima syarat-syarat yang lebih berat dibandingkan dengan daerah tempat persediaan tanah garapan masih luas. David Ricardo, seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris yang dikenal sebagai salah seorang penulis terkemuka dalam hal sewa tanah, meneybutkan bahwa tinggi-rendahnya sewa tanah disebabkan oleh perbedaan tingkat kesuburannya. Semakin subur tabag tersebut maka semakin tinggi sewanya. Di samping itu, tinggi rendahnya nilai tanah ditentukan juga oleh faktor kelangkaan tanah, tingkat kesuburan tanah, macam komoditi yang diproduksikan, letak dan posisi, serta pembayaran-pembayaran lainnya.
Berdasarkan penguasanya atas sebidang lahan, petani dibedakan menjadi petani pemilik penggarap, petani penyewa, petani penyangkap, dan buruh tani yang tidak mempunyai kewenangan sedikit pun atas sebidang tanah, berdasarkan luas lahan yang dimiliki, ada petani kaya pemilik lahan luas, petani menengah pemilik lahan sedang, dan petani gurem pemilik lahan sempit. Penggunaan lahan/tanah dalam bidang pertanian meliputi usaha tani tanaman padi atau palawija, usaha tani tanaman hortikultura, usaha tani btanaman perkebunan, usaha tani kehutanan, usaha tani ternak, budi daya ikan di air tawar, budi daya ikan di tambak air payau, dan suaha penangkaran stwa liar.
Masalah tanah yang menonjol di Indonesia adalah perpecahan (division), perpencaran (fragmentation), dan bentuk milik tanah (tenancy). Perpecahan tanah adalah pembagian milik seorang atas petak-petak kecil untuk diberikan kepada ahli warisnya. Perpencaran tanah adalah sebuah usaha tani di bawah satu manajemen yang terdiri dari beberapa petak yang berserak-serak. Bentuk-bentuk usaha tani yangh demikian menyulitkan sistem pengairan dan pengawasannya. Diperlukan waktu dan biaya yang lebih banyak sehingga efisiensi produksi menurun.
Banyaknya rumah tangga pertanian menurut provinsi, serta golongan luas lahan pertanian dan sawah yang dikuasai (m2)
Luas
DKI Jaya
Jabar
Banten
Jateng
DIY
Jatim
Indonesia
(Rumah Tangga)
Lahan Pertanian
< 1000
6.993
735.541
91.985
600.210
115.301
5.897.914
2.749.548
< 5000
2.459
1.553.270
295.207
2.284.718
246.329
2.459.040
9.639.420
< 10000
661
431.149
126.987
669.805
57.618
787.690
4.400.840
< 20000
517
176.359
64.267
216.356
16.225
266.336
3.301.441
< 30000
164
40.485
16.394
34.979
2.169
48.128
1.284.198
< 30000
129
29.151
11.039
18.455
763
32.071
907.774
Lahan Sawah
< 1000
873
752.882
103.884
493.495
109.208
404.375
2.250.304
< 5000
924
1.200.948
288.681
1.726.440
124.604
1.707.564
7.205.992
< 10000
436
211.775
67.710
290.553
8.479
342.781
2.033.524
< 20000
362
77.893
20.695
69.402
1.547
101.319
895.890
< 30000
86
19.527
3.606
10.378
173
19.186
189.780
< 30000
58
14.268
2.006
6.043
85
12.726
93.193
Sumber: Sensus Pertanian 2003
 Dari tabel diatas tampak bahwa semakin luas lahan pertanian atau sawah di semua provinsi maka semakin sedikit rumah tangga yang menguasainya. Penguasaan lahan pertanian terbesar oleh rumah tangga adalahdengan luas antara 1.000 – 4.999 m2 atau kurang dari 5.00 m2. Sementara itu dari perpencaran tanah tampak bahwa hanya 14% dari usaha tani yang terdiri dari satu persil (bidang) saja. Selebihnya 66% atas dua sampai tiga bidang dan 20% terdiri atas empat bidang, bahkan lebih dari itu.
Iklim
            Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata di suatu tempat.iklim merupakan salah satu sumer daya alam yang memegang peranan penting dalam bidang pertanian. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tergantung kepada lingkungan, tanah, dan iklim. Dalam keadaan pembukaan daerah pertanian baru, untuk peranan tertentu diperlukan data iklim tentang daerah tersebut. Hal tersebut berguna dalam penentuan kebijakan perencanaan penanaman komditi tertentu di daerah tersebut. Iklim berpengaruh nyata pada setiap fase kegiatan pertanian.
            Unsur-unsur iklim terdiri dari radiasi, suhu, kelembababn udara, awan, curah hujan, penguapan, tekanan udara, dan angin. Unsur-unsur tersebut berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu disebabkan adanya pengendali iklim.unsur-unsur iklim yang juga bertindak sebagai pengendali iklim adalah radiasi surya, suhu udara, kelembaban, angin, altitude (ketinggian suatu tempay di atas permukaan laut), penyebaran daratan danlautan, perbedaan tekanan pada masing-masing daerah, arus laut, dan gangguan-gangguan atmosfer. Iklim dari suatu tempat ditentukan oleh kombinasi dari berbagai unsur dan dipengaruhi oleh faktor pengendali. Hal ini memungkinkan dua tempat mempunyai iklim yang berbeda.
            Klasifikasi iklim menurut Koppen didasarkan pada zona-zona vegetasi. Koppen menyatakan bahwa vegetasi-vegetasi alamiah merupakan ekspresi dari keseluruhan iklim dan memiliki hungan erat dengna sifat-sifat suhu dan kandungan uap air daerah tersebut. Tipe-tipe utama iklim meurut Koppen, antara lain:
1.      Tipe A daerah hujan tripis
2.      Tipe B daerah iklim kering
3.      Tipe C daerah iklim sedang berhujan
4.      Tipe D daerah iklim hutan dingin
5.      Tipe E daerah iklim kutub
Menurut Koppen, Indonesia termasuk dalam tipe ilim C, yaitu mempunyai ketinggian di atas 1.250 m dari permukaan laut dan suhu bulan terdingi 18oC. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 3.00 m, suhu rata-rata bulanan lebih kecil dari 10oC daerah ini termasuk tipe iklim pegunungan.
Air
            Air merupakan faktor lain yang juga penting dalam usaha peningkatan produksi, selain tanah dan iklim. Air merupakan syarat mutlak bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman. Air dapat berasal dari air hujan datau dari irigasi (pengairan yang diatur oleh manusia). bila masalah irigasi ini dapat diatasi dengan baik, misalnya dengan pembuatan waduk beserta saluran-salurannya maka ada kemungkinan frekuensi penanaman dapat ditingkatkan, yang semula halnya dapat ditanami sekali setahun, akhirnya dapat ditanami dua atau tiga kali dalam setahun.
            Pemanfaatan air yang intensif mampu mendukung kenaikan hasil sangat signifikan.bahkan nilai tanak juga dapat mengalami peningkatan sebagai akibat adanya faktor air. Ini dapat dibuktikan dengan membandingkan hasil pertanian antara lahan yang diairi dengan lahan yang tidak diairi. Usaha intensifikasi pertanian melalui perbaikan irigasi terus ditingkatkan oleh pemerintah dengan pembangunan waduk-waduk dan saluran-saluran air sehingga semakin meningkatkan jumlah lahan yang dapat diairi.
            Pengaturan irigasi ini dapat pula dilakukan untuk lahan pasang-surut. Tanah-tanah rawa, atau sawah tadah hujan. Dengan kemajuan teknologi, masalah air pada lahan-lahan pasang-surut rawa, serta lahan tadah hujan dapat diatasi. Dengan jaringan irigasi yang sesuai, tanah rawa yang semula hanya ditanami pada musim kemarau kini dapat ditanami sepanjang tahun. Ini akan memperluas area persawahan secara keseluruhan yang dapat meningkatkan produksi pangan dan menyukseskan pembangunan pertanian. Usaha ini memerlukan biaya, waktu, tenaga, dan keterampilan yang tinggi. Pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat menyebabkan usaha ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan yang semula belum digarap makin mendesak karena bila hanya mengandalkan lahan intensifikasi saja maka kebutuhan pangan penduduk secara keseluruhan tidak akan tercukupi dalam jangka panjang.
            Ada beberapa permasalahan sumber daya air, antara lain:
1.      Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif ruang dan waktu
2.      Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya air, baik air permukaan maupun air tanah
3.      Menurunnya kemampuan penyediaan air
4.      Meningkatnya potensi konflik air
5.      Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi
6.      Makin luasnya abrasi pantai
7.      Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan
8.      Rendahnya kualitas pengelolaan dan sistem informasi
9.      Kerusakan prasarana sumber daya air akibat bencana alam
Permasalahan Sumber Daya Alam Dalam Pengembangan Pertanian
            Secara umum, dapat dikatakan bahwa sumber daya alam sangat berguna dan membantu manusia apabila dikelola dengan baik. Sebaliknya, ia dapat menjadi sumber malapetaka bagi manusia manakala manusia tidak mampu mengelolanya dengan baik, misalnya terjadi lahan-lahan kritis, banjir, kekurangan air di musim kemarau, dan lain-lain.
            Pengelolaan sumber daya alam (dan pelestarian fungsi lingkungan hidup) demikian pentingnya sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009:
“sumber daya alam dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian, sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resources based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Hingga saat ini, sumber daya alam sangat berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional dan masih akan diandalkan dalam jangka menengah. Atas dasar fungsi ganda tersebut maka sumber daya alam senantiasa harus dikelola secara seimbang untuk menjamin berkelanjutan pembangunan nasional. Penerapan prinsip-prinsip pembangungan yang berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektordan wilayah menjadi prasyarat utama untuk diinternalisasikan ke dalam kebijakan dan peraturan perundangan, terutama dalam mendorong investasi pembangunan jangka menengah (2004-2009) dengna prinsip saling sinergis dan melengkapi, dengan pengembangan tata pemerintahan yang baik didasarkan atas partisipasi, transparansi, dan akuntabilitasi yang mendorong upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam dam pelestarian fungsi lingkungan hidup”.
Berbagai permasalahan muncul dan memicu terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga dikhawatirkan akan berdampak besar bagi kehidupan makhluk di bumi, terutama manusia yang populasinya semakin besar. Beberapa permasalahan pokok sumber daya alam adalah sebagai berikut:
1.      Terus menurunnya kondisi hutan di Indonesia
2.      Kerusakaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
3.      Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak
4.      Citra pertambangan yang merusak lingkungan
5.      Tingginya terhadap ancaman terhadap keanekaragaman hayati
6.      Meningkatnya pencemaran air
7.      Kualitas udara, khususnya di kota-kota besar semakin menurun
8.      Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan
9.      Pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelas
10.  Dan lain-lain
Program-Program Pemerintah Dalam Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
            Dengan permasalahan-permasalahan tersebut, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem peneglolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor perikanan, kehutanan, pertambangan, dan mineral terhadap PDB) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas. Adanys keseimbangan tersebut berarti  menjamin kelanjutan pembangunan. Oleh karena itu, mainstreaming prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor, baik di pusat daerah menjadi suatu keharusan.
            Yang dimaksud dengan sustainable development adalah upaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh kegiatannya harus dilandasi 3 pilar pembangunan secara seimbang, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable), danramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang dapat mendorong investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dna bidang yang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
            Sasaran pembangunan kehutanan merupakan tegaknya hukum, khususnya dalan pemberantasan pembakaran liar (illegal ligging) dan penyelundupan kayu, penetapan kawasan hutan dalam tata ruang seluruh provinsi di Indonesia, penyelesaian penetapan kesatuan pengelolaan hutan, optimalisasi nilai tambah dan manfaar hasil hutan kayu, meningkatnya hasil hutan nonkayu, bertambahnya hutan tanaman industri, konservasi hutan dan rehabilitasi lahan untuk menjamin pasokan air dan sistem penopang kehidupan lainnya, desentralisasi kehutanan melalui pembagian wewenang dan tanggung jawab yang disepati oleh pusat dan daerah, serta berkembangnya kemitraan antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari dan penerapan iptek yang inovatif pada sektor kehutanan.
            Adapun beberapa sasaran pembangunan lingkungan hidup, antara lain:
1.      Meningkatkan kualitas air permukaan (sungai, danau, dan situ) dan kualitas air tanah, disertai pengendalian dan pemantauan terpadu antar sektor.
2.      Terkendalinta pencemaran pesisir dan laut melalui pendekatan terpadu antara kebijakan konservasi tanah di wilayah daratan denganekosistem pesisir dan laut.
3.      Meningkatnya kualitas udaraperkotaan, khususnya di kawasan perkotaan yang didukung oleh perbaikan manajemen dan sistem transportasi kota yang ramah lingkungan.
4.      Berkurangnya penggunaan bahan perusak ozon (BPO) secara bertahap dan sama sekali hilang pada tahun 2010.
5.      Berkembangnya kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim global, pelestarian, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan sesuai pedoman IBSAP (Indonesian Bioiversity Strategy and Action Plan) 2003-2020.
6.      Meningkatnya upaya pengelolaan sampah perkotaan dengan menempatkan perlindungan lingkungan sebagai salah satu faktor penentu kebijakan.
7.      Meningkatnya sistem pengelolaan dan pelayanan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) bagi kegiatan-kegiatan yang berpotensi menggemari lingkungan.
8.      Tersusunnya informasi dan peta wilayah yang rentan terhadap kerusakan lingkungan, bencana banjir, kekeringan, gempa bumi, tsunami, dan bencana-bencana alam lainnya.
Seluruh kebijakan yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut meliputi:
1.      Perbaikan manajemen dan sistem pengelolaan sumber daya alam.
2.      Optimalisasi manfaat ekonomi dari sumber daya alam, termasuk jasa lingkungan, pengembangan peraturan perundangan lingkungan, penegakan hukum, rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam, serta pengendalian pencemaran lingkungan hidup dengan memperhatikan kesetaraan gender.
Melalui kebijakan ini diharapkan sumber daya alam tetap mendukung perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan daya dukung dan fungsi lingkungan agar kelak tetap dapat dinikmasti oleh generasi mendatang.
2.                  Lokasi
1.                  Hukum G eografi Tobler “setiap hal memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun yang lebih berdekatan memiliki keterkaitan lebih dari yang lainnya”, (Tobler dalam Rustiadi, 2009).
2.      Aspek lokasi/spasial

landasan lokasi dan ruang/spasial (Tarigan , 2005)

a)      ruang adalah permukaan bumi, baik yang ada di atasnya maupun yang ada di bawahnya sepanjang manusia bisa menjangkaunya.
b)      lokasi menggambarkan posisi pada pada ruang. Dalam konteks wilayah, lokasi menggambarkan keterkaitan antar kegiatan di suatu lokasi dan berbagai kegiatan lainnya di lokasi lain ( faktor kedekatan lokasi/spasial).
3.      Teori lokasi

Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. (Tarigan, 2005)

Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan bumi baik yang ada diatasnya maupun yang ada dibawahnya sepanjang manusia awam masih bisa menjangkaunya. Lokasi menggambarkan posisi pada ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya). Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan atau jauhnya satu kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan masing-masing karena lokasi yang berdekatan (berjauhan) tersebut.

Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk melihat dan memperhitungkan pola lokasional kegiatan ekonomi termasuk industri dengan cara yang konsisten dan logis, dan untuk melihat dan memperhitungkan bagaimana daerah-daerah kegiatan ekonomi itu saling berhubungan (interrelated).

Teori lokasi biaya rendah yang dikembangkan oleh Weber berasumsikan bahwa permintaan adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh perusahaan yang berdekatan. Dengan demikian, secara implisit teori ini juga mengasumsikan persaingan bebas tanpa ada kemungkinan timbulnya kekuatan monopoli yang ditawarkan oleh lokasi perusahaan lain. Namun demikian lokasi biaya minimum perlu menjamin keuntungan maksimum. Keuntungan dapat saja meningkat bila lokasi perusahaan yang bersangkutan pindah ke daerah konsentrasi permintaan sekalipun biaya bertambah. Gejala ini disebabkan oleh penjualan yang meningkat per satuan produk lebih rendah.

Perusahaan yang berdiri sendiri di suatu daerah, dalam batas tertentu, tidak perlu memperhatikan kebijaksanaan perusahaan lain. Ia bebas menentukan kebijakaannya dalam bidang harga, kualitas, maupun atribut lain dalam produknya. Tak demikian halnya bila ia berlokasi tak berjauhan dengan perusahaan lain dan mempunyai daerah pasar diperebutkan dengan perusahaan itu. Dalam hal ini kebijaksanaan yang diambil dipengaruhi oleh perusahaan lain atau sebaliknya.

Beberapa unsur ketergantungan lokasi telah dikemukakan dalam teori Palander dan Hoover. Teori ketergantungan lokasi berpangkal tolak dari kesamaan biaya bagi semua perusahaan dan menjual produknya di pasar yang tesebar secara sepasial.

Teori biaya minimum dan ketergantungan lokasi (Theory Least Cost and Place Interdependence) dikemukakan oleh Melvin Greenhut pada tahun 1956 dalam bukunya Plant Location in Theory and in Practice dan Microeconomics and The Space Economy
Greenhut berusaha menyatukan teori lokasi biaya minimum dengan teori ketergantungan lokasi yang mana dalam teori tersebut mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

a.       Biaya lokasi yang meliputi biaya angkutan, tenaga dan pengelolaan
b.      Faktor lokasi yang berhubungan dengan permintaan, yaitu ketergantungan lokasi dan usaha untuk menguasai pasar.
c.       Faktor yang menurunkan biaya.
d.      Faktor yang meningkatkan pendapatan.
e.       Faktor pribadi yang berpengaruh terhadap penurunan biaya dan peningkatan pendapatan.
f.       Pertimbangan pribadi.
Sejarah Teori Lokasi

a.                  Sejarah Teori Lokasi Von Thunen

Dalam mempelajari dan menerapkan ilmu perencanaan wilayah, dibutuhkan banyak ilmu dasar yang harus dikuasai, salah satunya adalah mengenal teori lokasi. Teori lokasi pada umumnya merupakan suatu gagasan yang mendasari penentuan lokasi suatu objek. Hal ini perlu dipelajari untuk menempatkan objek tersebut pada lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan aspek efisiensi tenaga manusia dan ekonomi. Dari beberapa teori lokasi yang ada, teori Von Thunen merupakan teori lokasi klasik yang mempelopori teori penentuan lokasi berdasar segi ekonomi.

Johan Heinrich Von Thunen ialah seorang ahli ekonomi pertanian dari Jerman yang pada tahun 1783-1850 mengeluarkan teori yang tertuang dalam buku “Der Isolirte Staat”. Teori Von Thunen lebih di kenal sebagai teori lokasi pertanian. Von Thunen berpendapat bahwa pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Pertanian merupakan proses pengolahan lahan yang di tanami dengan tanaman tertentu untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan pertanian meliputi persawahan, perladangan, perkebunan, dan peternakan. Kegiatan pertanian sudah ada sejak zaman Mesopotamia sebagai awal berkembangnya budaya dan sistem pertanian kuno.

Pada zaman itu banyak area pertanian yang terletak di wilayah yang tidak strategis. Petani yang berada di lokasi jauh dari pusat pasar atau kota, harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk menjual hasil panennya. Padahal di zaman tersebut alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut hasil pertanian masih berupa gerobak yang ditarik oleh sapi, kuda atau keledai. Biaya transportasi yang dikerahkan tidak sebanding dengan upah yang di dapat. Hal ini menunjukkan betapa mahalnya kota sebagai pusat pasar. Dari hasil studi inilah Von Thunen mengeluarkan teori lokasi pertanian.

Von Thunen melalui teorinya menciptakan contoh cara berfikir efektif yang di dasarkan atas penelitian statistik, yang mulai dengan model sederhana selangkah demi selangkah memasukkan komplikasi atau unsur baru sehingga semakin mendekati konkret. Ia mengembangkan suatu teori sewa tanah dan teori produktivitas marginal yang di terapkan dalam upah dan bunga.

Model Von Thunen

Teori Lokasi Von Thunen ditulis oleh Johan Heinrich Von Thunen tahun 1826. Teori lokasi Von Thunen diawali oleh analisis lokasi areal produksi pertanian. Karyanya berjudul Der Isolierte Staat (The Isolated State atau Negara yang Terisolasi). Von Thunen menggambarkan negeri yang terisolasi dengan iklim dan tanah yang seragam, topografi yang seragam dan datar, serta alat-alat transportasi yang seragam yang hanya dilayani oleh kereta yang ditarik oleh hewan atau ternak.
 Asumsi yang digunakan:

1.      Areal pertanian satu ragam (uniform) dalam atribut lingkungannya
2.       Hanya ada satu pasar akibat lokasi yang terisolasi
3.      Transportasi sejenis dan biaya transportasi meningkat bersamaan dengan jarak terhadap pasar.
4.      Semua petani bertindak rasional/ ekonomis, yang penggunaan lahannya untuk memaksimumkan profit, mereka mempunyai info yang cukup mengenai biaya produksi dan harga pasar.
5.      Pola ruang dengan bentuk wilayah yang melingkar sepu tar kota zona-zona konsentrik.
6.      Area Isolated State : model ideal dengan karakteristik wila yah yang terisolasi (bagan bagian atas)

Sejarah Teori Lokasi  Wlater Christaller

Teori tempat pusat disebutkan oleh Wlater Christaller ( 1933) dan August Losch (1936), beliau mengembangkan satu teori yang dapat dipergunakan sebagai kerangka analisis untuk membahas hal tersebut. Teori pusat merupakan suatu permukiman yang menyediakan barang dan jasa-jasa bagi penduduk local dan daerah belakangnya.Pada teori tempat pusat juga menjelaskan tentang hubungan keterkaitan antara sosial-ekonomi dan fisik yang saling mempengaruhi.

Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland).  Sebuah pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayaninyapun relatif lebih dekat dengan luasan yang kecil (Knox, 1994).  Guna mengetahui kekuatan dan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah sekelilingnya, seorang ahli geografi, Walter Christaller, melakukan sebuah penelitian.  Penelitian ini dilakukan di Jerman bagian selatan, di daerah perdesaan (Hartshorn, 1980). Dan teori tersebut dinyatakan sebagai teori tempat pusat (Central Place Theory) oleh Christaller.

Menurut Christaller, tidak semua kota dapat menjadi pusat pelayanan.  Dan pusat pelayanan harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi penduduk di daerah dan kawasan sekitarnya. Christaller menyatakan bahwa dua buah pusat permukiman yang memiliki jumlah penduduk  sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang sama penting.  Istilah kepusatan (centrality) digunakan untuk menggambarkan bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat terpusat (central place).

Pada teori Christaller menyebutkan  sistem keruangan yang optimum berbentuk heksagonal dengan pusat kegiatan terdapat di tengah pola. Namun Christaller juga menyebutkan bahwa dalam struktur keruangan kota terdapat hirarki, dimana tempat dengan hirarki yang teratas mampu memenuhi kebutuhan tempat di hirarki bawahnya. Semakin tinggi jumlah hirarki kota maka jumlah kota semakin tinggi, begitupun sebaliknya.

Pengaruh Teori Lokasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dewasa ini, perkembangan sektor industri di Indonesia  menyebabkan terjadinya percepatan munculnya bangunan industri, penambahan devisa negara, serta mengurangi jumlah pengangguran. Namun hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kebijakan-kebijakan yang kuat, analisa lokasi khususnya lokasi industri yang tepat, maka keberadaan kawasan industri disamping memberikan dampak positif juga akan mempengaruhi potensi, kondisi, dan mutu sumber daya alam dan lingkungan sekitar (Anonim, 1993). Keberadaan sektor industri tersebut tidak terlepas dari pemilihan lokasi yang didasarkan pada teori lokasi yang telah berkembang mulai dari teori klasik, neo-klasik, sampai dengan teori lokasi modern.
Berikut pemaparan dari beberapa ahli tentang Teori Pusat Pertumbuhan:
a)    Teori pusat pertumbuhan dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli ekonomi Prancis), pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap kegiatan lainnya.
b)    Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat oleh pendapat August Losch (1945) seorang ahli ekonomi Jerman.

Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hirarki permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul-simpul jaringan heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya.

Tempat-tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk jaringan yang disebut sarang lebah. Menurut Walter Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).

Berdasarkan penjelasan mengenai teori lokasi industri dan teori pusat pertumbuhan dapat kita simpulkan bahwa keduanya memiliki peranan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dimana penempatan lokasi industri yang tepat dapat memberikan banyak jalan, diantaranya industri yang didirikan dilokasi yang tepat, mampu menyerap tenaga kerja yang ada disekitar lokasi industri khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Selain itu daerah yang menjadi lokasi industri secara otomatis akan mengalami kenaikan pendapatan daerah. Sehingga memungkinkan perekonomian didaerah lokasi industri mengalami peningkatan.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen dan Wlater Christaller

Pada dasarnya teori pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Demikian dengan teori lokasi juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang akan dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Teori Lokasi
Kelebihan
Kekurangan
1.   Von Thunen
a)  Menjadi acuan penting dalam pengembangan Wilayah terutama dalam menentukan berbagai kegiatan pereko nomian.
b)  Dapat menentukan berbagai Kawasan ( Zoning )
a)  Kemajuan transportasi dapat menghemat banyak waktu dan biaya.
b)  Ada beberapa daerah yang tidak hanya memiliki 1 merket center saja, tetapi juga 2 market center.
c)  Adanya berbagai bentuk pengawetan, sehingga mencegah resiko busuk pada pengiriman jarak jauh.
d)  Kondisi topografis setiap daerah berbeda-beda, sehingga hasil pertanian yang akan dihasilkanpun akan berbeda.
e)  Negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota.
f)   Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasarannya.
2.   Wlater Christaller
a)    Salah satu hal banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis ini dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi yang memiliki daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih ingin mendatangi pusat yang memiliki daya tarik tersebut. Hal ini terkait dengan besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut.
b)  Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya
a)    Jangkauan suatu barang dan jasa tidak titentukan lagi oleh biaya dan waktu.
b)    Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, konsumen tidak selalu memilih tempat pusat yang paling dekat. Hal ini bisa disebabkan oleh daya tarik atau fasilitas sarana dan prasarana tempat pusat yang lebih jauh tersebut lebih besar dibandingkan dengan tempat pusat yang terdekat.


3                    Ketersediaan Pupuk

Pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi sektor pertanian. Pupuk menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan peningkatan produksi pertanian, khususnya beras antara tahun 1965-1980 dan keberhasilan Indonesia mencapai swasembada beras di tahun 1984. Pupuk pun berkontribusi 15-30 persen untuk biaya usaha tani padi. Dengan demikian sangat penting untuk menjamin kestabilan harga dan kelancaran distribusi pupuk.
Ketersediaan pupuk non-organik (umum disebut pupuk pabrik) setiap saat dengan harga yang memadai merupakan salah satu penentu kelangsungan produksi padi dan komoditas pangan lainnya di dalam negeri, yang selanjutnya berarti terjaminnya ketahanan pangan. Karena pentingnya pupuk bagi pertumbuhan pertanian, khususnya pangan seperti padi, sejak era Orde Baru hingga saat ini, pemerintah memberikan subsidi pupuk. Cara yang baru ini merupakan upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi petani dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah yaitu harga eceran tertinggi (HET). Sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) Pertanian No. 106/Kpts/SR.130/2/2004 tentang kebutuhan pupuk bersubsidi No.64/Kpts/SR.130/2005 dan HET pupuk bersubsidi, pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan HET di tingkat pengecer resmi.
Tidak semua jenis pupuk yang disubsidi oleh pemerintah. Sesuai Kepmen tersebut, jenis-jenis pupuk yang disubsidi adalah pupuk Urea, SP-36, ZA dan NPK dengan komposisi 15:15:15 dan diberi label “Pupuk Bersubsidi Pemerintah”. Semua pupuk bersubsidi ini disediakan untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan (usaha milik sendiri atau bukan, dengan luas lahan hingga 25 ha, dan tidak membutuhkan izin usaha perkebunan), dan makanan ternak. HET yang ditetapkan oleh Kepmen tersebut adalah sebagai berikut: Urea Rp 1.050/kg; SP-36 Rp 1.400/kg; ZA Rp 950/kg; dan NPK Rp 1.600/kg.
Pupuk memiliki peran yang penting dalam peningkatan produksi dan produktivitas petani. Oleh karena itu pemerintah terus mendorong penggunaan pupuk yang efisien melalui kebijakan melalui aspek teknis, penyediaan dan distribusi maupun harga melalui subsidi. Kebijakan subsidi dan distribusi pupuk yang telah diterapkan mulai dari tahap perencanaan kebutuhan, penetapat Harga Eceran Tertinggi (HET), besaran subsidi hingga sistem distribusi ke pengguna pupuk sudah cukup komprehensif. Namun demikian, berbagai kebijakan tersebut belum mampu menjamin ketersediaan pupuk yang memadai dengan HET yang di tetapkan. 
Secara lebih spesifik, masih sering terjadi kasus antara lain : kelangkaan pasokan pupuk yang menyebabkan harga melebihi HET, marjin pemasaran lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, perencanaan alokasi kebutuhan pupuk yang belum sepenuhnya tepat, pengawasan yang belum maksimal, yang menyebabkan penyaluran pupuk bersubsidi belum tepat pada sasaran. Kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi  ke luar petani masih sering ditemukan, sehingga menimbulkan kelangkaan dan harga pupuk yang melebihi HET.
Kebijakan penyediaan pupuk dengan harga murah melalui pemberian subsidi yang terus meningkat setiap tahun menyebabkan semakin tidak efisiensinya penggunaan pupuk oleh petani dan meningkatkan ketidaktepatan sasaran subsidi pupuk yang seharusnya dinikmati oleh petani kecil tetapi dinikmati oleh petani lain. Langkanya pasokan dan lonjakan harga serta penyaluran pupuk brsubsidi yang kurang tepat sasaran akan terus terjadi dan berulang setiap tahun erat kaitannya dengan aspek teknis dan aspek manajemen.
Pada pendistribusian pupuk bersubsidi yang dilaksanakan oleh pemerintah masih banyak ditemukan masalah-masalah. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :
Ø    Sistem penetapan alokasi pupuk dan keakuratan data petani
Ø    Implementasi  tidak sesuai  dengan ketentuan
Ø    Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan dosis anjuran
Ø    HET yang berlaku kurang realistis
Ø    Keterbatasan anggaran belanja pemerintah
Ø    Masih lemahnya pengawasan dilapangan
PRIORITAS
1.         Sistem Penetapan Alokasi Pupuk dan Keakuratan Data Petani
Peraturan sistem distribusi pupuk yang berlaku saat ini mengikuti ketentuan Permendag No.21 /M-DAG/PER/6/2008. Peraturan ini hanya memuat proses perencanaan alokasi pupuk yang didasarkan atas Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Hal ini membuka peluang penyimpangan, khususnya terhadap besarnya penyaluran pupuk. Selain itu Pemda belum memiliki basis data petani yang akurat terutama soal luas lahan, akibatnya fungsi pengawasan dan pengendalian kurang berfungsi (Benny Raachman , 2009).

2.      Implementasi Tidak Sesuai dengan Ketentuan
Berdasarkan peraturan yang berlaku, produsen bertanggung jawab terhadap penyaluran pupuk sampai ke pengecer resmi dengan HET yang berlaku. Namun kenyataannya, produsen pupuk kurang peduli terhadap penyaluran pupuk dan penunjukkan distributor yang tidak memenuhi persyaratan (Benny Rachman, 2009).

3.      Penggunaan Pupuk yang Tidak Sesuai dengan Dosis yang Dianjurkan
Penggunaan pupuk (khusus nya Urea) saat ini oleh petani sudah banyak yang melewati dosis yang di anjurkan, yaitu berkisar 300-500 kg/ha. Sedangkan dosis yang dianjurkan hanya 200-300 kg/ha (Rachman et al , 2005 dan Syafaat et al, 2006). Selain itu kebutuhan pupuk meningkat tajam pada saat musim tanam sedangakan persediaan pupuk hampir merata di sepanjang tahun. Penggunaan pupuk yang berlebih menjadi pemicu utama  melonjaknya permintaan pupuk diawal musim tanam yang berdampak pada kelangkaan  pupuk.

4.      HET yang Berlaku Kurang Realistis
Komponen HET yang dianggap kurang realistis adalah marjin pemasaran yang terdiri dari fee pelaku distribusi dan biaya pemasaran. Dengan HET yang kurang realistis, maka pelaku distribusi menaikkan fee diatas ketentuan dan melakukan penyesuaian biaya  pemasaran secara tidak resmi. Tindakan pelaku distribusi ini mennyebabkan meningkatnya marjin pemasaran diatas ketentuan (Kariyasa et al, 2004; PESKP, 2006 dan Rachman et al, 2008).

5.      Keterbatasa Anggaran Belanja Pemerintah
Ketrbatasan anggaran belanja pemerintah akan menyebabkan kondisi : pmberian subsidi pupuk dipriortaskan untuk usahatani tanaman pangan usaha kecil  dan perhitungan total volume pupuk bersubsidi untuk usahatani tanaman pangan didasarkan atas luas tanam yang kadang kala  kurang akurat jika dikalikan dengan dosis pupuk yang dianjurkan.

6.      Masih Lemahnya Pengawasan di Lapangan
Konsep pengawasan pupuk bersubsidi masih bersifat parsial dimana pengawasan pada tahap perencanaan, pengadaan, dan pendistribusian masih berjalan sendiri-sendiri. Dalam aspek pengawasan tersebut, Pemda cenderung bersifat pasif karena menganggap bahwa kebijakan tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat.

ALTERNATIF KEBIJAKAN
Aspek Teknis
1.               Meningkatkan Ketepatan Penggunaan Pupuk
Tingkat pemupukan bervariasi, sebagian lokasi terdapat kebiasan melakukan pemupukan melebihi rekomendasi, sebaliknya dilokasi lain petani cenderung menggunakan pupuk lebih rendah dari rekomendasi. Penggunaan pupuk yang berlebih atau kurang akan menurunkan efisiensi dan efektifitas penggunaan pupuk. Empat hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pupuk menurut Benny Rachman :
·               Tepat jenis, yaitu memilih kombinasi jenis pupuk berdasarkan komposisi unsure hara utama dan tamabahan berdasarkan sifat kelarutan, sifat sinergis, dan antagonis antat unsur hara dan sifat tanahnya.
·               Tepat waktu dan frekuensi  yang  ditentukan oleh iklim, sifat fisik tanah, dan logistic pupuk.
·               Tepat cara, yaitu cara pemberian yang ditentukan berdasarkan jenis pupuk , umur tanaman, dan jenis tanah.
·               Tepat dosis, yaitu dosis yang diperlukan berdasarkan analisa status haratanah dan kebutuhan tanaman.

Penerapan empat tepat tersebut dapat tercapai apabila didukung oleh perencanaan kebutuhan pupuk yang tepat dan rinci dari masing-masing petani atau kelompok tani. Untuk itu perlu diketahui informasi mengenai sifat-sofat tanah, rekomendasi pemupukan lokasi yang spesifik, luas lahan dan pemiliknya, lokasi dan komoditas yang diusahakan. Sebaguan besar data base dn informasi tersebut belum tersedia secara lengkap baik di pemerintah daaerah  maupun pusat.

2.            Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk Anorganik melalui Penggunaan Pupuk Organik.
Kecenderungan untuk menggunakan pupuk kimia (anorganik) yang tinggi untuk mengejar hasil yang tinggi pada lahan sawah tanpa mampertimbangkan kbutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah telah menyebabkan kandungan bahan organic  tanah menurun, baik jumlah maupun kualitasnya. Hal tersebut  terjadi karena : penimbunan hara dalam tanah, terkurasnya hara mikro dari tanah yang tidak pernah diberikan melalui pupuk kimia, terganggunya keseimbangan hara dalam tanah, tanaman lebih rentan trserang penyakit, dan teganggunya jasad renik yang menguntungkan tanah. Kondisi demikian berakibat terhadap menurunnya produktifitas lahan, tidak efisiensinya penggunaan input, serta menurunnya kualitas lahan (Benny Rachman, 2009).
Peningkatan dan pemeliharaan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan organic yang tersedia di lokasi, seperti : pupuk hijau, puuk kandang, dan jerami padi. Pengembangan pupuk organic ini merupakan langkah strategis mengingat sebagian besar petani Indonesia adalah petani yang menghadapi kendala biaya produksi.

Aspek Manajemen
1.               Peningkatan Ketepatan dalam Penetapan Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi.
Untuk meningkatkan ketepatan dalam menetapkan alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi diperlukan sinkronisasi antara usulan kebutuhan pupuk dari daerah dan kemampuan anggaran pemerintah.

2.               Peningkatan Pemantauan dan Pengawasan Pelaksanaan
Pembentukan perangkat pengawasan serta mekanisme pemantauan dalam pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi adalahmengacu pada Permendag No.21 /M-DAG/PER/6/2008 dan Permentan No.42/Permentan /OT.140/09/2008. Berdasarkan  peraturan tersebut telah dibentuk badan-badan pengawasan pupuk bersubsidi. Meskipun telah dibentuk badan –badan pengawas pupuk bersubsidi, penyimpangan masih terjadi (Deptan, 2008).
Pengembangan sistem transaksi dengan kartu kendali (SmartCard) yang telah di ujicobakan pada tahun 2007 dan 2008 mampu meminimalisir penyimpangan dan penyaluran pupuk bersubsidi dapat dipantau dengan cepat secara berjenjang sampai ke tingkat pusat. Namun hal tersebut belum diterapkan secara permanen dan menyeluruh, instrument  tersebut memerlukn kajian yang lebih mendalam tentang efektifitas sistem tersebut terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi .  Dengan sistem Smartcard petani atau kelompok tani dapat mengetahui jumlah alokasi pupuk bersubsidi dan transaksinya serta melakukan pemantauan dan pengawasan  (Deptan, 2008).

3.               Peningkatan Ketepatan Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Pihak pemerintah daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, sampai kecamatan dan desa/kelompok tani perlu mempersiapkan kelembagaan dan infrstruktur distribusi pupuk bersubsidi melalui pemberdayaan BUMD yang mampu melaksanakan  penyaluran pupuk bersubsidi secara langsung kepada kelompok tani/petani tersebut. Disamping itu, Pemda melalui Dinas Pertanian dapat lebih berperan aktif dalam pemantauan penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di wilayahnya.
4.                  Sumber Daya Manusia Sebagai Produsen ( Tenaga Kerja )
            Dalam pandangan makro, hal-hal yang menyangkut sumber daya manusia sebagai produsen meliputi perbandingan antara angkatan kerja dengan lapangan kerja, peningkatan mutu tenaga kerja, serta migrasi dan transmigrasi.
Perbandingan antara angkatan kerja dengan lapangan kerja
            Manusia bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Sebagai produsen penghasil baran dan jasa, manusia dalam kelompok ini merupakan tenaga kerja yang produktif. Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan klasik yang utama di Indonesia adalah semakin menurunnya kemampuan negara dalam menyediakan lapangan kerja bagi penduduknya. Peranan sektor pertanian sendiri dalam menyediakan kesempatan kerja terus menurun. Akibat dari semua ini adalah terjadinya peningkatan jumlah pengangguran, baik di kota maupun di desa.
            Tingkat pengangguran dibedakan atas pengagguran terbuka dan pengangguran tersembunyi (disguised unemployment). Pengangguran tersembunyi terdapat dalam diri tenaga kerja yang bekerja. Misalnya, suatu pekerjaan dapat dikerjakan dengan baik hanya oleh 1 orang saja, akan tetapi untuk menghindari adanya pengangguran terbuka maka pekerjaan tersebut dikerjakan oleh lebih dari 1 orang. Akibatnya, produktivitas tenaga kerja menjadi rendah, bahkan pada kondisi yang ekstrim, ditemukan produktivitas marginal tenaga kerja mendekati nol. Jadi, makin banyaj tenaga kerja belum merupakan jaminan akan naiknya produksi secara proporsional.
            Meningkatnya jumlah pengangguran terbuka yang mencapai 9.5% berpotendi menimbulkan berbagai permasalahan awal. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi. Ekspresi diri inidinyatakan dalam bekerja. Apabila dicermati, pergolakan dan ketidakamanan yang timbul di berbagai daerah dan tempat sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan demi suatu kehidupan yang layak. Oleh karena itu, pemerintah menempatkan penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran pokok dalam agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dijabarkan dalam berbagai prioritas pembangunan. Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah.
            Beberapa permasalahan yang dihadapu berkaitan dengan tenaga kerja dan penyediaan lapangan kerja adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun terakhir
2.      Menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan dan di perdesaan
3.      Pekerja bekerja di lapangan kerja yng kurang produktif
4.      Perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal dan informal
5.      Adanya indikasi menurunnya produktivitas di industri pengolahan
6.      Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka usia muda (15-19 tahun)
Apabila jumlah penduduk yang sangat besar di Indonesia dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektiif maka akan menjadi modal yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan disegala bidang. Permasalahan lain yang juga perlu diatasi adalah penyebaran penduduk dari pulau ke pulau yang tidak merata. Di pulau Jawa yang luasnya 7% dari luas seluruh Indonesia, bermukim lebih dari 60% jumlah penduduk. Sementara itu, pulau-pulau lain yang lebih luas, misalnya Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi, jumlah penduduknya relatif kecil. Demikian juga distribusi tenaga kerja dari sektor ke sektor lainnya, juga tidak merata.
Dalam hal pelaksanaan usaha tani di suatu daerah yang subur, pertanian produktif biasanya dilaksanakan dengna teknologi padat karya. Di daerah tandus, pertanian kurang produktif, penduduknya kurang padat, dan biasanya usaha tanu dilaksanakan denganpadat modal.
Peningkatan mutu tenaga kerja
Produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui berbagai cara, antara lain dengan pendidikan, latihan, dan penyuluhan. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan mutu dan hasil kerjanya. Sebagian besar pengetahuan dan keterampilan petani dalam bekerja diperoleh dari orang tuanya yang membimbing mereka sejak masih anak-anak. Untuk menyampaika teknologi baru pada petani, diperlukan suatu cara khusus. Ini merupakan tugas penyuluhan bagi petani-petani yang sudah dewasa, yang merupakan pendidikan nonformal dalam cara-cara betani yang produktif.
Petugas yang menyampaikan penyuluhan kepada petani disebut penyuluh. Para penyuluh dan petugas lain yang mengatur dan melayani kegiatan petani dari waktu ke waktu perlu ditingkatkan kemamopuannya lewat pendidikan berupa kursus dan latihan. Penyuluhan kepada petani dilakukan oleh petugas-petugas penyuluhan pertanian yang berkompeten, serta disertai demonstrasi-demonstrasi dalam kebun-kebun percobaan dinas pertanian dan lahan-lahan petani. Pada malam hari, dapat diadakan pertunjukan film mengenai praktik-praktik pertanian. Selain kemungkinan untuk meniru, hal tersebut juga dapat merangsang motivasi dan daya kreasi petani.
Walaupun pada umumnya petani merupakan manajer usaha tani yang baik, namun akan sangat bermanfaat apabila kepada mereka selalu diterangkan implikasi setiap kebijakan pertanian, terutama kebijakan-kebijakan yang baru. Dengan demikian, mereka akan selalu mutakhir dalam pemikiran-pemikirannya dan mampu membuat keputusan yang tepat bagi usaha taninya. Jadi, peningkatan mutu petani dalam program yang demikian tidak hanya bersifat teknis dan fisik, tetapi juga bersifat mental dan berhubungan dengan keterampilan manajemen.
Secara umum, ada dua agenda pokok kegiatan pembangunan ketenagakerjaan, yaitu penguatan danperluasan basis usaha, serta peningkatan mutu sumber daya manusianya. Dunia ketenagakerjaan di Indonesia saat ini menghadapi dua masalah besar untuk dapat berkiprah di area global, antara lain:
1.      Perlunya meningkatkan kemampuan dalam menciptakan nilai usaha dari kinerja bursa ketenagakerjaan (creating values)
2.      Perlunya membangun kemampuan dalam meningkatkan posisi tawar tenaga kerja dalam aransemenbisnis yang dijalani (creating power)
Migrasi dan Transmigrasi
            Migrasi merupakan bentuk gerakan penduduk, spasial atau teritorial antara unit-unti geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal. Orang yang melakukan migrasi disebut “migran”. Oleh karena itu, seorang yang disebut migran ada kemungkinan telah melakukan migrasi lebih dari satu kali. Migrasi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu migrasi masuk, migrasi keluar, dan migrasi netto. Migrasi masuk adalah masuknya penduduk ke suatu tempat tujuan. Migrasi keluar adalah keluarnya penduduk dari suatu daerah asal. Migrasi netto adalah selisih anttara migrasi masuk dan migrasi keluar.
            Todaro merumuskan bahwa seseorang melakukan migrasi disebabkan oleh pertimbangan ekonomi yang menggambarkan respon migran terhadap perbedaan pendapatan yang diharapkan dari daerah asal dengan daerah tujuan. Apabila pasar di daerah tenaga kerja di daerah tujuan lebih besar daripada di daerah asal dan kemungkinan mendapatkan keuntungan yang lebih besar di daerah tujuan maka dilakukanlah migrasi. Sehubungan dengan itu, ada beberapa teori migrasi, antara lain:
a.       Mobogunje: teori pendekatan sistem mobilitas penduduk
Dalam teori ini ada 3 unsur penting yaitu, rangsangan, saluran, serta subsistem daerah asalh dan daerah tujuan dengan masing-masing subsistem kontrolnya.
b.      Zelinsky: teori transisi mobilitas penduduk
Ada hubungan antara tingkat modernisasi suatu daerah dengan perkembangan tipe mobilitas penduduk. Makin modern suatu masyarakat maka makin meningkatkan tipe mobilitas permanen.
c.       Todaro: model migrasi, berkaitan dengan transfer tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern
Migrasi terjadi karena adanya respon terhadap perbedaan perolehan pendapatan aktual yang diharapkan. Beberapa faktor ysng dapat mempengaruhi mobilitas penduduk, antara lain pendidikan formalyang ditempuh, keterampilan yang dapat dipakai untuk bekerja ditempat tujuan, dll.
d.      Hart
Rumah tangga petani yang menguasi lahan sempit terpaksa harus bekerja di luar usaha taninya untuk mencari tambahan demi kecukupan hidup keluarganya, walaupun produktivitas marginal tenaga kerja yang lebih rendah.
e.       Revenstein: hukum migrasi
Migrasi cenderung dilakukan dalam jarak yang dekat, terutama oleh wanita, berlangsung secara bertahap, menimbulkan arus balik, serta didorong oleh perbaikan transportasi, pembangunan industri, dan perdagangan dengan alasan ekonomi menjadi dorongan utama
f.       Lee: teori dorong tarik (push pull theory)
Ada beberapa faktor pendorong (dari daerah asal yang bersifat negatif) dan fakltor penarik (dari daerah tujuan yang bersifat positif)
g.      Norris: model interaksi keruangan
Unsur yang menyebabkan terjadinya migrasi antara lain daerah asal, daerah tujuan, penghalang antara, migrasi paksaan, migrasi balik, dan kesempatan.
            Migrasi tidak hanya terjadi dalam suatu negara saja, tetapi berkembang menjadi perpindahan penduduk antarnegerayang kemudian disebur sebagai “emigrasi”. Fenomena migrasi tenaga kerja Indonesia keluar negeri bukan merupakan hal baru, melainkan sudah terjadi kurang lebih satu abad yang lalu, dengan dorongan sosiologis dan latar belakang, serta kebijakan politik yang berbeda. Migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri juga terjadi secara tradisional karena kondisi geografis yang mendukung. Di wilayah perbatasan yang dapat ditempuh dengan jalan darat atau dengan perahu-perahu kecil.
            Akibat bertambahnya angakatan kerja dan tidak meratanya penyebaran penduduk antarpulau di Indonesia maka diselenggarakan program transmigrasi. Sebagai program perluasan lapangan kerja, transmigrsi tidak berbeda dari migrasi pada umumnya, yaitu perpindahan penduduk antarpulau atau antardaerah dalam suatu negara. Masalah transmigrasi dapat ditinjau dari 4 segi, antara lain:
a.       Cara pemecahan masalah penduduk pada umumnya
b.      Cara untuk memperluas area tanag pertanian
c.       Cara untukmemerpluas kesempatan kerja
d.      Cara uintuk mebantu pembangunan daerah
Program daerah transmigrasi di Indonesia mula-mula diusahakan dengan menekankan pada terciptanya daya penarik di daerah-daerah baru di luar pulau Jawa. Gambaran-gambaran panen padi yang melimpah di daerah kolonisasi merupakan contoh daya tarik yang dulu pernah dilakukan pemerintah. Di samping itu, pemerintah memberikan bantuan berbagai rupa kepada transmigran. Kenyataannya, tanpa bantuan keuangan yang besar dari pemerintah pun kegiatan transmigrasi terus berjalan, biasa disebut “transmigrasi spontan”.
Dalam tinjauan secara mikro, hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya manusia adalah perannya sebagai pelaku utama sektor pertanian. Pertanian merupakan proses produksi yang di dasarkan atas pertumbuhan tanaman dan hewan. Terlaksananya proses tersebut dalam mencapai pengembangan pertanian sangat tergantung pada peranan sumber daya manusia sebagai pelaksananya. Dalam bidang pertanian, bentuk usaha pertanian didominasi oleh pertanian rakyat. Dengan demikian, peranan sumber daya manusia sebagai produsen dapat ditinjau dalam 3 aspek, antara lain:
a.       Petani sebagai pekerja usaha tani (cultivator
Peranan utama petani dalam usaha taninya adalah sebagai pekerja, yaitu petani itu sensiri yang mengusahakan taninya. Dalam pelaksanaannya, petani itu tidak bekerja seorang diri, tetapi dibantu oleh tenaga kerja lainnya yaitu istri dan anak-anaknya. Anak-anak yang berumur diatas 10 tahun sudah dianggap sebagai tenaga kerja yang produktif.
b.      Petani sebagai pemimpin usaha tani (manager)
Peranan lain petani  adalah sebagai pemimpin atau pengelola usaha tani. Dalam peranan ini, sangat diutamakan keterampialan, termasuk keterampilan dalam mengambil keputusan dari berbagai alternatiif yanag ada.
c.       Petani sebagai diri pribadi (person)
Petani sebagai diri pribadi merupakan anggota sebuah keluarga dan ia pun menjadi anggota masyarakat suatu desa atau rukun tangga. Sebagai manusia, peranan petani sama saja dengan peranan anggota masyarakat lainnya karena pada dasarnya petani itu sama dnegan semua manusia.
            Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tinjauan secara mikri tersebut adalah umur, pendidikan pengalaman, lingkungan, dan sebagainya. Dalam hal pendidikan, sebagian besar angkatan kerja pertanian di Indonesia tidak menamatkan pelajarannya di sekolah dan bahkan banyak tidak pernah bersekolah. Sehubungan dengan usaha pengembangan pertanian, hal tersebut merupakan permasalah serius. Dengan tingkat pendidikan yang demikian rendahnya, sangat sulit untuk mobilisasi tenaga kerja daei satu sektor ke sektor lainnya, misalnya angkatan kerja dari sektor pertanian ke sektor industri.
            Pemasalah pendidikan yang selama ini dialami, antara lain:
a.       Tingkat pendidikan penduduk yang relatif rendah
b.      Dinamika perubahan struktur penduduk belum sepenuhnya teratasi dalam pembangynan pendidikan
c.       Masih terdapat kesenjangantingkat pendidikan yang cukup besar antar kelompok masyarakat
d.      Fasilitas pelayanan pendidikan, khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan yang lebih tinggi belum tersedia secara merata
e.       Kualitas pendidikan relatif masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan
f.       Kompetensi peserta didik
g.      Pembangunan pendidikan belum sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan kewirausahaan lulusan
h.      Pendidikan tinggi masih menghadapi kendala dalam mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi
i.        Manajemen pendidikan belum berjalan secara efektif dan efisien
j.        Anggaran pembangunan pendidikan belum tersedia secara memadai
Sasaran pembangunan pendidikan adalah meningkatkna akses masyarakat terhadap pendidikan dan mutu pendidikan yang ditandai oleh:
a.       Meningkatnya taraf pendidikan penduduk Indonesia melalui peningkatan secara nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan meningkatnya partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan menengah secara signifikan
b.      Meningkatnya kualitas pendidikan
c.       Meningkatnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan
d.      Meningkatnya efektivitas dan efisiensi manajemen pelayanan pendidikan

4.Kemampuan Manajerial
Menurut bahasa, manajemen berasal dari bahasa inggris “manajemen” yang berarti mengurusi. Orang yang sering mengurusi suatu pekerjaaan dan memimpin pekerjaan itu disebut Manajer. Sebagai kesimpulan dari berbagai pendapat tentang definisi manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan baik individu maupun berkelompok untuk mencapai tujuan melalui rangkaian kegiatan berupa :
-       Perencanaan ( Planning ),
-       Pengorganisasian ( Organizing ),
-       Penggerakkan/pengarahan ( Actuating )
-       Pengendalian/pengawasan ( Controlling )
 Manajemen Produksi Dalam Usaha Produksi Pertanian
Usaha produksi pertanian sangat variatif dan sangat tergantung kepada jenis komoditi yang diusahakan. Namun, pada intinya manajemen produksi pertanian mencakup kegiatan perencanaan, pengawasan, evaluasi dan pengendalian. Manajemen produksi dalam usaha produksi pertanian tersebut diuraikan dibawah ini :
1.  Perencanaan Produksi Pertanian
     Perencanaan merupakan suatu upaya penyusunan program baik program yang sifatnya umum maupun yang spesifik, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu usaha produksi yang baru memerlukan perencanaan yang bersifat umum atau yang sering disebut sebagai praperencanaan. Faktor - faktor yang sangat penting dan harus diputuskan dalam praperencanaan agribisnis, khususnya subsistem produksi primer/usaha tani adalah pemilihan lokasi produksi dan pertimbangan fasilitas serta skala usaha setelah ketiga hal tersebut diputuskan,maka dibuat rencana yang lebih spesifik menyangkut kebutuhan input - input serta perlengkapan produksi.
2. Pemilihan komoditas pertanian
Pemilihan komoditas yang akan diusahakan memegang peranan penting dalam keberhasilan usaha produksi pertanian. Komoditas yang bernilai ekonomis tinggi akan menjadi prioritas utama tetapi perlu dipertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan pemasaranya. Sebab,mungkin terjadi komoditas ekonomis dalam produksi tetapi tidak tepat untuk daerah produksi dan wilayah pemasaran yang akan dituju. Komoditas yang telah dipilih selanjutnya ditetapkan jenisnya/varietasnya sesuai dengan kondisi topografi dan iklim lokasi yang direncanakan.
3. Pemilihan Lokasi Produksi Pertanian dan Penempatan  Fasilitas.
    Untuk usaha agribisnis berskala kecil mungkin pemilihan lokasi produksi tidak menjadi suatu prioritas, karena umumnya produksi dilakukan di daerah domisili para petani. Namun usaha agribisnis yang berskala menengah keatas  seperti perusahaan perkebunan, peternakan, perikanan yang dikelola oleh perusahan dengan modal investasi yang berjumlah besar, maka pemiliihan lokasi tersebut akan besar pengaruhnya bagi keberhasikan dan kesinambungan usaha. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi adalah ketersediaan tenagakerja, ketersediaan prasarana dan sarana fisik penunjang, lokasi pemasaran,dan ketersediaan intensif wilayah. Tingkat upah regional dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan didaerah tersebut juga harus menjadi pertimbangan, tingkat upah regional sangat berpengaruh kepada biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Peraturan - peraturan ketenagakerjaan juga berpengaruh kepada kewajiban-kewajiban perusahaan dalam kaitanya dengan pemanfaatan tenaga kerja. Ketersediaan sarana dan prasarana fisik penujang, seperti transportasi dan perhubungan, komunikasi, penerangan serta pengairan/sumber air,sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam keputusan lokasi produksi, sifat-sifat dan karakteristik produk-produk pertanian dan perlengkapan input-input dan sarana produksinya yang kamba (voluinous) menyebabkan ketersediaan sarana dan prasarana fisik tersebut menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Produk pertanian yang umumnya tidak tahan lama memerlukan penanganan dan pengangkutan yang cepat menuju ke lokasi konsumen begitu juga keberadaan alat komunikasi akan menjadi penting untuk transfer informasi dari lokasi produksi ke lokasi pasar atau sebaliknya. Pertimbangan lainya adalah lokasi pemasaran, sebaiknya lokasi produksi dekat dengan lokasi pemasaran terutama untuk komoditas - komoditas yang tidak tahan lama, seperti produk hortikultura. Walaupun demikian pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini, jarak antara lokasi produksi dan lokasi pasar tidak menjadi prioritas karena dengan teknologi daya tahan produk dapat diperpanjang dan jarak relatif dapat diperpendek dengan alat-alat pengangkutan yang cepat. Selanjutnya, intensif wilayah juga merupakan faktor pertimbangan dalam menetapkan keputusan lokasi produksi, intensif wilayah sangat terkait dengan kebijakan pemerintah daerah terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan operasi produksi tersebut. kebijakan pajak, kebijakan dan peraturan tenagakerja, kebijakan Investasi, budaya pelayanan publik (demokrasi), dan lain – lain merupakan intensif wilayah yang mempunyai daya tarik bagi investor untuk berusaha di daerah tersebut.
4.    Skala usaha Pertanian
       Skala usaha pertanian sangat terkait dengan ketersediaan input dan pasar. Skala usaha hendaknya diperhitungkan dengan matang sehingga produksi yang dihasilkan tidak mengalami kelebihan pasokan atau kelebihan permintaan. Begitu juga ketersediaan input seperti; modal, tenaga kerja, bibit, peralatan, serta fasilitas produksi dan operasi lainya harus diperhitungkan. Skala usaha yang besar secara teoretis akan dapat menghasilkan economics of scale yang tinggi. Namun, kenyataan dilapangan seringkali skala besar menjadi tidak ekonomis yang disebabkan oleh karakteristik produk dan produksi komoditas pertanian yang khas. Oleh karena itu, dalam merencanakan usaha produksi pertanian maka keputusan mengenai skala usaha menjadi sangat penting. Karakteristik produk dan produksi komoditas pertanian juga menyebabkan skala usaha kecil dibidang Agribisnis kebanyakan dapat mencapai skala ekonomis. Pada umumnya, tanaman holtikultura dapat diusahakan dalam skala yang kecil dengan tingkat efisiensi yang cukup tinggi. Akan tetapi, komoditas perkebunan seperti; kelapa sawit , teh, kina, karet, tebu dan lain-lain akan sangat tidak efisien jika diusahakan dalam skala kecil pada komoditas tersebut maka perlu dibentuk pola-pola kemitraan ,seperti perkebunan inti rakyat (PIR).
5.    Perencanaan Proses Produksi Pertanian
        Setelah menetapkan jenis usaha dan varietas komoditas yang akan diusahakan, lokasi produksi dan penempatan fasilitas serta skala usaha yang akan di jalankan, maka mulai merencanakan proses produksi. Khusus dalam pembukaan usaha baru diperlukan perencanaan pengadaan fasilitas yang terlebih dahulu harus dirampungkan. Setelah itu,  dilanjutkan dengan perencanaan proses produksi yakni biaya produksi, penjadwalan proses produksi dan sumber-sumber input dan sistem pengadaannya.
6.    Biaya produksi pertanian
       Perencanaan biaya produksi sangat terkait dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki oleh perusahaan, baik bersumber dari modal sendiri maupun dari sumber luar, seperti modal ventura, pembiayaaan melaluikredit, penjualan saham dan sumber-sumber pembiayaan lainya. Perencanaan biaya tersebut juga terkait dengan skala usaha, makin besar usaha yang dijalankan makin besar pula biaya produksi yang harus disediakan tetapi perlu diingat bahwa dengan penggunaan biaya produksi yang optimal dan ekonomis dapat menghasilkan pendapatan usaha yang maksimal.
7.     Penjadwalan Proses Pertanian
        Penjadwalan proses produksi dibuat mulai dari pembukaan lahan sampai kepada proses panen dan penanganan pascapanen, terutama untuk komoditas yang memiliki gestation period yang relatif pendek, seperti
tanaman holtikultura. Namun, komoditas yang gestation perodnya relatif panjang, seperti tanaman perkebunan, biasanya penjadwalan secara rinci dilakukan secara bertahap, walaupun tetap ada perencanaan jangka panjang yang menyeluruh. Penjadwalan tanaman holtikultura yang berumur pendek memegang peranan penting sehubungan dengan fluktuasi harga dan permintaan dalam setahun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penjadwalan adalah jenis komoditas, kecenderungan permintaan dan fluktuasi harga, gestation period, pola produksi, pembiyaan dan lain-lain.
8.    Perencanaan Pola Produksi pertanian
       Perencanaan pola produksi memegang peranan penting dalam penjadwalan, perencanaan tenaga kerja daninput, pembiayaan, proses produksi dan operasi, penanganan pasca panen, serta sistem distribusi dan pemasaran, terutama untuk tanaman holtikultura yang memerlukan penanganan cepat. Pola produksi dapat dibagi kedalam beberapa bentuk, antara lain berdasarkan:
1. Jumlah komoditas yaitu komoditas tunggal, komoditas ganda dan multikomoditas.
2. Sistem produksi, yaitu pergiliran tanaman dan produksi    massal.
9. Perencanaan dan sistem pengadaan input-input dan    sarana produksi pertanian
    Perencanaan input-input dan sarana produksi mencakup kegiatan mengidentifikasi input-input dan sarana produksi yang dibutuhkan, baik dari segi jenis, jumlah, mutu ataupun spesifikasinya.  Secara umum, input-input dalam agribisnis adalah bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan modal. Dilain pihak sarana dan prasarana produksi adalah areal tempat produksi, perlengkapan dan peralatan serta bangunan-bangunan pendukung dan teknologi. Setelah input-input serta sarana dan prasrana produksi di indentifikasi dan dispesifikasi, maka disusun rencana dan sistem pengadaanya. Dua hal mendasar yang perlu menjadi titik perhatian dalam memilih sistem pengadaan adalah membuat sendiri atau membeli. Misalnya, dalam hal pengadaan bibit, apakah memproduksi bibit sendiri ataukah membeli dari sumber-sumber lain. Keputusan memproduksi sendiri atau membeli sangat tergantung pada biaya imbangan antara kedua alternatif tersebut.


 DAFTAR PUSTAKA
Ø  Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia ( Tenaga Kerja )
v  Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: ANDI
Ø  Lokasi
v  Abdurachmat, Idris dan Maryani, E.1997. Geografi Ekonomi. Institut Kerguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung.
v  Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
v  Drs. Rahardjo Adisasmita, M.Ec (19--): TEORI-TEORI LOKASI & PENGEMBANGAN WILAYAH, Universitas Muslim Indonesia, Ujung Pandang
v  Hadi, Ridha. 2010. “Dasar-dasar Teori Von Thunen,” dalam blogspot. http://ridha-planologi.blogspot.com. Diunduh Jumat, 7 September 2012.
v  Wahyuningsih, Menik. 2012. “Pola dan Faktor Penentu Nilai Lahan Perkotaan di Kota Surakarta,” dalam eprintsundip.
v  http://eprints.undip.ac.id/4088/1/Naskah_TA.pdf. Diunduh Jumat, 7 September 2012
v  http://www.geografiana.com/faq (diakses tanggal 21 November 2009)
v  http://www.undip.ac.id (diakses tanggal 21 November 2009)
v  Prof. Dr. Ir. Rudi Wibisono, M.S. 2004. Konsep, Teori & Landasan ANALISIS WILAYAH, Malang: Bayumedia Publishing
v  Philip Sarre (1977): Section II: SPATIAL ANALISYSIS Area Pattern Unit 15-17, The Open University Press, Great Britain
v  Saraswati, Ratna. 2006. Teori, Konsep, Metode dan Teknik Analisis Dasar Geografi Ekonomi .
Ø  Ketersediaan Pupuk
v  Departemen Pertanian. 2008. Rancangan Model Subsidi Terpadu Sektor Pertanian.
v  Departemen Pertanian. 2009. Pengkajian Subsidi Pupuk.
v  Kariyasa, K., M. Maulana dan Sudi Mardianto. 2004. Usulan Tingkat Subsidi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang relevan serta Perbaikan Pola Pendistribusian Pupuk di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
v  Peraturan Menteri Perdagangan No.21/M-DAG/PER/6/2008. Sistem Distribusi Pupuk dari Lini I sampai Lini IV
v  Peraturan Menteri Pertanian No.42/Permentan/OT.140/09/2008. Sistem Penyaluran Pupuk dari Lin IV sampai ke Kelompok Tania atau Petani.
v  PSEKP, 2006. Kebijakan Mengatasi Kelangkaan Pupuk : Perspektif Jangka Pendek. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
v  Rachman, B., A. Agustian dan M.Maulana. 2008. Dampak Penyesuian HET Pupuk Terhadap Penggunaan Pupuk dan Laba Usahatani Padi, Jagung, dan Kedele. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
v  Rachman, Benny. 2009. Kebijakan Subsidi Pupuk. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
v  Syafaat, N., A. Purwoto, dan C. Muslim. 2006. Analisis besaran Subsidi Pupuk dan Pola Pendistribusiannya. Pusat Analisis Sosiak Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
v  www. pse.litbang.deptan.go.id
Ø  Kemampuan Manajerial
v  http://rachmatsibali.blogspot.com/2014/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html






0 komentar:

Posting Komentar

 
ingatanku Blogger Template by Ipietoon Blogger Template